21. Meluruh Dalam Dekap

1.3K 177 60
                                    

> playlist: Konspirasi Alam Semesta - Fiersa Besari

َ
َ
َ

Sudah dua hari berlalu sejak kejadian di depan rumah Bintang, namun Biru masih tidak dapat menghilangkan bayangan memori Bintang yang terisak hebat di dekapannya. Malam itu Biru terpaksa membawa Bintang pergi ke tempat lain untuk menenangkannya karena Bintang benar-benar tidak bisa menghentikan tangisnya. Mereka memasuki salah satu kafe 24 jam yang walaupun sempat menerima tatapan menyelidik oleh pemilik kafe, tapi setidaknya tempat itu tidak begitu ramai pengunjung. Biru membawa Bintang yang masih setengah didekapnya untuk duduk di area paling ujung, bebas dari lalu lalang beberapa orang yang datang.

Bintang masih sesenggukan dan lagi-lagi Biru menirukan hal yang dulu pernah dilakukan ibunya saat ia masih kecil. Ketika Biru bertengkar hebat dengan temannya masalah mainan dan membuatnya menangis keras. Ibunya akan menariknya dalam pelukan erat lalu mendekapnya sangat lama hingga air mata Biru mengering oleh kain pakaian ibunya.

Kedua lengan Biru melingkari keseluruhan raga Bintang yang entah mengapa terasa begitu kecil saat itu dalam pelukannya. Biru dapat merasakan hangat air mata yang menyusup ke dalam serat jaketnya saat ia mengetatkan pelukan, sesekali ia mengusap punggung Bintang yang masih bergetar karena isakannya. Ada rasa sakit juga amarah yang menjalar di dalam batin Biru melihat keadaan cowok mungil di dalam dekapannya ini. Namun sekali lagi tidak masuk dalam ranah urusan Biru, ia masih bukan siapa-siapa untuk terlalu ikut campur ke dalam masalah Bintang dan Bara.

Satu kalimat yang kemudian terucap dari bibir Bintang di sela-sela isakannya setelah akhirnya ia dapat mulai menguasai diri, membuat Biru tertegun sepenuhnya.

“Gue nggak akan bisa… sama Bara...”

Biru mengusap wajahnya yang letih berusaha menghalau satu kalimat yang terus terngiang-ngiang di dalam kepalanya itu. Jika sebelumnya Biru sudah bisa menerima fakta bahwa Bintang menyukai Bara, namun sekarang ia malah menjadi tidak yakin atas apa yang harus dilakukannya setelah Bintang memberikan pernyataan itu. Biru tidak ingin menjadi tempat persinggahan sementara untuk Bintang.

Banyak hal yang tiba-tiba berubah dari yang biasanya terjadi. Seperti Bintang yang meminta Biru untuk menjemputnya tanpa harus Biru menawarkan terlebih dulu, pesan-pesan random yang dikirimkan Bintang kepada Biru hanya untuk sekedar memberitahu ada menu kantin yang enak, atau panggilan yang masuk ke dalam ponsel Biru malam-malam dari Bintang yang mengeluh capek membagi tugas antara kuliahnya dan organisasi.

Bohong sekali kalau Biru tidak merasa senang atas perubahan yang terjadi pada diri Bintang. Namun di sisi lain tak juga menutup kemungkinan bahwa Bintang hanya mencoba untuk mencari objek distraksi atas hatinya yang remuk, yang berusaha ia satukan kembali. Dan jika Biru adalah orang yang tepat untuk merekatkan kepingan-kepingan hatinya yang berserakan, maka hanya satu yang menjadi harap bagi Biru. Bahwa Bintang memilihnya untuk menyembuhkan hatinya, dan bukan karena Bintang tidak memiliki opsi lain.

َ

From: Bintang

Biru, nanti temenin gue nyebar pamflet ya!

َ

Pesan singkat yang mampu mengirimkan senyum tipis ke wajah Biru. Semudah itu Bintang membawa bahagia padanya, membuat Biru terkadang berpikiran mungkin tak apa dirinya saat ini hanyalah distraksi semata. Hanya agar ia bisa berada di dekat Bintang lebih lama.

“Temen lo pada kedapetan tugas juga apa, Bin? Kok lo yang disuruh nyebar pamflet ke fakultas sendirian?” tanya Biru saat mereka sudah sampai di parkiran fakultas untuk meninggalkan motor Biru di sana sebelum berjalan kaki dari gedung ke gedung.

Jejak di Antara SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang