Bab 8

3.7K 481 2
                                    

Enjoy....

"Ayahanda, semua bukti sudah jelas di depan mata. Ananda meminta keadilan. Harap Ayahanda memutuskan dengan bijak," pinta Ling Yi dengan membungkuk hormat sebelum kasus itu resmi ditutup.

Dan keesokan paginya, Dayang Mao dijatuhi hukuman mati.

.....

Beberapa poci arak berserakan di atas meja. Pemiliknya kini telah meneguk poci arak terakhir yang ia pesan.

Seorang pelayan toko memintanya pulang karena sudah terlalu mabuk, tapi pemuda itu selalu berkata, "Aku tidak mabuk. Aku hanya sedikit lelah lelah." Rona merah dikedua wajahnya adalah bukti jika pemuda itu memang tengah mabuk.

Si pelayan toko hanya bisa mengelengkan kepala. Pelanggannya yang satu itu terlihat sangat menyedihkan, pikirnya.

Selalu saja seperti itu. Zhong Yu bukan termasuk pemuda dengan kehidupan yang cerah. Tapi dia memilih untuk menutup rapat-rapat kesedihannya. Dan beberapa minuman akan membuatnya merasa lebih baik.

"Lagi!" pintanya pada seorang pelayan, ia tidak peduli jika kepalanya sudah memberat dan isi perutnya terus bergejolak.

"Aku punya seorang ayah," gumamnya. Zhong Yu meneguk poci arak ditangannya dengan rakus hingga air meluap dari mulutnya. "Dia sangat membenciku. Tapi .... aku tidak bisa membencinya," racaunya semakin tidak jelas.

Pria itu menekuk kepalanya. Dadanya diremas erat, rasa sakit yang begitu perih di ulu hatinya. Lebih sakit daripada pukulan cambuk berduri yang dia terima sebagai hukuman. Pria itu menyimpan luka batin yang teramat dalam.

Zhong Yu meninggalkan rumah makan setelah perasaannya sedikit lebih baik. Dia berjalan dengan langkah kacau yang berusaha untuk mencoba menyeimbangkan tubuh diantara himpitan para pejalan kaki.

Dia sempat berpapasan dengan kereta kuda milik Putra Mahkota. Sayangnya, keduanya tidak saling menyadari keberadaan masing-masing.

Kereta kuda Putra Mahkota berhenti di sebuah rumah makan yang baru saja ditinggalkan Zhong Yu.

Li Yuan turun dari kereta sebelum mengulurkan tangan pada seseorang yang juga ikut bersama nya.

Putri Lifei menerima uluran tangan Putra Mahkota kemudian menuruni anak tangga dengan hati-hati.

Aroma arak begitu menyengat di dalam ruangan. Ling Yi menatap ke segala tempat di rumah makan itu.

Sebuah tempat yang paling mencolok berada di dekat jendela. Gadis itu terdiam mengamati saat melihat beberapa poci arak yang berserakan di atas meja itu. Dia melihat seorang pelayan yang tengah sibuk merapikan meja tempat Zhong Yu duduk sebelumnya.

Ling Yi membawa tatapannya ke arah Putra Mahkota. "Kenapa kau membawaku ke sini?" tanyanya penasaran.

"Perayaan," jawab Putra Mahkota singkat.

Gadis itu memiringkan kepala ke satu sisi. Perayaan apa yang kakaknya maksud, dia tidak mengerti.

Li Yuan bergeming mengabaikan sikap bingung yang adik perempuannya tunjukkan.

....

Seorang pelayan datang untuk menyapa tamu mereka. "Silakan masuk Nona dan Tu--". Ucapannya terputus saat mengenali wajah pria berpakaian elegan itu ternyata adalah Putra Mahkota

Pelayan itu langsung bersujud. "Hormat Hamba pada Putra Mahkota."

Sikap yang ditunjukkan si pelayan menarik perhatian pengunjung di rumah makan. Mereka terkejut melihat kehadiran sosok Sang Penerus Tahta Kerajaan Tao.

The Transmigration of Zhou Ling Yi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang