Everyone is There

41 13 1
                                    

🍃🍃

Kafa tak pernah merasa seburuk ini. Saat dulu, ia dipanggil psikopat hanya karena tak sengaja memukul anjing yang memangsa kucingnya hingga mati, Kafa masih merasa baik-baik saja.

Tapi hari ini, ketika akhirnya apa yang ia takuti terjadi, Kafa merasa ia lebih baik tak pernah ada.

Kara Aurelie isn't normal.
She's LESBIAN, WOW!!

Kalimat itu tidak panjang. Tapi mengandung bom waktu yang siap meledak kapan saja. Mereka seperti ingin bercanda. Ada foto Kara terpampang disana. Gadis itu tengah tersenyum manis mengingatkan Kafa pada kenangan mereka saat berada di WARUNG KITA.

Kafa memperlaju larian. Menabrak apa saja yang berada didepannya hingga tiba diruang kelas paling ujung gedung IPA. Tak peduli pada tatapan penuh tanda tanya yang ia dapatkan, Kafa memburu gadis berambut pendek disudut ruangan yang tengah fokus pada ponsel digenggaman.

"Lo adminnya, kan?" Sambar Kafa tanpa pembukaan.

Gadis itu berkerut bingung, "apa?"

"Lo admin akun jatidarmanews, i-ya-kan?" Ulangnya muak.

Perlahan, kepala gadis pemilik nama Gania itu mengangguk. "Ya...?"

"Hapus postingan sialan itu." Perintah Kafa penuh penekanan.

Gadis dihadapannya gelagapan. "Postingan apa?!" Gania Mengecek kembali ponselnya kemudian memucat ketika postingan beberapa menit lalu dari akun yang ia kelola terpampang disana. "Bu-bukan gue yang posting!" Protesnya takut-takut. "Admin akun itu bukan cuma gue. Ada tiga orang lagi,"

"Gue gak peduli." Kafa berdesis sinis. Sekarang, siapapun setuju jika ekspresinya hari ini mirip psikopat berdarah dingin. Dia tak peduli apapun lagi. "Yang gue tau, lo punya akses masuk buat hapus postingan itu. Atau..." Kafa menggantung kalimatnya. Menumpu kedua tangan diatas meja, menundukkan kepala semakin mengintimidasi Gania yang refleks memundurkan wajah. "Gue sendiri yang bakal bertindak."

"O-oke." Gania tak bicara banyak. Tangannya lincah mengoperasikan ponsel hingga beberapa menit kemudian menunjukkan hasil perbuatannya pada Kafa.

"Udah, kan?" Tanyanya.

Kafa tak peduli lagi. Melenggang santai meninggalkan kelas XII IPA 5 tanpa pamit penjelasan.

"Ada apa, sih?!"

"Diapain elo Nia?"

"Gara-gara postingan terbaru itu, kan? Udah gue bilang jangan sembarangan bikin..."

Kafa mendengar beberapa dari mereka bicara. Disepanjang koridor, dia tau langkahnya diperhatikan. Penuh tatapan tak percaya menyaksikan Rakafa Ditya yang sama sekali tak menonjol karena terkesan kalem dan pendiam, kini tampak berantakan dan terkesan badboy.

Kancing seragamnya sudah terlepas semua. Kaos putih yang melapisi sudah basah separuh. Sorot matanya menajam dengan rambut yang juga sudah lepek melekat didahi. Jauh sekali dari apa yang selama ini ia tampilkan.

Ketika mencapai pintu kelas, Kafa pikir hari ini sudah cukup. Memastikan Kara atau paling tidak teman-temannya tak menyaksikan postingan itu sudah ia lakukan. Tapi sekali lagi, tak ada kehendak manusia yang sejalan dengan rencana manusia lainnya. Terbukti dengan wajah iba yang ditunjukkan Dennis seraya meminta Kafa membuka aplikasi sosial media mereka.

Detik setelahnya, Kafa hampir roboh. Ini lebih buruk. Ada puluhan akun yang memposting foto Kara disertai hastag sialan yang membuat pemuda delapan belas tahun itu naik darah. Yang paling tak terduga, beberapa mengklaim kebenaran berita itu dengan memuat bukti foto.

Remaja Kita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang