Kira-kira, seberapa lama kau mampu bertahan pada rasa suka pada lawan jenis? Jika itu lebih dari 3 bulan, itu artinya kau mencintainya. Setidaknya itu yang sering kubaca di artikel psikolog.
-SON JI AHN-
Suatu hari bulan Agustus ditahun 2010, Bundang
Tidak ada hari baik atau pun hari yang sial. Tapi, kebanyakan orang dulu percaya akan hal-hal seperti itu. Demi kebaikan hidup kata mereka, mengambil keputusan yang agak lama sepertinya lebih baik, daripada terburu tanpa melihat hal yang kemungkinan akan merugikan di masa depan.
Hari sudah terlalu jauh lewat dari hari tiadanya ayahku yang pergi tanpa mengucapkan salam perpisahan padaku sekitar setahun lalu di akhir musim panas. Cuaca yang mirip seperti sekarang, cocok untuk melakukan sebuah perpisahan jangka panjang yang tidak ada jaminan di masa depan untuk bertemu kembali, layaknya saat kau bersekolah kemudian kau lulus dan berjanji pada satu sama lain akan bertemu di waktu yang akan datang, singkatnya reuni. Tapi, hal itu nyaris tidak terjadi bahkan setelah setahun belakangan aku pergi –oh ralat. Aku pindah dari rumah beraksen kuno tradisional Korea ini ke daerah Bundang ini ke rumah dengan bangunan model yang tidak terlalu baru, tapi masih cukup tinggi untuk harga jualnya ketika ibuku yang bertindak sebagai kepala keluarga memutuskan membeli rumah itu dan menjual satu-satunya warisan ayah yang beliau tinggalkan pada kami.
Aku hanya bisa melihatnya dari luar. Ya, bangunan rumah kami dulu. Sudah ada penghuni lain di sana. Saat aku ingin sedikit mengintip ke dalam, sebuah sepeda berhenti di depanku yang membuatku nyaris salah tingkah. Tindakan sesukanya yang tidak aku sukai pada awalnya, menjadi sesuatu yang mengganggu di dalam pikiranku dan aku tidak tahu sejak kapan tindakan yang menurutku mengganggu itu berubah menjadi sesuatu yang lain, dan sulit untuk dijelaskan.
"Calon ketua kelas, rumahmu sudah kelewatan. Ada apa denganmu sampai setiap hari kerjaanmu pulang sekolah pergi kemari dan melihat rumah itu seperti kau mampu membelinya."
Aku tidak memberi gelagat aneh, hanya bersedekap sejenak kemudian mengalihkan pandanganku pada dia yang masih berada di atas sepeda. Jujur, mengagumkan juga dia tahu kebiasaanku setelah berteman tak begitu lama.
"Suatu hari aku akan membelinya. Kau mengikutiku lagi sampai sini?" Aku bertanya, kemudian dia mengangguk, detik berikutnya menggeleng. Ah, dia memang lelaki plin-plan. "Aku mau tahu rumahnya Gyuri, tapi aku ketinggalan mobilnya. Dan malah melihatmu di sini."
Aku ingin sekali mengulitinya saat menyebut nama perempuan itu. Itu membuatku harus tahu diri kalau perasaanku tidak bisa dibiarkan tumbuh dan mengakar kuat untuk orang ini. Karena, yah ...kenyataannya memang tidak indah. Bisa dekat dengannya setelah aku pindah dari sekolah lamaku dan bertemu dengannya, itu merupakan hal yang bisa dikatakan menakjubkan. Di kelas kami, dia tidak benar-benar dekat dengan siswi kecuali untuk beberapa urusan tertentu. Ah, keuntungan lainnya juga aku ternyata bertetangga dengan dia. Itu baru kuketahui hampir 4 bulan setelah kepindahan sekolahku, padahal aku sudah pindah rumah hampir 10 bulan lebih. Anggap saja hampir setahun.
Tapi, apa gunanya dekat jika dia hanya menganggapmu sebagai status awal orang asing menjalin hubungan atau interaksi.
Benar, teman.
Hanya teman.
Cuma teman sekelas.
Tetangga sebelah rumah.
Teman kelompok.
Sudah jelas, tadi dia menyebut nama Gyuri dengan intonasi antusias di awal dan melemah di akhir karena tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreaker | proses!
Hayran KurguTentang friendzone Tentang unrequited love Tentang asing yang menjadi akrab Tentang akrab yang menjadi jauh Tentang jauh yang kemudian terlupakan Tentang obsesi untuk takut melepaskan Tentang mimpi dan harga diri Tentang ego yang tak mau berj...