SIXTH
-Jika kau tidak bisa mengatakan bahwa kau bahagia setiap harinya, maka tolong katakan lah itu selama satu hari saat hari spesialmu.-
2011, Mei beberapa hari sebelum ulang tahun Jiahn
Daniel pikir ada hari esok di mana ia menemui gadis pemilik laptop itu akan kembali memandangi rumah majikan orangtuanya dengan tatapan menerawang. Tapi, setelah dipergoki secara tidak sengaja, sosok gadis itu tidak pernah kelihatan lagi muncul di depan jalan.
Daniel selalu membaca dokumen yang tertinggal di laptop itu setiap hari, mengulang kembali dokumen yang sudah ia tamatkan dalam membaca sekitar 20 menit jika membaca semuanya. Dokumen yang selalu ia hanya baca dan tidak ia ubah isinya sedikit pun. Dan hari ini, ia membacanya lagi.
Dulu, ketika aku di taman kanak-kanak semua orang dijemput oleh ibu mereka dan hanya aku yang dijemput oleh ayah. Itu terus berlanjut hingga tahun ketiga di sekolah dasar. Kupikir, ayah adalah seseorang yang tidak punya pekerjaan saat itu, tapi ternyata dia harus rela gajinya dipotong karena harus menjemputku disela jam kerjanya. Pernah, suatu kali saat tingkat menengah pertama ibu yang menjemputku dan Jiyeon, kupikir aku akan senang dengan itu. Namun ternyata, rasanya begitu asing saat orang yang duduk di sisiku bukan ayah. Ibuku memang selalu hebat memberikan atsmosfer asing seperti itu pada anaknya sendiri. (Diketik saat Musim semi, hujan lebat. Ayah yang tertidur di sofa menemaniku mengerjakan tugas meskipun ia lelah pulang dari tempatnya bekerja.)
Daniel kemudian menyimpulkan dari catatan sewaktu-waktu itu bahwa gadis itu tidak mempunyai hubungan yang akrab dengan ibunya tetapi lengket dengan ayahnya. Gadis itu juga sangat menyayangi adiknya, bisa terlihat dari beberapa foto yang dilampirkan di salah satu dokumen yang ia baca.
Daniel kemudian menerima telepon, seorang kenalan menawarinya pekerjaan paruh waktu setiap seminggu sekali membersihkan area kolam renang di sebuah gelanggang olahraga. Dengan antusias Daniel pun menjawab.
"Aku akan ke sana sekarang! Terimakasih, hyung!"
Ia mengangguk beberapa kali hingga akhirnya sambungan telepon ia sudahi, segera menutup rapat laptop itu kemudian bergegas menuju tempat kerja yang dimaksud.
**
◄▼Heart►breaker▲►
Jiahn telah rapi dengan seragamnya, giginya mengigit sepotong roti panggang buatan Jiyeon sementara matanya melirik pada pintu gudang saat ia sibuk mencuci tangan di wastafel. Ibunya masih tertidur, karena ketika Jiahn bangun subuh ini ibunya masih saja sibuk berkutat dengan beberapa berkas pengadilan yang harus ia siapkan karena ada sidang hari ini.
Ia belum punya waktu membereskan gudang, guna mencari laptop milik ayahnya yang ia sering pakai. Bukan laptop keluaran terbaru, hanya laptop model lama yang menyimpan beberapa kenangan lama miliknya. Tentu, jika ibunya tahu kalau Jiahn masih saja mencari laptop itu sampai sekarang, beliau akan marah besar.
'Kita pindah untuk memulai hal yang baru, berhenti mencari segala hal yang ada hubungannya dengan ayahmu. Dia tidak ada bersama kita lagi, ibu harap kalian mengerti. Itu hanya membuat kita semua semakin berat untuk melupakannya.'
Itu yang dikatakan oleh Eunjo pada Jiahn dan Jiyeon beberapa hari setelah merapikan barang usai pindah rumah ke sini. Satu-satunya yang diizinkan oleh dia hanyalah menaruh foto keluarga itu di ruang tamu. Atau itu hanya kamuflase bagi orang lain yang berkunjung ke rumah dan mengatakan bahwa keluarga Son adalah keluarga yang bahagia dan harmonis.
"Unni, aku rasa apa yang kau cari-cari itu sudah lama dibuang oleh ibu,"
"Setidaknya, tidak selama itu. Aku jelas-jelas mengemasnya dengan barang lain, jika saat hari kita pindah dan ibu mengeluarkannya dari tasku, maka hanya ada kemungkinan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreaker | proses!
FanfictionTentang friendzone Tentang unrequited love Tentang asing yang menjadi akrab Tentang akrab yang menjadi jauh Tentang jauh yang kemudian terlupakan Tentang obsesi untuk takut melepaskan Tentang mimpi dan harga diri Tentang ego yang tak mau berj...