Epilogue

1.5K 148 49
                                    

Suara ban motor yang berdecit karena direm tiba-tiba, lalu disusul suara sesuatu yang jatuh dan erangan pelan. Membuat seorang gadis kecil melesat keluar rumah atas rasa penasaran. Tak lama gadis itu berseru kencang setelah melihat pemandangan di jalan depan rumahnya.

“Kakkk! Kak Bintang jatuhhh!!!”

Bintang meringis malu sembari cepat-cepat membereskan barangnya yang berserakan kemudian beranjak berdiri sambil menepuk-nepuk celananya yang kotor. Ia lalu mendekati gadis itu setelah membenarkan posisi motornya.

“Kakak nggak papa, kok,” kilah Bintang meskipun pantatnya terasa ngilu setelah membentur aspal yang keras. Palingan sakitnya bakal terasa untuk beberapa hari.

Seseorang menyusul keluar dari pintu depan dengan kedua alisnya yang bertaut.

“Astaga, lama banget nyampenya. Kirain ada apa-apa di jalan.”

“Aku pelan-pelan bawa motornya, makanya lama.”

“Lagian, kamu dibilangin ngeyel banget. Biar aku aja yang ngambil ke rumah, malah kamu nekat motoran ke sini.”

“Kan aku sekalian mau belajar motor, Biruuu!”

Gadis kecil yang biasa dipanggil Dinda itu menyaksikan perdebatan di depannya dengan kening berkerut. Ia lalu menarik ujung pakaian kakaknya dengan kuat.

“Kakak, ih! Kak Bintang jangan dimarahin. Tadi Kak Bintang habis jatuh di situ.” Adinda menunjuk jalanan depan rumah.

Biru akhirnya mengalah mendengar omelan dari adiknya dan beralih memeriksa Bintang dari ujung kaki hingga ujung kepala.

“Ada yang luka, nggak?”

Bintang menggeleng cepat kemudian mengangkat jempolnya. “Aman!”

“Ayooo, Kakak masuk!! Ibu udah nyiapin makanan banyakkk!” seru Adinda bersemangat sambil menarik tangan Bintang yang membiarkan dirinya diseret masuk gadis kecil itu ke dalam rumah.

“Sering-sering main ke sini, ya, Bintang? Nanti bilang dulu mau dimasakkin apa, biar Ibu cariin resepnya.”

“Ibuu, padahal Bintang ke sini mau ngembaliin tempat makan yang hampir setahun belum dikembaliin. Malah disuguhin macem-macem.”

“Nggak papa, dong. Tapi enak, kan, masakan Ibu?”

Bintang menyunggingkan senyum cerah. “Enak terus! Yang pertama kali Bintang cobain juga enak.”

Keduanya masih asyik bercakap-cakap sementara sepasang mata tak lepas mengawasi mereka dari jauh. Ada rasa hangat memenuhi dada yang kemudian terpancar juga dari sorot mata Biru. Senyum yang menghiasi wajah ibunya setiap kali Bintang berbicara. Biru ingin mengabadikannya di dalam memori.

“Udah, Bu. Jangan diajak ngobrol terus, nanti Bintang kemaleman pulangnya,” sela Biru halus melihat ibunya masih bersemangat menanyai Bintang tentang beberapa hal.

“Eh, kok nggak dianter kamu aja, sih? Tadi katanya Bintang jatuh dari motor?” tanya ibunya menyelidik.

“Kepleset aja tadi, jalannya licin hehe.” Bintang terkekeh malu.

“Tadinya kan malah aku yang mau ke tempat Bintang buat ambil tempat makannya. Malah dia yang maksa ke sini, sekalian belajar motor katanya,” jelas Biru, menoleh kepada Bintang yang langsung mengangguk mengiyakan.

Setelah akhirnya berpamitan dengan ibu dan Adinda, Biru mengantar Bintang hingga ke depan rumah. Menunggu Bintang hingga benar-benar siap di atas motor.

Bintang memasang helm yang terlihat kebesaran untuk kepalanya, lalu mengencangkan tali agar benda itu tetap bertahan di kepalanya. Biru tiba-tiba mendenguskan tawa yang membuat Bintang menoleh bingung.

“Lucu banget liat kamu naik motor," komentar Biru berusaha menahan tawanya.

Bintang menatap datar pada Biru seakan mengerti maksud di balik ucapannya. “Ayah udah beliin aku motor, berarti aku harus mandiri sekarang. Jangan ngeledekin aku.”

Biru terpaksa mengangguk meskipun sebelah tangannya berusaha menutupi mulutnya untuk mencegah tawanya pecah. Sorot matanya kemudian berubah teduh saat ia memikirkan sesuatu yang ingin dikatakannya.

“Bintang, soal chat kamu kemarin.” Biru mulai membuka topik percakapan yang lebih serius.

“Iya?” jawab Bintang hati-hati. Ia tahu apa yang sedang dibahas oleh cowok di dekatnya ini.

Biru menatap penuh ke dalam sepasang mata Bintang, membuat yang lebih kecil mulai merasa debaran jantungnya mengeras memenuhi telinganya.

“Kita mulai dari situ aja.”

Kalimat yang terlontar dari mulut Biru tak pelak membuat perasaan di dada Bintang membuncah. Napasnya yang tertahan seketika meluncur bebas. Beberapa detik terlewat untuk Bintang berusaha menemukan sadarnya kembali. Sulit untuk menyusun kalimat membuat Bintang hanya merespon dengan anggukan kepala cepat sambil berusaha menahan ujung-ujung bibirnya agar tak tertarik terlalu tinggi membentuk senyum lebar.

Namun Biru juga tak kuasa menekan rekahan senyum yang terbit di wajahnya. Keduanya hanya saling berkomunikasi melalui sepasang netra yang rasanya lebih mudah dari mengucap kata-kata. Biru akhirnya mengulurkan satu tangannya untuk menepuk pelan helm Bintang sebanyak dua kali.

“Hati-hati baliknya. Kalo mau belok liat spion dulu.”

“Iyaaa!”

“Nyalip kendaraan dari sisi kanan, jangan dari kiri.”

“Aku belum berani nyalip-nyalip, Biru.”

“Ya, udah. Nggak usah nyalip kendaraan. Pelan-pelan aja yang penting sampe rumah.”

“Iyaaa!! Yang penting sampe rumah.”

Biru menganggukkan kepalanya puas.

Setelah mengucap selamat tinggal, Bintang mulai melajukan motornya pelan-pelan meninggalkan rumah Biru. Sepanjang perjalanan wajahnya dibelai lembut oleh angin sore yang sejuk. Bibirnya akhirnya dapat dengan bebas melengkungkan senyum lebar yang tak henti-henti. Meski motornya berjalan lambat, namun rasa bahagianya berlarian kencang memenuhi dadanya.

Namanya Cahaya Bintang Asghara, atau biasa dipanggil Bintang. Selain karena bundanya menyukai benda-benda langit, juga karena sang bunda ingin dirinya berpijar terang seperti bintang di gelapnya malam. Meski kadang tak terlihat di langit cerah, namun bintang tetap ada. Akan terus membagi kemilau cahayanya hingga nanti masanya redup.

Bintang kecil belum tahu apa-apa tentang hidup. Ia hanya mengikuti ke mana langkah kakinya pergi. Bintang kecil belum mengetahui bahwa akan ada banyak keputusan berat yang harus diambil. Menjadikan cahayanya timbul tenggelam. Namun ia harus tetap menjaga langkahnya. Dan saat akhirnya ia berhasil, langkah-langkah kakinya akan membentuk deretan cahaya.

Namanya Cahaya Bintang Asghara.

Dan ia menciptakan jejak di antara semesta.

fin.

ㅡ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jejak di Antara SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang