Get Well Soon

73 24 14
                                    


🍃🍃

Kara pengen amnesia terus lenyap dari bumi.

Atau paling tidak, orang-orang yang saat ini menatapnya saja yang mendadak kehilangan memori.

KARA MALUUU, YA ALLAH...

"Sejak kapan manusia bisa nembus tembok, Kara Aurelie?"

Memalingkan wajah kearah lain, Kara rasanya tak punya tenaga untuk menjawab guyonan plus sindiran sang mama.

"Mama ngomong sama kamu, liat mama!" Wanita empatpuluh tahunan yang menyandang status sebagai mama Kara itu berusaha menahan amarah.

Bukan. Tentu saja bukan kepada putrinya. Tapi pada dirinya sendiri. Dia gagal, gagal memenuhi janji pada sang pencipta untuk menjaga amanah paling berharga ini.

lihatlah sekarang, dahi mulus itu membiru dan benjol cukup besar dipelipis kiri. Tak habis pikir bagaimana tembok selebar itu bisa Kara tabrak sampai pingsan. Untung temboknya tidak roboh.

"Lo baik-baik aja kan, Ra?" Lani bertanya hati-hati. Dia khawatir efek menabrak tembok membuat Kara amnesia dan berhalusinasi.

Gadis itu tak kunjung bersuara sejak sadar lima belas menit lalu.

Tak kunjung ada jawaban, Lani menghela napas. Gadis itu mengode Caca untuk mengambil alih. Siapa tau, dengan Caca, Kara akan angkat suara.

"Ra," panggil Caca pelan. Gadis itu bergerak mendekat dan duduk ditepi brangkar tempat Kara berbaring. "Lo nggak papa, kan?"

Kara nggak papa. Sumpah demi Allah, Kara benar-benar tidak kenapa-napa. Ya, lumayan ngilu disekitar jidat, tapi rasanya tak se serius yang dipikirkan.

Sosok-sosok yang berdiri dikaki Kara lah yang membuatnya tak mampu bersuara.

Mereka ngapain disitu?!! MASYA ALLAH..

Ada Adan didampingi Faza serta Sherin dan Dennis, juga

Kafa.

Cowok itu pake ikut segala.

Mereka 'ngeh' nggak sih Kalo Kara habis nangis??!!

Kara jelek nggak benjol gini? Ya ampuunn, Kara pengen pingsan lagiiii.

"Titip Kara bentar ya, tante mau izin bawa dia pulang." Mama Kara berpamitan. Mengusap lembut kepala putrinya yang masih menoleh kearah lain dan memejam mata rapat. "Kita kerumah sakit aja ya?"

Kara hanya mengangguk pelan. Selimut yang separuh tubuh, ia tarik sebatas leher.

Setelah mama Kara keluar, mereka yang tadinya menjaga jarak cukup jauh, meringsek mendekat. Mengelilingi brangkar Kara sampai-sampai hampir menindih cewek itu.

"Woi anjir! Mati anak orang!" Faza menarik mundur beberapa orang untuk kembali menjaga jarak. Kemudian merentangkan tangan agar tak lagi ada yang mendekat.

"Lo pasti bayangin tembok itu cogan kan, Ra?" Ujar Sherin  disertai senyum geli, "berharapnya dada bidang, eh malah disambut bidang bangunan."

Mereka semua tertawa. Yang paling kencang tentu saja Lani dan Caca. Kalo urusan mengolok-olok Kara, kedua orang itu jagonya.

"Lo gak liat jalan apa gimana, Ra? Kok, bisa-bisanya nabrak tembok gitu?" Faza tak habis fikir dengan sepupu jauhnya ini. Gara-gara Kara, rencananya mau cabut musnah melihat cewek itu berlari kencang dikoridor aula, lalu menabrak dinding perpustakaan dengan cukup keras. Faza sampai bergidik ngeri membayangkan bagaimana ngilunya.

Kalau ada yang bertanya apakah Faza yang membawa Kara ke UKS? Jawabannya sudah pasti tidak. Kara berat woi!  Tadi saja, yang membantu mengangkat Kara ada tiga orang. Kalau tadi dia hanya sendirian, Faza memilih jalan aman dengan menggulingkan Kara ketengah lapangan.

Remaja Kita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang