Happy reading yall♥️
XOXO
🍃🍃
Kafa setuju jika ada yang menyebutnya brengsek. Menerima Renata, lalu menganggap gadis itu sebagai Kara tentu sebuah hal gila yang sayangnya sudah ia lakukan.
Kafa akui Renata gadis yang baik. Berparas manis, dengan postur tubuh mirip Kara. Mungkin itulah kenapa dia sama sekali tak menolak kala cewek itu mendekatinya. Dia membiarkan Renata terlarut dalam ekspektasi bahwa ia akan luluh jika terus diperjuangkan.
Kafa lagi-lagi mengakui ia brengsek. Tapi salahkan juga Kara Aurelie yang ntah sengaja atau tidak terlanjur mengikatnya dengan kuat. Merasuki segala pikiran Kafa dengan semua hal-hal sederhana yang begitu mempesona.
Gilanya, Kafa bahkan menyukai bagaimana Kara berkedip.
Kara dan dunianya. Gadis itu mengakuisisi seluruh rasa yang Kafa punya tanpa bertindak lebih. Kafa sendiri juga tak mengerti bagaimana.
Jujur, Kafa tak tega. Benar-benar tak tega melihat Renata terisak pilu mendengar curahan hatinya. Dia laki-laki biasa, dan tak pernah terfikirkan oleh Kafa jika seorang gadis akan menangis karenanya. Hanya saja, akan lebih kejam jika membiarkan hubungan mereka berjalan jauh.
Renata tentu akan sangat terluka.
"Air, bang?"
Lamunan Kafa buyar saat suara halus menyapu telinganya. Menunduk, Kafa menemukan seorang gadis mungil menyodorkan botol air mineral dengan jemarinya yang tampak bergetar. Mungkin kedinginan karena hujan kecil sudah mengguyur beberapa saat lalu.
"Berapa?" Kafa mengambilnya. Menciptakan senyum lebar pada bibir mungil yang cukup pucat itu.
"Lima ribu."
"Jangan ada kembalian, ya." Kafa menyerahkan selembar uang limapuluh ribu rupiah. Dia tak mampu menahan senyum melihat binar bahagia bocah kecil itu saat menerimanya.
"Makasih, bang!" Bocah itu berlari. Menuju seseorang yang sepertinya sudah menunggu sejak tadi.
Namun, bukan pada aura kebahagiaan yang menguar dari dua gadis berbeda usia didepan sana mata Kafa tertuju. Justru pada sosok yang sedang berjongkok dengan bahu bergetar tak jauh dari tempat ia berdirilah tatapannya terpaku.
Disana, Kara Aurelie tampak menangis hebat. Kafa tak perlu memastikan apakah itu benar-benar Kara, karena kini langkah kakinya sudah tertuju kesana. Satu hal yang ia tau, dia tak pernah gagal mengenal sosok Kara meski yang terlihat hanya sebatas kaki.
Kafa berdiri kaku untuk beberapa saat. Dia kebingungan, bertemu Kara dalam situasi tidak terduga seperti ini harusnya ia hindari, tapi perasaan menggebu didada menolak opsi itu kuat-kuat. Tangannya terulur menyerahkan sebotol air mineral yang belum ia sentuh sama sekali. Gadis itu mengambilnya. Minum perlahan sambil sesekali mencoba mengatur napas.
Kara berhasil tenang. Dan moment yang Kafa tunggu akhirnya tiba. Gadis itu mendongak lalu melebarkan mata, reaksi terkejut yang paling Kafa rindukan tiga tahun terakhir ini. Dada Kafa menghangat, kecewa yang dulu pernah bersarang menguap dalam sekejap. Tangannya terulur menyambut Kara untuk digenggam. Dan saat gadis itu membalas tanpa banyak kata, Kafa membawanya beranjak.
Kafa tau Kara pasti kebingungan. Hubungan mereka tidak baik-baik saja sejak terakhir bertemu. Kafa mendengar bagaimana gadis itu menggumamkan namanya seolah memastikan itu benar-benar dia. Saat menoleh, Kafa tak melakukan apapun selain mempererat genggaman tangan mereka.
Kara harus tau jika rindu Kafa sudah tak terhitung lagi jumlahnya.
"Kafa ..."
Kafa mendengar gadis itu bergumam. Dia menoleh untuk kemudian menemukan Kara menatapnya dengan sorot tak percaya. Kafa mengulum senyum setelah kembali menoleh kedepan.
Menahan diri agar tak gegabah menarik Kara Aurelie dalam pelukan erat.
Dan setelah langkah-langkah panjang yang sudah mereka lewati, kata maaf yang Kara ungkapkan menjadi moment paling manis yang pernah Kafa saksikan.
Dia terpaku, tak mampu bereaksi untuk beberapa waktu. Sampai Kara menawarkan untuk pulang dan menyambung langkah. Barulah Kafa menarik diri dari ketersimaan. Dia mengambil jemari Kara lagi, mengenggamnya jauh lebih kuat lalu senyum nya terbit begitu saja.
Untuk ratusan hari yang kosong tanpa Kara disisinya, Kafa menuntaskannya hari ini.
"Ra," Kafa memanggil gadis itu lirih. Mungkin Kara tak mendengar, cewek itu sama sekali tak menoleh kearahnya.
"Aku sayang kamu."
Dan yang selanjutnya terjadi adalah Kafa ditimpa hujan.
Kara yang sedang memegang payung berdiri kaku dua langkah dibelakangnya. Gadis itu tertegun seolah sedang berusaha memproses apa yang Kafa ucapkan.
"Hei," Kafa menghampirinya cemas, "Kenapa? Aku salah ngomong?" Dia mengusap lembut pipi Kara yang dingin.
Dasar Rakafa Ditya!
Dia tidak tau saja Kara sedang mati-matian menahan persendiannya agar tetap bisa berdiri tegak. Meski didalam hati, dia tengah meleleh sejadi-jadinya.
Pleaseee!! Kara gak mau malu-maluin!
🍃🍃
Ini dari sisi Kafa😄
Gimana?
Cukup?
Boss
Fika
Baca You Never Ask yuks!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Remaja Kita (End)
De TodoFollow boss yak..😁 cover by:Lailatulwahida07 Masa remaja Kara terlalu biasa. flat, hambar dan hampir bisa dibilang nggak ada rasanya. well, selain menjadi secret admirer Kafa, cowok ganteng plus kalem jagoan Karate dari IPA, dan jangan lupakan kesi...