26. Pudar

1.4K 162 191
                                    

> playlist: Walau Habis Terang - Peterpan

َ
َ
َ

Menjalani rutinitas sehari-harinya tanpa Bintang membuat Bara sadar bahwa ia telah kehilangan separuh nyawanya. Satu-satunya orang yang mengingatkan Bara bahwa masih ada sedikit kehangatan di dunia ini telah pergi darinya. Semuanya kembali seperti dahulu saat Bara berusaha mencari-cari sesuatu untuk berpijak, bahkan kini lebih menyakitkan karena Bara sempat mendapat secercah harapan yang kemudian kembali direnggut. Bara menerka-nerka apakah hidupnya akan lebih baik jika ia tidak pernah bertemu dengan Bintang, jadi ia tidak perlu merasakan semua hal yang konyol ini dan tetap mati rasa berusaha menghabiskan sisa hidupnya.

Tinggal Rendra yang masih mengulurkan tangan untuk membantu Bara berjalan tertatih. Ia yang selalu mengingatkan Bara untuk tidak kembali ke jalan meskipun kali ini bukan lagi permintaan dari Bintang. Rendra yang memastikan Bara masih memiliki sesuatu untuk digenggam, agar ia tak berkelana ke mana-mana lagi.

Hari ini Rendra memaksa Bara untuk menemaninya main futsal, walaupun awalnya Bara sempat menolak namun akhirnya ia pasrah juga diseret oleh Rendra ke lapangan futsal. Sudah beberapa kali Bara melewati ajakan tanding dari anak-anak yang biasanya bermain dengan mereka. Kali ini saat ia muncul di lapangan, semuanya langsung menyambut Bara dengan ekspresi kaget bercampur senang.

“Ke mana aja lo, Bar? Nggak pernah keliatan.”

“Gue sibuk.” Bara menjawab pendek sembari mengikat tali sepatunya. “Menang terus dong, kalian. Nggak lawan gue.”

“Masih sombong juga lo ternyata. Kirain udah tobat.”

Sindiran dari temannya memunculkan senyum miring di wajah Bara, setelah tali sepatunya terikat sempurna cowok itu segera berseru kepada yang lain untuk memasuki lapangan. Pertandingan dimulai.

Lama tidak mengendalikan bola di bawah kontrolnya membuat Bara sadar betapa ia merindukan berada di lapangan dan berkonsentrasi untuk menguasai arena serta menciptakan gol. Tidak hanya tim lawan namun timnya sendiri pun kelabakan mengimbangi ritme permainan Bara. Seruan Rendra untuk mengoper bola tak digubris sama sekali. Lima kali bola menjebol gawang lawan datangnya dari Bara.

Rendra terengah sambil menumpukan kedua tangannya di lutut, pandangannya mengikuti Bara yang menyeret langkahnya ke pinggir lapangan untuk beristirahat. Sahabatnya itu menenggak air minum dari botolnya hingga ludes setengahnya. Rendra menegakkan punggungnya dan memutuskan untuk menyusul Bara saat matanya kemudian menangkap seseorang yang menghampiri Bara. Ia menyipitkan matanya untuk mencari tahu siapa yang barusan datang pada sahabatnya itu. Dan begitu Rendra mengenali wajahnya dari kejauhan, sebuah umpatan pelan tanpa sadar terlontar dari bibirnya.

Setelah hampir mengosongkan botol minumnya, Bara menutupnya kembali dan mengusap bibirnya dengan punggung tangan. Ia lalu menyeka keringatnya yang menetes dari ujung-ujung rambutnya dengan lengan baju saat matanya kemudian menangkap sepasang sepatu tepat di depan kakinya. Menelusuri dengan matanya, Bara bertemu dengan wajah yang sangat familier. Wajah yang tidak ingin dilihatnya di manapun.

“Gue boleh ikutan main?” Biru sudah berdiri di hadapannya, bertanya dengan nada yang lebih pantas terdengar seperti desakan.

Bara masih mengatupkan bibirnya tak menjawab. Hanya ada Biru di situ, tidak ada teman-temannya seperti kemarin saat mereka ikut tanding. Otaknya mencoba menebak apa maksud kedatangan cowok itu ke sini.

“Main aja. Biar gue yang out,” tanggap Bara akhirnya. Ia sudah bersiap-siap untuk melangkah pergi meninggalkan lapangan saat Biru menahan bahunya, mendorongnya pelan hingga Bara kembali ke tempatnya.

Jejak di Antara SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang