"This choice for this time, won't hurt me
-
-
-
"Hanbin," panggil Jiahn. Suaranya terdengar lebih baik setelah dia sempat terlelap selama satu jam setengah.
"Wae?"
"Apa alasanmu ke Daejeon? Berlutut meminta maaf padaku?"
"Itu hanya alasan lain, sebenarnya—" Hanbin terinterupsi oleh kedatangan Hyunjo yang kelihatan panik begitu masuk ke dalam ruang rawat dengan bar-bar.
"Ya! Son Jiahn, kenapa kau berakhir di sini lagi?" tanya Hyunjo segera meringsek masuk duduk di tepi pembaringan Jiahn yang hanya disambut tawa samar Jiahn karena masih lemah dan shock dengan insiden yang menimpanya. "Ada insiden kecil," terang Jiahn seraya terkekeh pelan. Hyunjo masih belum menyadari kehadiran Hanbin, sementara Jimin dan Hanbin yang bertemu pandang hanya saling menyapa dengan tundukkan kepala yang nyaris tidak terlihat seperti hormat dengan Jimin yang kesulitan melangkah menggunakan kruk yang dipinjamnya dari lobi rumah sakit. "Kurasa ada yang sengaja membuatmu terkunci di sana, Jiahn. Satpam yang membuka akses pintu ruang arsip untukmu pingsan." Hanbin ikut berceloteh, bergabung dalam obrolan sebelum diajak.
"Ya Tuhan, benarkah?" tanya Jimin lalu duduk di sofa, sedikit jauh dari pembaringan Jiahn. Kakinya masih merasakan nyeri akibat diajak melangkah buru-buru oleh Hyunjo. Jika kondisinya makin memburuk, Jimin bersumpah akan menuntut Hyunjo ke pengadilan. "Apa ini masih ada kaitannya dengan pelaku sebenarnya teror lokerku?" tanya Hyunjo yang meraba wajah Jiahn yang pucat, memastikan sahabat tercintanya itu baik-baik saja.
"Entahlah," jawab Jiahn menaikkan bahunya sedikit. Hyunjo mengerutkan kening, lalu menoleh ke belakangnya dan mendapat Hanbin sedang membuka jendela kamar rawat Jiahn. Hyunjo mengerutkan keningnya, heran, mendengar suara familiar yang menyebalkan di belakangnya. Hyunjo menoleh dan mendapati Hanbin sedang berdiri di dekat jendela. "Dan, tunggu! Sejak kapan kau kemari, Hanbin?"
"Jiahn yang mengabariku untuk menghubungi Daniel, kebetulan aku memang menuju perjalanan kemari saat dia menelepon."
Hyunjo mengangguk. Kini, gantian dia kembali menginterogasi si korban. "Kau kuhubungi tidak aktif?"
Jiahn hanya tersenyum pura-pura manis. "Ponselku kehabisan daya, maaf."
"Kebiasaan." Hyunjo terlihat kesal mendengar jawaban Jiahn. Seakan dia ingin meremas kepala Jiahn sekarang juga tetapi niatnya dia urungkan.
"Di mana Jimin?"
"Dia beristirahat di kondominium temannya, yang baru kami jemput hari ini. Katanya dia habis menemui Gyu—" Jimin hampir keceplosan kalau Hyunjo tidak tepat waktu menampar punggung Jimin yang membuat pria itu tercengang sejenak lalu menatap Hyunjo menahan sakit.
"Pokoknya aku ke sini setelah mengantar mereka, aku dapat kabar setelah nyaris sampai di apartemen, kau tahu?"
"Ini bukan apa-apa, aku tidak terluka."
"Itu bagus. Kalau memang ini ada hubungannya dengan teror yang aku alami, ketika penjahatnya tertangkap akan kuhabisi dia!" Hyunjo mengepalkan tangannya dan menunjukkannya ke Jiahn yang membuatnya tertawa, sedangkan Jimin hanya menggeleng lalu menunduk menyembunyikan senyumnya.
"Hyunjo, tenanglah.... ini rumah sakit."
"Aku lapar, mau mencari makan. Kalian ingin sesuatu?"
"Tidak usah, setelah infusnya habis aku diperbolehkan pulang."
"Baiklah, aku pergi dulu. Hanbin, jaga temanku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreaker | proses!
FanfictionTentang friendzone Tentang unrequited love Tentang asing yang menjadi akrab Tentang akrab yang menjadi jauh Tentang jauh yang kemudian terlupakan Tentang obsesi untuk takut melepaskan Tentang mimpi dan harga diri Tentang ego yang tak mau berj...