Epilog

105 3 26
                                    

Hiks.. Aku lagi baik, nih🥺 Aturan besok up-nya, tapi aku up sekarang. Selesai sudah, part epilog udah keluar sekarang. Huhu, pgn cepetan abis, tapi semoga nanti gak kangen-kangenan lagi sama Angkasa🙃 Oke deh, let's reading, guys. And be happy🤗

°°
Aku seneng saat wajah ini dipenuhi kebahagiaan. Aku suka saat mata ini dipenuhi cinta, semangat dan harapan. Dan aku jatuh cinta saat bibir ini dihiasi senyuman manis dan penuh ketenangan.
~~~


••

24 Maret 2022, 06:35

Langkahku perlahan dan sangat hati-hati saat keluar dari kamar mandi. Jujur saja aku masih merasa sakit di bagian bawah sana. Tapi aku masih bisa bertahan. Bahkan rasa sakit ini justru membuat hatiku mengembang penuh gembira. Entahlah. Demi Tuhan, aku tidak mengerti mengapa perasaanku menjadi seperti ini.

Dengan handuk kecil di tanganku, aku mengeringkan rambutku yang basah karena baru saja selesai keramas. Dan kini tubuhku sudah aman dengan balutan setelan piyama berwarna navy. Mengingat ini masih pagi dan belum ada niat untuk bepergian, jadi tidak ada salahnya jika aku hanya mengenakan pakaian rumahan seperti ini.

Sesuatu menarik perhatianku. Sesuatu yang mendadak ingin terus kutatap sejak pagi kemarin. Ya, apa lagi jika bukan wajah suamiku itu? Dalam jarak sejauh ini, aku bisa menangkap betapa polos wajahnya saat terlelap seperti ini. Dan demi Tuhan, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak terkikik geli. Aku merasa ada sesuatu yang menggelitiki perutku saat mengingat apa yang terjadi semalam.

Sungguh, aku benar-benar tidak menyangka jika seorang Angkasa Radeya Biru memiliki pikiran yang sangat polos. Benar-benar polos hingga membuatku tanpa sadar menggelengkan kepala tak habis pikir. Bagaimana tidak? Bayangkan saja. Setelah kami melakukan 'itu'. Mendadak dia panik setengah mati saat melihat bercak merah pada sprei. "Astaga! Senja? K- Kamu berdarah?" Dia kalang kabut saat tahu darah itu berasal dari 'milikku'.

Itu membuatku sangat terkejut. Tentu bukan karena pasal darah seperti yang dipikirkannya. Hanya saja, aku kira dia mengerti tentang ini. Aku pikir dia tahu jika hal ini wajar terjadi disaat pertama kali melakukannya. Tentu saja. Meski secara kasarnya aku bukanlah wanita yang sempurna lagi. Tapi alat-alat operasi itu hanya membedah perutku, tidak dengan bagian bawahku. Jadi area itu aman-aman saja layaknya seorang gadis pada umumnya. Ya, setidaknya itu kondisiku sebelum kejadian tadi malam.

Dan satu lagi, kalian pasti tidak akan percaya apa yang akan aku katakan sekarang. Paniknya Angkasa bukan main-main. Bahkan karena panik dia nekat mengajakku pergi ke rumah sakit saat itu juga. Tentu saja aku menolak. "Kalo gitu aku panggil dokter biar kesini, ya?" Ketahuilah, aku ikut kalang kabut saat dia benar-benar akan menghubungi dokter.

Ayolah, yang benar saja? Untuk apa melibatkan dokter? Akan ditaruh dimana wajahku jika dokter tahu apa yang mengakibatkan aku 'berdarah'? Ditambah lagi dengan kepolosan suamiku dalam hal ini. Oh no! Angkasa benar-benar membuatku pusing setengah mati. Dia sudah sama dewasanya denganku, namun aku justru merasa telah menikahi pemuda dibawah umur. Astaga!

"Emangnya hal kaya gini wajar saat pertama kali?" Dengarlah, betapa polosnya dia. Dia masih bertanya disaat aku sudah menjelaskan padanya. "Aku pikir kamu ngalamin pendarahan kaya waktu itu lagi. Makanya aku panik kaya gitu." Katanya. Baiklah, aku mengerti jika memang itu alasannya. Tapi tetap saja Angkasa sangat polos dalam hal ini, 'kan?

Menyudahi pikiran tentang Angkasa, aku kembali bergerak menuju sudut sebelah kanan kamar. Sreet!* ketika gordeng terbuka, cahaya mentari langsung menembus jendela dan memasuki kamar. "Eumh.." Aku bisa melihat Angkasa terusik saat cahaya mentari menyentuh permukaan wajahnya. "Lima menit lagi. Please." Suara seraknya melontarkan permohonan. Diikuti tubuhnya yang beringsut dan menarik selimut hingga melingkupi seluruh tubuhnya, termasuk kepalanya.

Angkasa BerlianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang