69. Emosi Buta (Bonus Chapter)

74 2 28
                                    

Curhat dikit, ya?

Kenapa dikasih judul bonus chapter? Karna satu part ini bener-bener bukan rencana awal, alias sama sekali gak terpikir buat bikin adegan yang ini. Sebenernya ada beberapa juga sih yang bukan rencana awal, contohnya tokoh Bara, awalnya dia gak ada, tapi karna kebutuhan akhirnya dia berkembang jadi tokoh yang cukup penting. Sementara tokoh Saga yang rencananya cukup penting, justru menguap gitu aja.

Dan ini adalah part yang cukup spesial, karna bukan hasil hayalan, tapi dari bunga tidur aku beberapa bulan yang lalu. 'Sama aja kali, sama-sama bukan nyata.' Iya sih, tapi tetep aja rasanya beda. Lebih ngena dan berkesan gitu. Aku mimpi ini bukan sama Sidd, Gerhana atau Angkasa sih. Tepatnya sama Manjul alias Meteor. Sebenernya ini bukan yg pertama kalinya aku mimpi tentang mereka, aku sering banget ketemu Gerhana/Angkasa, Berlian, Langit, Bintang, Pelangi, bahkan Raja. Tapi adegan mimpi yang ini tuh rasanya kaya lebih dalem banget gitu, berasa nempel banget di hati. So, sekarang aku mau tuangin disini, tentunya Angkasa dan Berlian yang ngambil alih, ya. Dan satu lagi, permasalahannya di mimpi aku pun beda sama permasalahan Angkasa Berlian disini, cuma adegan dan perasaan tokohnya aja yang sama. Dan ya, jangan takut kalo ceritanya nggak nyambung sama part sebelumnya, ya. Insya Allah nyambung ko'.

Tau gak tau gak? Sebenernya mimpi yang sama Raja juga itu masih nempel banget diotak sampe sekarang, loh. Kaget dan bahagia banget liat dia di depan muka untuk yang pertama kalinya. Tapi kelakuan Raja disana bikin aku pengen nampol dan nyekik dia sampe mampus. Kenapa? Karna adegannya ++ dong, huaaa!😭

Oke skip! Mari kita kepoin mimpi yang pertama aja, dan liat betapa mengdramanya mimpi aku ini, astaga😌 Oke, let's reading and be happy🤗

••

05 November 2020, 15:00

Mentari mulai turun ke arah barat kala Berlian keluar dari sebuah bangunan bernuansa putih itu. Di belakangnya seorang pemuda mengikuti dengan senyuman lebar nan menenangkan di bibirnya.

Mensejajarkan posisinya dengan Berlian, "Seneng deh bisa ketemu sama lo." Pemuda asing itu mengungkap dengan apa adanya. "Seru ngobrol sama lo, nyambung terus." Wajahnya semakin berbinar saat menatap wajah Berlian.

"Nice to meet you too." Balas mengungkap, Berlian pun membalas senyuman yang dilontarkan pemuda pemilik senyuman manis nan menggemaskan itu. Jika boleh dikatakan, wajahnya tampak tak sedewasa usianya, terlebih imut dan menggemaskan. Baby face, yes, that's one.

"Oh ya, lo mau pulang? Mau gue anterin? Kebetulan gue bawa mobil." Inisiatif, pemuda itu menawarkan diri dengan sukarela.

"No, thank you." Namun Berlian menolaknya dengan lembut. "Gue bisa pulang sendiri pake taxi." Lanjutnya.

Sekilas pemuda itu terangguk-angguk, "Kalo gitu gue duluan, ya?" Berpamitan, tangannya langsung bergerak menepuk bahu Berlian sekilas, tentunya lembut. Setelahnya ia melangkah mundur perlahan, "Bye!" Pun ia memberikan lambaian perpisahan pada Berlian, tak tertinggal dengan senyuman manis khas miliknya.

"Bye!" Ramah, Berlian membalas lambaian tangan pemuda itu. Tatapannya masih saling terikat kala pemuda itu memutuskan untuk menjauh dengan langkah mundur hingga beberapa meter jauhnya.

Setelah pemuda itu melangkah dengan wajar menghadap ke depan dan mulai memasuki mobilnya yang terparkir, Berlian menghela nafas panjang. Senyumannya masih lebar, masih terbayang jelas bagaimana cara pemuda itu tersenyum di sepanjang pembicaraan mereka saat di dalam sana.

Hingga sentuhan di bahunya mengintrupsi dirinya untuk kembali tersadar dari lamunannya. Segera tubuhnya merotasi, iris mata berwarna biru terang miliknya langsung membingkai sempurna wajah yang kini tepat berada di hadapannya.

Angkasa BerlianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang