Happy readings🍁
Enjoy....
Ling Yi membuka mata perlahan. Semua orang yang ada dalam ruangan langsung menghampirinya.
Dia menggerakkan bola matanya menatap sekeliling sebelum bicara. "Apa sudah malam? kenapa lilinnya tidak menyala?" tanya Ling Yi dengan nada rendah dan serak.
Raja dan putra mahkota saling melempar tatapan satu sama lain.
"Lifei, ini sudah pagi," kata Li Yuan sembari memeriksa matahari terbit dari jendela.
"Sudah pagi?" beo Ling Yi. "Kenapa begitu gelap di sini?" tanyanya kemudian.
Tabib tua langsung memeriksa keadaan Ling Yi. Dia membuka sebelah mata gadis itu lalu menggeleng pelan.
Tabib tua membungkuk hormat sebelum bicara dengan nada menyesal. "Yang Mulia, seperti yang telah hamba katakan sebelumnya. Putri Lifei tidak bisa melihat untuk sementara waktu. Ini adalah efek samping dari obat yang digunakan," ucapnya penuh penyesalan.
Ling Yi tersentak kaget seolah di sambar petir. "Maksud Tabib a-aku buta?"
"Benar, Putri."
Getaran ditubuh Ling Yi semakin dahsyat. Air matanya nyatis tumpah. Dia harus bisa mengikhlaskan kehilangan ini.
"Tenangkan dirimu," kata Li Yuan pelan sembari mengusap pucuk kepala adik perempuannya. "Tidak apa-apa, aku di sini." Dia mengecup kening Ling Yi, berusaha untuk memberikan kekuatan pada gadis malang itu.
"Kak, a-aku... buta!" lirih Ling Yi yang berderai air mata. Sontak semua yang ada di ruangan ikut terjerat dalam kesedihan. Setiap orang tentu akan bersedih jika salah satu nikmat tuhan telah diambil darinya. Jika itu orang lain, mereka juga pasti akan sama sedihnya.
Tabib tua mendekat ke arah Ling Yi lalu berkata, "Tuan Putri jangan khawatir, ini hanya sementara waktu. Mata Anda akan pulih dalam beberapa hari."
Akhirnya Ling Yi bisa bernapas lega meski tetap terasa berat. Dia merasa sangat lelah. Entah apa yang telah dia lakukan hingga tubuhnya terasa sangat berat untuk digerakkan, pikirnya.
Raja tidak dapat berkata apa pun. Dia sangat senang putrinya masih hidup, tapi haruskah dia tersenyum saat putrinya harus menjalani hidup tanpa warna meski hanya sementara waktu?
Ling Yi meminta semua orang untuk memberi dia waktu sendirian. Hanya Xiao Yu sampingnya sekarang.
Dayang muda itu terisak pelan. Dia mengusap punggung tangan sang putri dengan lembut.
"Aku memintamu menemaniku tidak untuk menangis. Aku masih hidup, Xiao Yu," ucap Ling Yi dingin tanpa ekspresi sedikitpun.
Untuk sesaat Ling Yi merasa hampa, seolah dia bicara dalam kegelapan hatinya. "Xiao Yu," panggilnya. "Sudah berapa lama aku tertidur?"
Xiao Yu menjawab dengan lembut. "Tiga hari, Putri."
"Kau tahu bagaimana aku bisa diracuni?" tanyanya lagi. Ling Yi menatap lurus ke depan. Percuma jika dia menatap Xiao Yu di sampingnya, karena yang dia lihat hanya kekosongan.
"Hamba tidak tahu, Putri."
"Aku meminum teh yang kau siapkan untukku," kata Ling Yi berhasil membuat getaran dahsyat pada tubuhnya Xiao Yu. Dia langsung bersujud meski dia tahu tuannya tidak dapat melihatnya.
"Hamba benar-benar tidak tahu jika teh yang hamba buat ternyata memiliki racun, Putri," ucap Xiao Yu sungguh-sungguh.
Ling Yi tidak menanggapi. Dia terdiam sejenak, menarik napas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Sulit untuk mempercayai siapapun saat ini. Ling Yi yakin musuhnya tidak hanya satu. Mungkin ada puluhan atau bahkan ribuan orang di luar sana yang menginginkan kematiannya. "Racun apa yang ada dalam tehku?" tanyanya setelah terdiam cukup lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Transmigration of Zhou Ling Yi [END]
Historical Fiction[BUKAN NOVEL TERJEMAHAN] Terseret ke dunia di mana era modern belum dimulai, segala kehidupan rumit nan sulit menjebak jiwa Ling Yi pada tubuh seorang gadis yang sudah mati. Dengan terpaksa menjalani kehidupan sebagai seorang putri setelah terkena m...