1. Dia

238 11 16
                                    

Gimana, gengs? Udah masukin ceritanya ke library atau reading list kalian? Masukin ya.. Biar gak ketinggalan notifikasi updatenya.☺
Oke, happy reading this part!🤗

Dia orang asing. Tapi tangisannya berhasil mempengaruhiku.
~~~

••

Derap langkah seseorang terdengar dengan jelas di lantai rumah sakit yang bernuansa putih itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Derap langkah seseorang terdengar dengan jelas di lantai rumah sakit yang bernuansa putih itu. Sebuah koper masih dalam genggamannya. Tanda bahwa ia baru saja datang dari tempat jauh dan langsung menuju rumah sakit setelah sampai di Bandara.

Langkahnya tergesa-gesa. Wajahnya cemas. Panik terpancar dengan jelas dalam sorotan matanya. Langkah lebarnya semakin cepat menuju satu ruangan.

Tanpa ingin membuang waktu, segera ia buka pintu ruangan itu. Baru saja pintu terbuka, ia langsung disambut oleh wajah cemas seorang wanita paruh baya. "Nak?" Ujarnya begitu mendapatkan sosok sang putra.

Ia bangkit dari duduknya kemudian segera menyambar tubuh tegap pemuda berparas tampan itu. Tangisannya kembali pecah dalam pelukan hangat putranya itu.

"Bunda?" Ujarnya semakin panik saat mendengar isakan sang bunda.

Bola mata beriris coklat terang miliknya segera jatuh pada seorang gadis yang terbaring lemas di atas brankar rumah sakit.

"Rain?" Panggilnya tertahan. Segera ia lepaskan pelukan sang bunda dengan lembut.

Kakinya kembali melangkah mendekati brankar. Pandangannya semakin terpaku pada wajah pucat gadis itu.

Ia semakin cemas setelah melihat keadaan gadis yang terpaksa telah ia tinggalkan itu. Selang infus terpasang di tangan kanannya, dan alat Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) terpasang menutupi hidung dan mulutnya.

Jika saja ia tau akhirnya akan seperti ini, tidak mungkin dia akan meninggalkannya, satu detikpun, dan apapun alasannya. Tidak akan dia biarkan gadis itu terluka sedikitpun. Tapi sial, karena kesalahannya, kini gadis itu harus berada dalan kondisi seperti ini.

Perlahan ia duduk di sebuah kursi di dekat brankar. Kedua tangannya segera meraih tangan lembut gadis itu. Ia genggam erat dan mengelusnya lembut. Pandangannya sama sekali tak teralih dari wajah manis yang saat ini benar-benar pucat.

"Rain?" Panggilnya lembut. "Bangun. Ini Kak Asa. Kakak udah pulang. Ayo buka mata kamu, Rain." Ucapnya meminta.

Perlahan tautan sebelah tangannya terlepas, dan mengarah mendekati pipi gadis itu. Ia takup pipi lembut itu dan mengelusnya dengan lembut.

"Kak Asa janji. Kak Asa gak bakal pergi ninggalin kamu lagi. Ayo buka mata kamu. Dan tatap Kakak." Tuturnya lembut.

Beberapa saat ia menunggu. Namun tak kunjung ia mendapatkan respon apapun. Gadis itu tak kunjung bergeming, kedua matanya terus tertutup rapat.

Angkasa BerlianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang