19. Rehat

1.3K 171 68
                                    

Jam menunjukkan pukul lima lebih, matahari sudah semakin tenggelam dan langit semakin redup saat Candra harus membuka pintu kamar kos Evan setelah diketuk pelan beberapa kali dari luar. Selanjutnya adalah Candra yang melebarkan matanya kaget mendapati Bintang yang langsung menghambur ke arahnya setelah ia membukakan pintu.

Yang lebih membuat Candra terkesiap saat ia menyadari bahwa Bintang terisak di bahunya. Evan yang mendengarnya pun akhirnya beranjak berdiri meninggalkan kegiatannya mengurusi beberapa berkas surat yang dilimpahkan ketua divisi padanya. Tentu saja ia terkejut melihat temannya tiba-tiba datang dengan keadaan seperti ini.

“Abin?” panggil Candra hati-hati.

“Bin, lo kenapa?” Evan ikut panik di sebelah Candra. Pikirannya sudah melayang ke mana-mana menduga Bintang habis dicopet, diculik, atau serangkaian tindakan kriminal lainnya.

Mereka menunggu Bintang untuk mengatakan sesuatu tetapi anak itu masih terisak di bahu Candra yang harus memeluknya untuk menenangkan Bintang. Evan mengamati Bintang yang masih memakai setelan pakaian yang sama lengkap dengan tas ranselnya, yang berarti dia belum pulang ke rumah sejak perkuliahan selesai tadi siang. Dan seingat Evan, Bintang tadi bilang kalau ia akan ditemani oleh Bara.

“Abin, lo tadi bareng sama Bara, kan?” tanya Evan hati-hati.

Bintang makin sesenggukan saat nama Bara disebut dan Evan langsung menangkap sinyal kalau memang sedang terjadi apa-apa antara temannya dan Bara. Sudah sejak beberapa hari yang lalu perasaannya tidak enak saat Bara mendatanginya untuk mencari Bintang, serta saat ia memberitahu tentang Biru pada Bara. Namun ia tidak tahu pasti apa yang akan Bara lakukan pada temannya saat itu. Melihat Bintang sampai seperti ini setelah ia menyebutkan satu nama itu, Evan yakin sesuatu yang serius telah terjadi. Emosinya tiba-tiba meluap.

“Anjing, ya, si Bara,” desis Evan sembari meraih ponselnya berniat untuk menghubungi Bara.

Candra buru-buru mencegah pacarnya itu untuk menelepon Bara. Ia menggelengkan kepalanya pelan pada Evan, mengisyaratkan bahwa sekarang bukan waktu yang tepat apalagi dengan kondisi Bintang yang masih seperti ini.

"Lo diapain Bin, sama dia? Bilang ke gue," desak Evan pada Bintang, tapi ia masih belum mau menjawab. Hanya menggelengkan kepalanya.

Setelah hampir setengah jam menghabiskan waktunya untuk menangis, Bintang akhirnya menerima air minum yang disodorkan oleh Evan. Matanya sudah benar-benar sembab dan Evan tidak sampai hati melihat Bintang seperti sekarang ini, ia bahkan tidak pernah melihat Bintang menangis sebelumnya.

Memastikan hingga perasaan Bintang benar-benar merasa tenang, barulah Candra berusaha mengajaknya berbicara. Ia berjongkok di hadapan Bintang yang duduk di tepi tempat tidur Evan.

“Lo mau pulang sekarang, atau?” tanya Candra. “Biar gue anterin.”

Bintang menoleh pada Evan yang duduk di sampingnya. “Gue boleh nginep di sini dulu nggak, Van? Gue tidur di bawah juga nggak papa," ucapnya dengan suaranya yang serak.

Evan langsung mengangguk. “Boleh, tapi lo hubungin orang rumah dulu ntar dicariin.”

“Lo nggak nginep di sini kan, Yas?” Bintang ganti bertanya pada Candra yang langsung ditanggapi dengan tawa pelan.

“Gue balik ke kos gue, lah. Lo kira gue tiap malem nginep di sini terus subuh baru balik, gitu? Ya pernah, sih.”

Evan serta-merta mencubit lengan Candra yang langsung berseru kesakitan. Cuma sekali Candra pulang pagi-pagi buta saat itu setelah begadang semalaman membantu Evan dengan tugasnya. Tidak ada hal lain.

“Tapi lo udah nggak apa-apa, kan?” tanya Candra lagi. “Nggak perlu cerita sekarang, yang penting lo tenang dulu.”

Bintang menganggukkan kepalanya. “Makasih ya, Yas.”

Jejak di Antara SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang