35. Tak Perlu Tahu

75 5 10
                                    

Cuss langsung baca aja yuk, gengs? Happy reading!🤗

——

Biar kurasakan sakit ini sendiri. Kalian tidak perlu. Dan tenang saja. I'm okay.
~~~

••

Ruang inap Teratai nomor 209 tepat di hadapannya kini. Segera tangannya terangkat dan berniat untuk menarik tuas pintu. Namun, "Bunda?" Panggilan seorang gadis di dalam sana berhasil menahan pergerakannya.

"Hm? Kenapa, sayang?" Masih di dalam sana, terdengar Melati berujar dengan lembut.

"Nanti kalo Kak Asa udah dateng. Bilangin, Rain belum bangun gitu, ya?" Jelas, dahi Angkasa tampak mengerut mendengar permintaan Rain pada Melati.

"Loh, emangnya kenapa? Kamu 'kan udah bangun." Seperti Angkasa, tentu saja Melati dibuat bingung.

"Gak papa, pengen jail dikit aja." Dengan lancar ia menjawab demikian, setelahnya terdengar Rain terkekeh akibat perubahan wajah Melati yang tampak tak habis pikir terhadapnya.

Disini, Angkasa pun bereaksi sama dengan Melati. Menggelengkan kepalanya, ia menghela nafas tak habis pikir atas tingkah gadisnya itu. Tak pernah hilang penyakit jahilnya, padahal ini baru hari kedua ia bangun setelah dalam keadaan koma.

'Tapi maaf Rain, kali ini rencana kamu harus gagal.' Merasa berhasil terhindar dari kejahilan Rain, senyuman lebar pun terukir di bibir Angkasa. Kini berbalik ada satu rencana yang terlintas dalam benaknya untuk Rain.

Setelah pergerakannya sempat tertahan, Angkasa segera melanjutkannya dan menarik tuas pintu. Pintu terbuka, Angkasa hanya disambut oleh tatapan lekat dari Melati. Sementara gadis itu sudah memejamkan matanya kembali di atas brankar.

Menatap Melati, "Rain belum bangun, Bun?" Angkasa bertanya dengan nada polos, seolah tak tau apa-apa.

"Belum." Menjawab dengan singkat, Melati menuruti permintaan Rain. Padahal saat melihat raut wajah Angkasa, ia menyadari bahwa Angkasa sudah tahu tentang niat jahil Rain.

Tanpa bersuara apapun lagi, Angkasa segera melangkah mendekati brankar dan langsung duduk di tepi. Menatap wajah Rain dengan lekat, perlahan tangannya terangkat menyentuh pipi Rain.

Angkasa menghela nafas resah saat tangannya bergerak mengelus pipi Rain. "Padahal Kakak pengen liat mata kamu dulu sebelum berangkat ke kampus, Rain." Keluhnya. "Rasanya gak tenang hati Kakak kalo gak liat mata kamu dulu." Lanjutnya.

Totalitas aktingnya, bahkan Rain tak bergeming sedikitpun meski sentuhan Angkasa terus memintanya untuk bangun.

Angkasa kembali menghela nafas panjang karenanya. "Yaudahlah, mungkin kamu emang masih perlu istirahat." Dalam nada bicaranya, ia berusaha untuk memaklumi. Sekilas kembali mengelus pipi Rain, perlahan Angkasa melepaskannya.

Angkasa beringsut membelakangi Rain untuk menghadap Melati. "Bunda, nanti kalo Rain udah bangun, bilangin, abis pulang dari kampus Angkasa gak bisa balik lagi ke rumah sakit buat nemenin dia." Angkasa meminta.

"Soalnya Angkasa ada janji, mau jalan sama temen cewe Angkasa. Dan kayanya pulangnya juga bakal malem banget." Lanjut Angkasa menjelaskan.

Mengerti pasti apa yang maksud ucapan Angkasa. "Okay." Melati segera menyetujuinya. Setelahnya senyuman tanda kesepakatan pun hadir di bibir keduanya. Entah pada siapa sebenarnya Melati berpihak, ia membiarkan rencana keduanya sama-sama berjalan.

"Yaudah, kalo gitu Angkasa pergi ke kampus sekarang, ya?" Berpamitan, niatnya Angkasa ingin bangkit dari duduknya. Namun tiba-tiba saja ada sepasang tangan yang melingkar pada bahunya dan mendekapnya dari belakang.

Angkasa BerlianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang