🍃🍃
Kara tidak suka dikasihani. Sangat. Dia tidak membenci rasa simpati, hanya saja jika sudah mencapai tahap dimana dia akan terlihat menyedihkan, disitulah perasaan tidak terima dalam dirinya muncul.
Hei! Kara tak se mengenaskan itu. Dia masih bernapas, masih bisa tersenyum dan tertawa. Dia masih baik-baik saja. Dan Kara rasa, dia akan tetap begitu hingga hari-hari selanjutnya.
Kara selalu ingin mengatakan itu jika ada yang mengasihaninya.
"Jadi, Queen yang ngirim pesan laknat itu?" Hampir sekian menit hening, Caca buka suara. Sedari tadi, mereka hanya saling diam dibangku taman itu.
Kara mengangguk lemah. "Gue udah curiga sejak malam gue hubungin nomor misterius itu. Suaranya familiar, lo tau kan suaranya Queen itu unik? Dan puncaknya waktu di WARUNG KITA. Gue kaget liat tatapan benci dia, sempet gak percaya kalo Queensya Hani yang keliatan lemah lembut bisa ngucapin kata yang menurut gue terlalu mature buat kita denger. Sampe akhirnya gue sadar kalo tebakan gue gak salah." Kara menghela napas berat, "yang bikin gue makin gak habis pikir itu Ariq. Kenapa harus Ariq, coba? Apa hubungannya sakit hati dia ke Ariq sama gue? Padahal, lo tau sendiri Ariq sampe nge hide gue sejak pacaran sama Queen. Gue bingung, Ca. Bingung banget,"
Caca tak tau harus bagaimana menyikapi kerumitan kisah Kara. Dia pikir, sesederhana Kafa yang jelas-jelas tertarik pada sahabatnya itu, Kara tak akan kesulitan menghadapi apapun lagi.
Dia tinggal menunggu waktu dimana Kafa dan Kara menjadi pasangan dua 'K' yang fenomenal. Ntah kenapa Caca meyakini dua orang itu punya hubungan kuat.
Tapi, Queen? Ariq? Dua orang itu tak Caca mengerti sama sekali kenapa bisa sampai tersesat dan membuat kisah dua 'K' jadi rumit.
Parasit sekali mereka.
"Menurut gue, sumber dari segala permasalahan ini Ariq. Lo harus ngomong sama dia, Ra. Minta dia kasi pengertian ke Queen. Jelasin supaya kesalahpahaman ini gak makin kacau. Kasian elonya, Queen juga."
Kara diam memikirkan. Caca benar, menurut kesimpulan dari apa yang Queen sampaikan lewat pesan maupun saat bicara tadi, Ariq adalah alasan kenapa dia membenci Kara. Jika Ariq mau memberi cewek itu pengertian, mungkin Queen akan melunak dan mereka bisa 'sedikit' berteman.
Jujur saja, sejak awal sebelum dia tau Queen tidak menyukainya, dia juga tak menyukai gadis itu.
Well, sekarang sepertinya impas.
"Udah lama gak komunikasi lagi sama Ariq. Tapi, i'll try. Lo ikut, ya?"
Menyipit ragu, Caca mengangguk saja. "Gak janji tapi," katanya membuat Kara mendesah kecewa, "itu terhitung privasi, Ra. Lucu dong kalo gue disana sedangkan lo berdua ngomongnya masalah hati. Gue masih punya malu kali."
"Iya juga sih."
"Kelas yuk?" Caca berdiri, "Tadi gue bilangnya mau ketoilet soalnya Rindu mau ikut. Lo bisa bayanginkan gimana kalo dia tau yang bikin lo gak bisa tidur itu, Queen? 'Queensya Hani pernah tinggal kelas' bakal jadi trending topik di Jati Dharma besok."
Ah iya. Kara lupa pada fakta bahwa dia dan Queen sempat satu angkatan saat SMP dulu. Jujur, dia tak terlalu mengenal Queen. Hanya pernah bertemu saat berkunjung ke kelas salah satu mantannya waktu itu.
"Anak JD belum banyak yang tau, ya?" Tanya Kara hati-hati. Sembari berjalan, ia melirik kanan kiri takut ada yang mendengarkan.
"Anak Jati Dharma yang pernah satu SMP sama kita bisa keitung, Ra. Lagian, mereka gak bakal ngurusin masalah gituan sama kaya kita. Tapi kalo udah di pancing gini, siapa juga yang gak mau makan umpan."
![](https://img.wattpad.com/cover/251135951-288-k380075.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Remaja Kita (End)
RandomFollow boss yak..😁 cover by:Lailatulwahida07 Masa remaja Kara terlalu biasa. flat, hambar dan hampir bisa dibilang nggak ada rasanya. well, selain menjadi secret admirer Kafa, cowok ganteng plus kalem jagoan Karate dari IPA, dan jangan lupakan kesi...