Evan menatap Bintang yang dengan cekatan membereskan barang-barangnya begitu kelas usai, dengan tatapan heran. Entahlah, mungkin Bara sudah menjemput.
“Udah dijemput Bara, ya?” celetuk Evan santai. Ia mengetikkan pesan di ponselnya untuk Candra, memberitahunya kalau ia akan sedikit terlambat kumpul bersama anak medif.
Bintang menggeleng cepat kemudian menyampirkan tali tasnya melintasi badannya.
“Mau ketemu Biru. Duluan ya, Van.”
Evan mengerutkan keningnya. Biru? Siapa?
Bintang setengah berlari menuju gedung yang berada di sebelah fakultasnya. Menaiki tangga hingga dua lantai sebelum akhirnya sampai di ruangan yang ditunjukkan Biru lewat pesan. Sampai di sana rupanya pintu masih tertutup yang menandakan masih ada kelas. Bintang mengatur napasnya sembari menyandarkan punggungnya pada dinding, bersyukur ia belum terlambat karena kelasnya sendiri berakhir lebih lama dari biasanya.
Bintang membenturkan ujung sepatunya ke lantai sambil menunggu saat seorang dosen tiba-tiba keluar dari ruangan, membuatnya menegakkan kembali punggungnya dan menundukkan kepala sejenak untuk memberi salam. Tidak lama kemudian beberapa anak mulai berhamburan keluar.
Seorang cowok yang sedang membetulkan letak tasnya kemudian menangkap Bintang yang berdiri dengan canggung di depan ruangan kelas. Ia menyipitkan matanya, merasa familiar dengan wajah Bintang.
“Ka, tungguin dulu,” ucap seseorang di belakangnya yang langsung merangkul bahu Arka. Ia kemudian ikut memperhatikan Bintang sebelum melempar pandang pada Arka, menanyakan ‘Siapa?’ tanpa suara.
“Nyariin Biru, ya?” tembak Arka.
Bintang tampak sedikit terkejut lalu mengangguk pelan. Hanan yang berada di sebelah Arka mengangkat alisnya, masih terheran. Namun Arka buru-buru berbisik padanya, “Anak medif.”
Hanan akhirnya ber-oh ria. Ia menunjuk ke balik punggungnya.
“Biru masih di dalem, kok. Bentar lagi juga nongol,” ucap Hanan. “Masih belum kelar ya, urusannya?”
Bintang menggaruk bagian belakang kepalanya, bingung harus menjawab apa.
“Udah, sih,” balasnya ragu-ragu.
Hanan lalu mengangguk paham, ekspresinya menyiratkan kalau ia mengetahui ada sesuatu di antara anak itu dan temannya. Arka langsung berdecak malas melihat Hanan sudah mulai dengan asumsi ngawurnya, ia menyenggol Hanan dengan sikunya.
“Ayo, balik,” ajak Arka pada Hanan lalu beralih untuk berpamitan pada Bintang. “Duluan, ya.”
Mata Bintang mengikuti kepergian dua cowok jangkung itu hingga seseorang memanggilnya.
“Hei.”
Biru sudah berada di depannya, lagi-lagi Bintang mencium bau parfum yang samar menguar dari tubuh Biru. Mengingatkannya akan kali pertama ia bertemu dengan cowok itu.
“Sori, nunggu lama ya?” tanya Biru sambil membuka tasnya untuk mengambil jurnal milik Bintang.
“Engga, sih. Tadi kelas gue juga molor.”
Biru mengulurkan jurnal warna ungu muda di tangannya pada Bintang yang langsung disambut oleh anak itu dengan binar di matanya.
“Buku harian, ya?” canda Biru.
“Hah, bukan kok!” sanggah Bintang sambil menggeleng cepat, ia mendekap erat jurnal itu di dadanya. “Isinya foto-foto doang.”
“Oh, hasil jepretan lo?” Biru mulai tertarik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak di Antara Semesta
FanfictionKetika kita sadar bahwa kita hanyalah serpihan kecil di antara semesta. Namun pertemuan dengan jiwa-jiwa yang saling mencari sembuh, membuat sadar akan makna diri dan juga hidup. Kisah tentang Bintang, Biru, dan Bara. Serta semua angan dan luka yang...