🍃🍃
Ada yang berbeda dari hidup Kara akhir-akhir ini.
Setelah 'reuni' tak disengaja dengan Adan di perpustakaan kota, kini keduanya menjadi lebih dekat dari yang pernah Kara bayangkan.
Adan, ntah secara kebetulan atau kesengajaan selalu terlihat dimata Kara. Maksudnya, mereka selalu bertemu ditempat-tempat tak terduga. Lalu, Adan akan mengajaknya duduk tenang ditaman, atau kafe berdekatan. Membicarakan hal-hal random yang terkadang terkesan agak canggung.
Kara belum terbiasa tentu saja.
Adan adalah satu dari sekian banyak masalalu yang ia punya. Cowok itu menempati list teratas--setelah Kafa--sebagai seseorang yang memberi kesan berbeda dalam hidupnya. Masa remajanya.
"Ra?" Adan memanggil pelan. Sejak tadi bisa ia rasakan Kara tak nyaman berada disini. "Lo, baik-baik aja kan?" Ntah karena terlalu ramai orang, atau justru,
Karena keberadaannya.
Memikirkan hal itu, Adan hanya bisa terkekeh hambar. Kara pasti belum lupa. Dan mungkin tak akan pernah lupa.
"Ra, we need to talk." Adan menyerah. Sekian lama ia menunda maksud selalu 'menyengajakan' diri bertemu Kara tentu tak akan berakhir baik.
Siapa yang akan baik-baik saja saat bertemu lagi dengan seseorang yang merusaka masa remajanya? Tidak ada.
"Kita ... lagi ngomong, kan?"
Adan menggeleng, "bukan ini, Ra." Katanya kemudian. "Gue tau beberapa hari ini lo pasti nggak nyaman banget karna ketemu gue terus. Dan gue tau lo nyoba sebaik mungkin pura-pura kalo lo baik-baik aja. But, semuanya terlalu obvious buat gue. Sikap lo, cara lo ngomong, lo nunduk tiap kali ketemu gue, semuanya didiri lo terlalu spesifik nunjukin lo gak suka kita ketemu."
"Dan, gak gitu ..." Kara memelas. Dia yang tadinya menunduk, mengangkat kepala. Menatap Adan yang kentara sekali terluka. "Gue cuma ..."
"Cuma belum siap." Adan memotong seraya tersenyum kosong. "Gue tau, Ra. Tau banget karna gue bukan lagi Adan tiga tahun lalu. Gue bukan cowok pengecut yang cuma mikirin perasaan gue sendiri. Gue bukan remaja brengsek yang sok-sokan ngejagain lo pake cara tolol. Gue bukan dia lagi, Ra." Ada emosi yang mengalir dari setiap kata yang Adan ucapkan. "Dan gue pengen lo tau itu."
Kara kembali menunduk. Menyembunyikan tangis yang sialnya tak bisa lagi ia tutupi meski bibirnya berdarah karena digigit terlalu kuat.
Adan hanya membiarkan gadis itu terisak. Bukan abai, cowok itu tau Kara memerlukan pelampiasan atas rasa sakit yang mungkin masih berbekas. Adan rasa semuanya cukup.
Cukup sampai disini luka Kara. Cukup sampai disini perasaannya. Cukup sampai disini, kisah remaja mereka. Sejak kembali bertemu beberapa hari lalu, Adan tau ada yang berubah selama tiga tahun berakhir.
Dihatinya, Kara telah sirna. Tak ada lagi debaran itu, tak ada lagi rasa ingin memiliki, dan tentunya tak ada lagi keinginan menjaganya tetap disisi. Adan telah memahami semuanya. Dan ia rasa, sekarang ia telah baik-baik saja.
Terlalu baik-baik saja.
"Kita lupain semuanya, ya, Ra?" Adan tersenyum hangat, "gue, lo, dan orang-orang yang kenal kita pasti seneng kalo tau kita bisa ngomong berdua kayak gini sekarang."
Kara masih menangis saat kepalanya mengangguk setuju. Membalas senyuman Adan seraya mengusap airmatanya sendiri.
"Sekarang ... kalo gue inget apa yang udah gue lakuin waktu SMA dulu, rasanya pengen gantung diri saking malunya." Adan menggeleng tak habis pikir mengingat kelakuannya dahulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Remaja Kita (End)
RastgeleFollow boss yak..😁 cover by:Lailatulwahida07 Masa remaja Kara terlalu biasa. flat, hambar dan hampir bisa dibilang nggak ada rasanya. well, selain menjadi secret admirer Kafa, cowok ganteng plus kalem jagoan Karate dari IPA, dan jangan lupakan kesi...