interval 2 #16 /miss(ed)/

27 6 4
                                    

Sixteenth

- Satu yang kemudian kusadari adalah tirai kamar itu tak pernah lagi terbuka lebar saat aku membuka tirai kamarku untuk mencari udara segar. Dan, lampu kamar tak pernah dinyalakan. Sedang dia tak suka gelap.-

Agustus 2012, Seoul

H A N B I N

Ini sudah beberapa bulan sejak kami masuk ke perguruan tinggi. Dalam beberapa minggu lagi akan ada ujian akhir semester, kuliah tak begitu sulit yah walau pun kuakui masih banyak evaluasi yang tak hentinya dari berbagai mata kuliah dan profesor yang berbeda pula.

Hubunganku dengan Gyuri berjalan baik. Tidak menyangka bahwa kami bisa sejauh ini. Maksudku, aku sempat mendapat penolakan darinya, dan itu bukan hal baik. Aku sempat terpuruk kemudian marah padanya karena itu. Tapi, Tuhan seakan membuka jalan bagi kami untuk bersama. Dan tebak apa yang terjadi? Dia yang duluan mengajakku menjalin hubungan yang pernah kutanyakan padanya beberapa bulan sebelumnya.

"Aku hanya meralat jawabanku saja atas pertanyaanmu."

Dia bilang begitu saat aku menggodanya ketika kencan pertama kami. Kami hanya pergi jalan-jalan biasa, lalu makan di iysebuah restoran mi china yang baru saja buka tak jauh dari kampusku—aku benar-benar tak tahu bahwa itu bisa menjadi kampus kami berdua. Maksudku, kupikir Gyuri akan pergi ke luar negeri. Memperbaiki masa depannya yang sudah cerah sekali.

Jadi, itu yang dia maksud kejutan dihari pertama kami sama-sama menjadi mahasiswa.

Kami kemudian banyak bertemu di kelas yang sama. Tidak disangka, si ratu gosip Haesan—Jaeun lolos ke fakultas fotografi di KH. Dan menakjubkan, hidup perkuliahanku sangat indah, sangat di luar bayanganku. Aku bahkan masih merasa mustahil untuk menembus KH. Tersenyum seperti idiot saat aku mencetak kartu mahasiswaku bersama satu temanku yang kebetulan dia dari Daegyo, namanya Ki Donghyuk. Dia sedikit angkuh, pengganggu nomor wahid, suka sekali pada gadis cantik tapi tak punya pacar—dia bilang akan repot menutupi dari publik, dia percaya diri akan menjadi penyanyi papan atas Korea yang bisa membawa Hallyu Wave ke negara-negara lain. Tapi, dalam keindahan itu selalu ada celah yang membuat keindahan itu tak bisa dibilang indah. Itu karena tidak ada eksistensinya. Eksistensi dia, kau tahu? Temanku yang sangat berharga bagiku. Dia menghilang bagai salju yang tak akan tinggal begitu musim semi datang menjemput. Aku tidak tahu harus menyebutnya apa, dia pergi melarikan diri, dia pergi untuk mimpinya, atau dia pergi meninggalkanku tanpa kata.

Tanpa izin.

Tanpa bicara.

Aku tahu, dia tidak mesti minta izin dariku. Memang aku pacarnya? Aku mulai mengacau sepertinya. Tapi paling tidak dia mengatakan sesuatu, seperti bahwa dia akan pergi, mungkin mengatakan padaku bahwa dia akan kuliah di kampus lain—tentu akan mendukung dia dengan lapang dada. Tapi, aku hanya ditinggalkan oleh tanya besar. Kemana dia pergi? Kenapa dia pergi tanpa mengatakan apa-apa? Dia berada di kampus apa sekarang ini? Dan, menyedihkannya tak ada satu pun orang yang bersedia menjawab pertanyaanku. Bahkan ibu dan ayahku juga Hanwoong yang mulai jarang pulang ke rumah. Aku seperti orang idiot yang bertanya-tanya hal yang sama pada diriku tiap harinya, atau mungkin pada kamar gelap di seberang rumahku.

Kamar Jiahn.

Aku juga jarang melihat Bibi Seo di rumah, karena aku terkadang memilih bermalam di asrama dan kembali ke rumah ketika akhir pekan atau libur nasional.

Jiyeon sibuk ikut kompetisi sana-sini dan ibu bilang dia berhasil menembus olimpiade nasional.

Satu yang kemudian kusadari adalah tirai kamar itu tak pernah lagi terbuka lebar saat aku membuka tirai kamarku untuk mencari udara segar. Dan, lampu kamar tak pernah dinyalakan. Sedang dia tak suka gelap.

Heartbreaker | proses!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang