Mungkin aku harus berterima kasih pada takdir,
Atas titik mulaiku yang tidak bersandingan dengan kamu.
Karena mungkin aku tidak akan pernah bertemu denganmu di tengah-tengah.
Tetapi, Bintang. Aku lupa bahwa persinggungan kita hanyalah sementara jika kita terus melangkahkan kaki.
Adakah kita dapat bersinggungan lagi di lain masa?
ㅡ
“Abin, lo habis berantem sama Biru?”
Pertanyaan dari Evan tidak susah untuk bertemu jawabnya karena Bintang datang dengan matanya yang masih terlihat sembab. Candra langsung sigap bangkit dari tempatnya begitu melihat keadaan Bintang yang mengingatkannya pada kejadian beberapa waktu silam saat Bintang datang ke kos Evan dengan tangis.
“Tadi Biru ngasihin ini, katanya buat lo.” Evan mendorong kotak makan dengan dua jarinya ke arah Bintang. Bintang memandangi kotak makan berwarna merah itu dengan matanya yang kembali memanas, air matanya merebak siap untuk tumpah.
“Abin…” lirih Candra, menarik Bintang untuk dipeluk saat anak itu akhirnya terisak pelan. Tidak ingin menarik perhatian orang-orang yang ada di sana. “Ke tempat Evan dulu aja, ya?”
ㅡ
Arka berjalan cepat kesana kemari untuk mencari batang hidung seseorang yang sedari tadi belum ditemuinya. Begitu diskusi kelompok selesai Arka langsung bergegas mencari satu orang ini.
Hanan.
Cowok itu dengan santai melahap pisang goreng di kantin saat Arka akhirnya menemukannya. Dengan satu sentakan kuat yang menarik lengannya, Hanan hampir menjatuhkan pisang goreng yang sudah dibayarnya di muka itu. Ibu kantin telah menandai Hanan gara-gara kejadian beberapa waktu silam saat ia tidak membawa uang untuk membayar dan jika Hanan tetap ingin diperbolehkan menginjakkan kaki di kantin itu ia wajib membayar dulu sebelum mencomot makanan.
“Ka, pisang goreng gue!?” pekik Hanan berusaha menyelamatkan sisa makanannya dan buru-buru melahapnya dalam sekali suap.
“Bantuin gue nyari Biru,” suruh Arka tanpa menghiraukan keluhan Hanan.
“Hah? Ngapain Biru?” tanya Hanan dengan mulutnya yang masih penuh. “Diculik?”
Arka mendecakkan lidah kesal atas sikap Hanan yang tetap tidak bisa diajak serius di situasi seperti ini. “Tadi dia cabut duluan tiba-tiba tanpa ngomong alesannya sama gue.”
“Ada urusan di rumahnya, kali? Emaknya kan suka nyuruh dia balik tiba-tiba?”
“Motornya masih ada di parkiran.”
“Ooh, ke toilet itu dia. Sakit perut.”
Arka menarik lengan Hanan lagi membuat cowok itu terpaksa bangkit berdiri.
“Nan, gue serius! Biru tadi tuh kayak orang panik. Nggak kayak dia biasanya.”
Hanan menelan makanannya lalu menepukkan kedua telapak tangannya menghilangkan remahan tepung yang tersisa. “Ya, udah. Mau nyari ke mana?”
“Kayaknya dia masih di sekitar sini. Kalo nggak bawa motor mungkin nggak jauh-jauh dari sini.”
Setelah mendapat instruksi dari Arka, keduanya mulai mencari keberadaan Biru di sekitar area fakultas mereka. Ponsel Biru tidak bisa dihubungi jadi panggilan telepon mereka sia-sia saja. Arka mulai mencari di tempat yang biasanya Biru datangi tapi hasilnya nihil, tidak ada tanda-tanda keberadaan Biru di sana. Ia lalu beralih menjelajah ke lokasi yang tidak sering dilewatinya, entah mengapa ia memiliki firasat akan menemukan temannya itu di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak di Antara Semesta
FanfictionKetika kita sadar bahwa kita hanyalah serpihan kecil di antara semesta. Namun pertemuan dengan jiwa-jiwa yang saling mencari sembuh, membuat sadar akan makna diri dan juga hidup. Kisah tentang Bintang, Biru, dan Bara. Serta semua angan dan luka yang...