18. (Crushed) Hopes

1.8K 175 237
                                    

> playlist: Kukatakan dengan Indah - Peterpan
َ
َ
َ
> tw // violence

"Bintang, gue sayang sama lo…"

Satu kalimat yang begitu disesali Biru sebab terucap dari bawah sadarnya. Karena yang dilakukan Bintang selanjutnya adalah memungut kertas-kertasnya yang terjatuh dengan gerakan kaku yang tergesa-gesa. Biru hampir menyuarakan umpatan di balik napasnya saat ia melihat Bintang mempersilakan dirinya pergi dari hadapan Biru, tanpa melihat mata cowok itu lagi.

“Bintang…”

Panggilannya yang pelan menyimpan putus asa, Biru menyadari ia baru saja menciptakan tembok tak kasat mata antara dirinya dan Bintang.

Arka yang barusan mendengar pengakuan dari Biru serentak menghentikan kegiatannya. Ia mengalihkan matanya dari layar laptop yang menyala terang.

“Lo ngomong apa ke Bintang?”

Biru mengedikkan bahunya, sudah jelas ia memberitahu apa yang disampaikannya pada Bintang tempo hari.

“Ck, ngapain sih lo kayak gitu? Gue bilang buat ngejar Bintang bukan berarti lo harus lari tanpa ngerem.”

“Gue nggak maksud mau ngomong gitu,” bantah Biru. “Kemarin gue nggak sengaja break down depan Bintang, Ka.”

Arka memijat pangkal hidungnya, ikut pusing.

“Ya udah, mau gimana lagi? Bintang sekarang udah tau lo ada rasa sama dia. Pilihannya tinggal lo mau cari alesan atau lo bablasin sekalian.”

Biru mengusap wajahnya letih, bingung akan langkah apa yang harus ia ambil setelah ini. Semua hal yang sudah ia perkirakan langsung runtuh dalam sekejap. Hanya karena ia membiarkan hatinya yang mengambil alih kendali atas logikanya.

“Ada apa sih, debat mulu dari tadi?” Hanan yang baru saja kembali dengan pesanan minumannya di tangan langsung berkomentar melihat kedua temannya yang terlihat kacau. Biru, lebih tepatnya.

“Tanya tuh, ke Biru,” cetus Arka sambil menggerakkan dagunya ke arah Biru yang masih menutupi wajahnya dengan sebelah tangan.

Hanan meletakkan gelas minumannya di meja, mengusak pelan rambut Arka untuk meredam kekesalannya.

“Ka, kenapa sih?” tanya Hanan setengah berbisik, merasa enggan untuk bertanya langsung pada Biru.

“Dia kelepasan confess ke Bintang,” jawab Arka datar.

“ANJIR!?”

Seisi kafe menolehkan kepalanya ke arah Hanan yang seruannya berhasil menggema ke seluruh ruangan. Suasana kafe tidak terlalu ramai sore itu, jadi pekikan kaget Hanan akan sesuatu yang didengarnya dari mulut Arka langsung mengundang perhatian.

“Maaf, maaf.” Hanan tersenyum cengengesan pada pengunjung yang ada di ruangan itu. “Maaf, Mas. Maaf, Mbak.”

Arka menggelengkan kepalanya pelan, sudah menduga reaksi yang akan Hanan ciptakan.

“Yang bener, Ka?” Hanan mendekatkan kepalanya pada Arka yang masih fokus pada layar laptopnya. Tidak mendapatkan jawaban, ia lalu beralih pada Biru yang dari tadi masih terdiam di tempatnya.

Jejak di Antara SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang