interval 1 #1 /Day and Night/

69 11 1
                                    

♥FIRST♥

- "Kesempatan yang datang itulah yang menentukan apa itu akan menjadi nasib atau justru menjadi takdir, tidak ada yang tahu selain semesta." -

2009, Musim Panas Agustus

"Ibu, ada yang baru pindah lagi di rumah sebelah?"

Ibu dari dua putra itu menjawab seraya merapikan piring-piring yang baru saja dicuci. "Bantu lah mereka, Hanbin. Kalau kau senggang."

Hanbin melotot mengangkat kakinya yang masih dibalut gips ke atas kursi meja makan yang berada di sisinya yang kosong. "Aku? Bu, aku baru pulih dari cedera kaki, bagaimana bisa membantu mereka?"

Ibunya hanya menggeleng dengan keluhan Hanbin yang seperti dipaksa, sementara saudara tertua dari Hanbin hanya tersenyum manis pada sang Ibu lalu membantunya mengikatkan kantong sampah di dapur yang sudah penuh. "Aku dengar Ibunya adalah orang tua tunggal dengan dua putri. Bersimpatilah sedikit pada tetanggamu, Kim Hanbin."

"Ibu, Hanbin itu tidak bisa diandalkan untuk soal simpatinya," Ibu kedua putra itu tertawa, "Hanwoong, Kau bisa bantu mereka nanti?"

"Serahkan pada Kim Hanwoong, Bu." Hanwoong meminum susu yang baru dituang adiknya ke gelas milik Hanbin. "Ya! Berhenti minum dari gelasku bodoh!"

"Aku tahu kau tidak sehigienis itu, Kim Hanbin. Itu semua pasti karena kau sedang naksir dengan gadis yang tidak jelas hadirnya itu."

"Tutup mulutmu!"

Hanwoong mencomot satu potong roti lapis selai kacang dan memasukkannya ke mulut, lalu tersenyum menggoda pada Hanbin dan meninggalkan adiknya di meja makan dengan kaki yang masih digips.

"Ibu, aku ingin melihat mereka dulu, kali saja mereka butuh bantuan."

"Baik lah,"sahut Na Hyeran–nama lengkap ibu dari kedua putra keluarga Kim. "Hanbin," Ibu melirik Hanbin yang menuang kembali susu dari karton putih yang baru saja ia ingin masukkan kembali ke dalam kulkas. "Cederamu itu bukan pura-pura,kan?"

Hanbin membulatkan mata. "Ibu! Ya Tuhan, aku memang sering membohongimu, tapi aku tahu batasannya." dengus Hanbin kesal karena dikira bohong oleh ibunya yang membuat Hyeran hanya tertawa renyah.

"Ya habisnya, aku sempat khawatir karena kau tidak mau sekolah formal karena ingin mengembangkan bakatmu menjadi komposer musik. Kali saja, ini salah satu alasanmu untuk kabur tidak mengikuti kegiatan di sekolah."duga Hyeran semakin membuat Hanbin kesal.

"Lagi pula, aku sudah berubah pikiran soal berhenti sekolah. Aku akan menyelesaikan sekolahku sampai di pendidikan tinggi. Ibu tidak perlu khawatir."

Hyeran malah merasa heran melihat anaknya yang lurus seperti ini. Tangan Hyeran menyampirkan poni Hanbin dan menaruh telapaknya di dahi putra bungsunya itu dengan kasar. "Sepertinya kau perlu ke dokter, Hanbin."

Hanbin menepis tangan ibunya pelan, "Ibu!" pekik Hanbin gemas. "Oh! Ibu tahu, pasti itu karena gadis yang dibahas Hanwoong,kan? Jadi, siapa gadis beruntung itu?" goda Hyeran terkekeh membuat pipi Hanbin bersemu namun wajahnya berubah muram dan menempel di atas kaca meja makan keluarga Kim.

"Dia bahkan tidak tahu sudah jadi gadis beruntung itu, Bu."

"Omo? Ada apa dengan putra ibu? Kenapa jadi malu-malu seperti ini? Kau pasti sangat menyukainya ya?"

Hyeran hanya tersenyum penuh arti lalu melangkah ke balkon rumah untuk memeriksa apa Hanwoong benar-benar membantu keluarga yang baru pindah itu atau pergi ke kafe internet yang ada di ujung jalan.

Heartbreaker | proses!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang