30

2.7K 121 0
                                    


Happy Reading
🥀🥀🥀

Setelah sepuluh hari di rawat di rumah sakit, akhirnya penantian Nara tiba. Hari ini dokter sudah menyatakan kalau dirinya sembuh dan bisa di rawat jalan. Anita dan Zahir tentu saja sangat senang, karna Nara Nara sudah mulai kembali pulih seperti sedia kala. Tak hanya itu, baru satu jam dokter menyatakan dirinya bisa pulang hari ini, sudah ratusan kali Nara menanyakan kapan ia akan pulang, soalnya sedari tadi Zahir selalu berkata nanti, dan nanti.

"Kak nunggu siapa sih! Gue udah siap-siap dari setengah jam yang lalu loh. " Sindir Nara lagi.

Pasalnya sedari tadi Zahir hanya k nanti, tanpa mengatakan dengan jelas siapa yang tengah mereka nantikan.

"Udah lu diam aja, bentar lagi juga orangnya sampe. "

"Dari sejam yang lalu lo jawabnya gitu mulu pinter, yaudah lah gue pulang sendiri aja. " Balas Nara sangat kesal.

Nara berusaha berdiri sendiri dengan kakinya, kondisi kaki Nara mengalami sedikit kelumpuhan, dokternya bilang itu efek dari komanya seminggu yang lalu. Tapi dengan terapi rutin, kaki Nara bisa kembali seperti sedia kala.

Saat melangkahkan kakinya menuju pintu, hampir saja Nara oleng, karna seseorang yang tiba-tiba membuka pintu dari luar, dengan sigap orang itu menarik Nara agar tidak terjatuh menciun lantai.

"Hati-hati dek, lo mau makin lama di sini. " Bentak Zahir tanpa sadar.

Nara hanya diam terpaku menatap orang yang menangkapnya barusan, orang itupun terdiam menatap wajah Nara yang terlihat lebih tirus dan putih.

"Mana yang sakit? " Tanya Zahir mendekati Nara dan orang itu.

" Gak ada ihh, lo lebay banget sih bang, ketimbang gitu doang. " Balas Nara Menyepelekan respon Zahir.

Zahir menyentil dahi Nara membuat sang empunya mengaduh kesakitan. " Bacottt lo gitu doang, lo gak amnesia kan kalau lo baru aja abis kecelakan parah, kalau sampai kenapa-napa lagi gimana, semuanya repot tau gak lo! " Jawab Zahir ngegas.

"Elunya lama! Gue udah gak sabar mau pulang!" Bentak Nara kesal.

"Kok nyalahin gue sih, yang salah itu si Beno yang lama jemputnya! Lo kan tau mobil gue di bengkel, gak usah bentak-bentak juga kalik. " Balas Zahir tak santai.

"Maaf gue lama, tadi nungguin Zoya dulu soalnya." Jawab Beno tak enak pada mereka, sebenarnya jika tak menunggu Zoya mungkin ia sudah datang dari sejam yang lalu.

"Trus Zoya nya mana? "

"Nungguin di mobil. "

"Ben lo bisa ambilin korsi roda di depan gak? Kayaknya susah kalau harus di bopong, dia berat."  Cibir Zahir di akhir kalimatnya.

"Sialan! Gue bisa jalan sendiri gak usah lo bopong!" Nara memukul Zahir dengan tanganya, sementara Zahir hanya tertawa kecil setelah menjahili adiknya.

"Yaudah gue ambil dulu, tunggu bentar yah. "

Sepeninggal Beno, Nara menatap Zahir sendu, Zahir tetu saja paham dengan tatapan Nara, ia melihat ada luka di kedua mata Nara saat menatap Beno, memang tidak di perlihatkan langsung saat berhadapan dengan Beno barusan.

"Kenapa harus Beno sih bang, emang lo gak punya temen lain? " Tanya Nara berusaha menahan pedih dihatinya.

"Sengaja, biar lo bisa lupain Beno. Lagian siapa suruh baru sadar lansung nanyain Beno! Yah mangkanya sekarang gue suruh dia yang jemput. " Jawab Zahir terkesan sangat tidak peduli dengan perasaan Nara.

"Waktu gue sadar gue pikir dia masih cowok gue, setelah gue lihat dia gak ada, gue baru inget kalau dia udah bukan siapa-siapa gue lagi. " Jawab Nara tersenyum tipis, tapi Zahir dapat melihat kesedihan dimata itu.

Tak Tepat WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang