Kilas Balik

51 17 4
                                    

🍃🍃

Dua tahun lalu...

Jati Dharma masih dalam euforia tahun ajaran baru. Kumpulan murid kelas satu juga sedang dalam masa adaptasi pengenalan lingkungan sekolah. Kantin, perpus, ruang guru, ruang kelas, dan senior-senior idola masuk jajaran list sesuatu yang wajib dihapal dan diingat dengan baik.

Berisik. Adalah satu kata yang tergambar dalam benak pemuda jangkung dengan seragam yang dua kancing atasnya tidak terpasang. Tubuh tegapnya menyender ditembok samping gedung jurusan IPS dengan wajah tertekuk dan tidak ikhlas.

"Dan,  cewek disamping tiang bendera itu cantik, ya? Manis imut gimana gitu,"

Adan menoleh. Memperhatikan kumpulan cewek-cewek seangkatan dengannya yang berdiri ditengah lapangan sedang mengadakan gladi bersih upacara bendera senin besok. Para siswa baru memang ditugaskan menjadi pengisi acara sebagai permulaan dibantu beberapa kakak kelas dan OSIS.

"Yang mana?" Adan  memastikan jika gadis dengan rambut hitam sedikit dibawah bahu itulah dimaksud Dafa.

"Yang pake bandana pink, ditambah kena matahari pagi, Fabiayyi'ala irabbikumma tukadziban. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan?"

"Oh, iya. Cantik." Hanya sebatas itu respon Adan yang membuat Dafa mendengus kecil. Cowok itu tak pernah tau, jika gadis pemilik nama lengkap Kara Aurelie itu sudah Adan tandai jauh-jauh hari. Sejak pertemuan pertama mereka saat pendaftaran masuk kejenjang SMA.

***

"Lo gak lagi ngelawak kan, Dan?" Wajah pias Dafa kentara sekali. Cowok itu syok mendengar fakta yang baru saja Adan beberkan. Padahal, baru kemarin ia terjerat pesona gadis manis yang baru ia tau bernama Kara.

Adan tersenyum tipis, "Gue harap, lo jaga aib ini baik-baik. Cewek itu gak salah, rasa yang gak wajar itu yang salah."

"Tapi ... " Dafa tak mampu meneruskan kalimatnya. Ucapan Adan disertai fakta pendukung yang mustahil ia tepis ke sahihannya. Tapi, apa mungkin hubungan semacam itu benar-benar ada? Terlepas dari mereka baru remaja yang masih tahap pertumbuhan, rasanya ganjil gadis cantik sejuta pesona itu menjatuhkan pilihan terhadap sesama jenis.

"Lo bantu gue peringatin orang-orang yang mau deketin dia, Daf. Dengan catatan, mereka harus tutup mulut. Jangan sampe kaum cewek-cewek tau, gue yakin dia bakal dibully habis-habisan. Lo boleh kecewa, tapi menghakimi orang yang gak bisa ngelawan takdir juga gak bener."

Mengangguk lemah, Dafa hanya bisa tertunduk lesu setelahnya. Cowok itu meninggalkan Adan tanpa menoleh lagi. Tanpa sadar jika yang baru saja ia percayai sedang menarik senyuman penuh kemenangan.

"Kara punya gue." Adan punya semboyan itu sejak beberapa hari lalu.

***

"Ngaco lo!" Dennis tertawa tak habis fikir. "Siapa yang nyebar fitnah beginian, kasi tau gue orangnya."

"Gue taunya dari Adan. Tapi kalo lo perhatiin baik-baik, emang ada benernya Den. Cewek itu terlalu over sama sahabatnya,"

"Lo gak ngerti sahabatan versi cewek, ya? Pelukan, pegangan tangan, bahkan ciuman sekalipun halal sesama perempuan."

"Tapi mereka bawa-bawa feeling. Itu bukan lagi rasa sayang kesahabat, tapi kepasangan."

"Sok tau lo urusan hati orang! Udahlah, males gue sama lo."

"Tugas gue cuma ngingetin lo doang. Percaya atau enggak urusan lo, kecewa juga lo yang nangggung."

"Udah bangsat! Balik kehabitat lo sana!"

Remaja Kita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang