🍃🍃
"Akhirnya,"
Kara menatap datar ketika gadis dihadapannya terkikik kecil setelah menarik napas lega. Cewek itu bersikap seolah bertemu Kara adalah hal yang paling ia tunggu sepanjang hidup.
"Lo kaget nggak, sih?!" Nada geli terselip disana.
Kara jengah. Rambut hitam sepunggungnya sudah agak lepek. Dan akan semakin lepek mengingat suasana disekitar mereka yang mulai memanas.
"Oh, nggak kaget ternyata. Well, gue emang se famous itu sih,"
"To the point, bisa?" Sela Kara muak. Melihat wajah dihadapannya ini lama-lama, dia bisa darah tinggi, sakit jantung, gangguan syaraf, dan lebih parah lagi stroke berat. "Apa maksud semua pesan-pesan itu?"
Wajah menyebalkan dihadapan Kara berubah bengis. Kilat matanya menunjukkan kebencian besar. Kara sedikit tersentak ketika cewek itu maju selangkah mendekatinya.
"Gak usah sok polos, Ra. Gue ga tahan buat gak jambak lo sekarang juga." Suara itu tertahan diantara gigi.
Kara memalingkan wajah kesamping, memejamkan mata saat hampir kehilangan kekuatan untuk menguasai diri. Bagaimana bisa gadis cantik dan anggun itu berubah mengerikan seperti sekarang?
"Gue gak ngerti apa yang lo omongin." Kara mendapat kekuatannya lagi. "Kita bahkan gak sedekat 'itu' buat punya dendam pribadi."
"Ariq." Nama itu tercetus dengan nada geram. "Ariq Riandi. Apa yang udah lo lakuin ke dia? Lo pelet pake apa cowok gue?!
"Queen!!"
"Apa yang bikin lo segitu istimewanya, sampe-sampe dia gak bisa ngelirik gue sedikit aja?" Suara Queen melirih, sedih, kecewa, marah, emosi itu bercampur aduk dan tersalurkan dengan cara yang buruk. "Gue capek, Ra. Capek harus pura-pura ga papa didepan dia walaupun gue jelas tau dia gak pernah suka sama gue. Gue capek denger dia ngomongin lo tiap hari. Capek liat dia pura-pura peduli sama gue, jemput gue kesekolah padahal itu cuma alibi buat ketemu sama lo. Harus sampe mana lagi, rasa sakit gue? Dan lo masih kayak biasa. Belagak jadi manusia paling suci yang ga tau apa-apa, licik banget lo, Ra."
"Queen," suara Kara bergetar. "Gue sama Ariq nggak ada hubungan apa-apa. Kita bahkan gak pernah komunikasi lagi beberapa bulan ini. Gue harus gimana supaya lo percaya kalo gue sama sekali gak ada maksud buat nyakitin lo. Gue harus gimana, Queen?"
Queen terdiam. Melihat Kara yang kini sudah berkaca-kaca, memantik rasa simpatinya. Biar bagaimanapun, dia tidak bisa melupakan fakta bahwa gadis itu tak punya niat menyakitinya. Queen menyadari itu dengan baik.
Dia akui dia memang terkesan egois dan jahat. Mengorbankan Kara sebagai pelampiasan rasa sakit yang ia rasakan, meski tau gadis itu tak benar-benar bersalah. Salahnya Kara hanya satu,
Dia disukai Ariq.
Kisah lama mereka klise. Sejak sama-sama masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, nama Kara tak asing ditelinga Queen meski mereka tak pernah satu kelas. Kara mungkin tak begitu mengenalnya, mengingat gadis itu terkesan pendiam tapi punya cukup banyak teman dan kesibukan.
Sandy Ilham. Teman satu kelasnya yang membuat Queen tak bisa untuk tidak tersenyum saat melihat wajah itu. Cukup populer setelah menang saat pemilihan ketua OSIS meski harus dicopot beberapa bulan kemudian karena tidak mencerminkan kelakuan yang baik. Tapi Queen menyukai bagaimana badboy itu berperilaku. Sandy yang terkesan dingin, namun hangat saat bersama dengan orang-orang didekatnya.
Terlebih Kara. Queen ingat bagaimana seriusnya Sandy ketika mencalonkan diri sebagai ketua OSIS hanya agar diterima oleh Kara. Mereka berpacaran, dan Queen terpuruk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Remaja Kita (End)
AléatoireFollow boss yak..😁 cover by:Lailatulwahida07 Masa remaja Kara terlalu biasa. flat, hambar dan hampir bisa dibilang nggak ada rasanya. well, selain menjadi secret admirer Kafa, cowok ganteng plus kalem jagoan Karate dari IPA, dan jangan lupakan kesi...