Let's Date

81 22 13
                                        


🍃🍃

Canggung.

Itulah suasana yang tengah Kara rasakan. Bertemu Ariq setelah berita yang ia dengar tadi pagi, rasanya seperti bertemu mantan yang sudah punya gandengan.

Kan sadis!

"Hai juga, Riq." Kara membalas canggung sapaan Ariq yang sudah berlalu sekian menit. Bertemu tanpa sengaja dengan cowok yang pernah menghabiskan malam minggu--meski berantakan--bersamanya beberapa waktu lalu didepan sekolah sendiri, nyatanya mampu membuat otaknya nge-blank parah. Andai tidak disikut perlahan oleh Lani, Kara yakin dia akan tetap membisu seperti orang bodoh.

Ini baru Ariq, pemuda yang notabene tak punya tempat khusus dihatinya. Kalau Kafa yang mendadak punya gandengan bagaimana? Cih, tak perlu ditanya. Kara akan berlutut--kalau perlu sampai guling-guling-- meminta doraemon memberi izin meminjam satu pintu kemana saja miliknya.

Pinjam doang kok, Kara janji bakal balikin!

"Jati Dharma jam pulangnya emang sore, ya?" Ariq berbasa-basi. Cowok itu sesekali menggosok belakang lehernya mencoba nyaman.

Lagi, Kara disikut Lani. "Eh, iya. Sore anak kelas sepuluh sama sebelas ekskul, kalo kelas dua belas les gitu, persiapan UAS."

Ariq mengangguk pelan. "Lo mau pulang?"

Menurut lo??!!!

Batin Kara berteriak kencang. Tapi untuk menjaga kedaulatan wanita yang ia punya, Kara hanya berdehem kecil. "Lo jemput siapa?"

Uhuk! Lani dan Caca tersedak. Sedari tadi memperhatikan interaksi dua makhluk yang katanya pernah rapat meski beberapa saat, menjadi canggung begini awalnya terlihat asik.

Tapi pertanyaan bego yang Kara lontarkan membuat mereka menelan ludah terlalu banyak dan cepat hingga tersedak kecil.

Kara tau dimata sahabatnya dia terlihat bego dengan bertanya begitu. Namun, melihat reaksi tak biasa Ariq, gadis itu jadi mengulum senyum.

Ariq pasti mengira Kara tak mengetahui bahwa ia sudah punya pacar.

"Kak Ariq!"

Suara lembut dan sedikit nyaring memanggil nama Ariq membuat Kara menoleh. Dibelakangnya, gadis cantik dengan rambut tergerai panjang hingga menyentuh bawah pinggang tersenyum melambai anggun kearahnya.

Kearah Ariq maksudnya.

Seperti namanya, Queen berjalan anggun bak seorang putri raja. Andai didunia nyata ada fitur slow motion, Kara yakin dia bisa melihat jelas bagaimana bulu mata lentik itu berkedip diikuti kibasan rambut yang tertiup angin.

Ah, siapa yang tidak jatuh cinta pada gadis ini?

Kalau Kara lelaki, dia juga pasti terjerat. Untung Kara seorang perempuan. Yang bisa melihat mana perempuan "benar-benar" cantik, dan mana yang hanya sekedar cantik.

Ngomong-ngomong Queen, gadis ini masuk tipe kedua.

"Aku pikir kakak gak bakal dateng, makasih lho udah dijemput." Queen melewati Kara begitu saja.

Lihatkan betapa laknatnya adik kelas satu ini. Bukan hanya pada Kara, tapi seluruh cewek angkatan kelas tiga juga tau betapa menyebalkannya Queensya Hani.

Dari ekor mata, Kara bisa melihat bibir Caca berkomat-kamit pelan mengejek. Cewek itu lantas mendengus saat Kara memperingatinya dengan gelengan.

"Eh, Kara? Sejak kapan disitu?"

Tarik napas, buang. Tarik napas, buang. Istigfar, istigfar, ingat dosa lo udah banyak. Jangan nambah dosa dengan nyantet anak orang. Kara berkali-kali mengingati dirinya sendiri. Membuang wajah kesamping agar Ariq tidak melihat betapa merahnya wajahnya sekarang.

Remaja Kita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang