EIGHTEENTH
- Tapi soal siapa yang paling merasa sakit jika fakta ini terkuak? Apa itu Jiahn, atau Jiyeon?-
10 November 2012, Seoul – 10.35
Hanbin melewati perkuliahannya hari ini. Gyuri yang terus meneleponnya seperti hendak menerornya membuat Hanbin tidak bisa memilah perasaan kesalnya karena terus ditelepon Gyuri atau kesal karena mendengar jawaban Jiyeon yang memang benar begitu adanya. Jadi tangannya yang menggenggam ponsel ia ayunkan ke arah kolam lalu melepaskan ponsel itu ketika tangannya mengarah pada kolam. Dalam hitungan detik, ponselnya meluncur ke dasar kolam hingga dia hanya menatapnya dengan tanpa ekspresi sebelum akhirnya dia kembali melangkah pergi melenggang meninggalkan gelanggang.
Seharusnya jika Jiahn marah padanya, dia bisa memukul Hanbin atau meneriaki lelaki itu seperti sebelum-sebelumnya. Tapi tidak dengan cara pergi dalam diam seperti ini. Bahkan bulan menunjukkan bahwa akhir tahun akan menjelang dan tahun akan berganti. Jika dalam waktu enam bulan kedepan dia tak menemukan Jiahn sama sekali, maka waktu setahun bergulir melewati Hanbin tanpa permisi dan ia gagal menemukan Jiahn selama itu pula.
Hanbin melangkah dengan pikiran melalang buana pada Jiahn yang mengomandoi setiap gerak langkah tungkainya yang turun dari bus menuju beberapa tempat yang ada dalam ingatan Hanbin bahwa mungkin Jiahn saat ini akan berada di sana. Itu mungkin saja jika dia tak pergi dari kota ini, dari Bundang.
Tapi, kenyataannya Jiahn pergi. Meninggalkan Bundang, suatu titik wilayah perbatasan Gyeonggi-Seoul. Tanpa jejak apapun. Atau mungkin orang yang tahu jejaknya diminta oleh Jiahn agar tak membuka mulut. Aroma kue beras pedas menguar dari dalam toko yang ia lewati dan menelusup masuk ke dalam rongga hidung Hanbin yang membuat langkahnya berhenti perlahan di depan toko. Dia pernah kemari bersama Jiahn, tidak ada yang istimewa kecuali hanya karena itu sudah menjadi potongan ingatan lama yang bernama kenangan.
Ditambah orang itu kini tidak tahu ada di mana membuat Hanbin rasanya ingin sekali mengambil beberapa rekaman kamera pengawas dalam toko jika saja masih ada. Namun sayang, toko itu tak menggunakan kamera pengawas sama sekali.
Itu hanya toko bergaya lama, dan sederhana yang tak begitu luas dan letaknya di antara restoran-restoran mewah yang memiliki arsitektur kekinian dan ini hanya sebuah toko kue beras biasa yang memang menjadi tempat para pelajar sekadar mengemil sewaktu pulang atau sebelum mereka pergi ke akademi yang tak jauh dari sini.
Hanbin melangkah masuk ke dalam, menyapu pandang pada beberapa pengunjung yang asyik dengan santapan mereka, juga dengan obrolan mereka masing-masing. Namun Hanbin sendirian. Lalu sang pemilik toko menuntunnya untuk duduk di sebuah bangku sudut yang ada di dekat konter dapur jauh dari pintu masuk toko.
Ya, karena tokonya tak lebar, tapi memanjang ke belakang. Nyaris dari mereka mengenakan seragam sekolah, memang hanya toko ini saja yang cocok atau ramah dengan kantong pelajar. Tapi, Hanbin ke sana bukan karena ingin makan murah. Tapi, ia ingin duduk di meja yang ada di sudut dekat pintu. Tempat itu namun ada yang mendudukinya, dua orang anak perempuan dengan seragam sekolah yang Hanbin kenali sebagai sekolah lama Jiahn yang dulu.
Tidak lama sepiring kue beras pedas dengan sebotol air mineral berada di meja Hanbin. Lantas Hanbin hanya mendongak, karena dia memang belum melakukan pemesanan sama sekali. Bibi pemilik toko tersenyum. "Sepertinya kau sudah jadi mahasiswa ya sekarang, mengingat kau tidak kemari cukup lama."
Hanbin hanya mengulas senyum tipis, yang ia tak tahu apa maknanya. Bibi pemilik toko lalu menyodorkan kue beras itu lebih dekat pada Hanbin, asapnya juga masih mengepul. "Makanlah, aku pikir kau akan kemari bersama teman perempuanmu yang biasa kemari juga."
"Dia ada ke sini?"
"Akhir-akhir ini tidak. Tapi, setengah tahun yang lalu atau mungkin lebih dia sering sekali kemari untuk sekadar meminta para pengunjung yang kebanyakan pelajar seperti mereka yang datang untuk mendukung musik ciptaanmu lewat sebuah website kampus untuk sebuah kompetisi musik. Dia sangat bersemangat dan mengatakan bahwa lagu yang kau ciptakan sangat layak untuk didengar oleh orangtua sepertiku sekalipun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreaker | proses!
FanfictionTentang friendzone Tentang unrequited love Tentang asing yang menjadi akrab Tentang akrab yang menjadi jauh Tentang jauh yang kemudian terlupakan Tentang obsesi untuk takut melepaskan Tentang mimpi dan harga diri Tentang ego yang tak mau berj...