Sepedanya tidak bertahan lama. Menurut Rafa karena Kalea berat.
Setelah tiga kilometer menikmati sejuknya jalanan Bandung, ban sepeda onthelnya pecah. Rafa dan Kalea pun melanjutkan dengan menumpang di bak truk barang.
Kalea berpegangan ke sisi bak. Pemandangan bangunan tua di sepanjang jalan memanjakan matanya. Jalan raya yang hanya diisi mobil antik serta sepeda onthel membuatnya takjub. Tanpa sadar ia tersenyum sedari tadi. Sementara Rafa hanya memperhatikan, memastikan Kalea tidak jatuh. Sesekali membenarkan selendang Kalea yang terkena angin.
Mereka turun di depan gapura, lanjut jalan kaki menyusuri perumahan mewah. Semua rumah berjarak antar satu dengan yang lain dan dikelilingi pohon rindang. Hanya satu sisi jalan yang ditinggali, sisi jalan lainnya berupa kebun dan hutan. Tak banyak kendaraan lewat, pasti sangat tentram tinggal di sini.
Tak lama kemudian mereka berhenti di depan pagar tinggi berlambang Rajasa. Berkarat dan tak nampak apapun dibaliknya karena tak bercelah
"Tunggu dulu," kata Kalea. "Ada dengung listrik di pagarnya."
"Ya. Gramps memang iseng. Dia pasang perangkap listrik di pucuk pagar, untuk pencuri dan... mereka yang mau senang-senang di rumah kosong. Bukan gayaku."
"Um, oke."
Rafa melihat sekitar, memastikan tak ada orang lalu berputar ke samping bangunan. Dia meraba pagarnya, menyingkirkan tanaman rambat mencari sesuatu. Bahkan sampai hilang dibaliknya. Lalu ia menarik Kalea masuk ke balik tanaman itu, ada pintu berkarat di baliknya. Terpasang palang gembok yang tak bergerak saat Rafa tarik.
"Sial, gembok sungguhan," gerutu Rafa.
"Minggir."
Kalea tarik palang itu dengan dua tangan. Sekali lalu sekali lagi lebih kuat hingga palangnya terlepas, bahkan gemboknya juga. Dia serahkan palangnya ke Rafa yang melongo. Kemudian Rafa mendorong pintunya, masuk terlebih dulu dan memastikan tak ada perangkap. Setelah aman ia meminta Kalea masuk.
Awalnya Kalea mengira vila ini akan seperti rumah tua di The Conjuring. Ternyata nampak mewah bergaya Eropa. Rumahnya didominasi putih berhias tiang-tiang kokoh serta ukiran kayu. Pohon-pohon tumbuh tinggi di kedua sisi memayungi beranda dari terik matahari. Sekilas vila ini seperti bangunan di Kota Tua.
Brak! Dengan satu tendangan Kalea dobrak pintu utama vila. Rafa pun menyalakan lampu dan melepas satu persatu kain putih yang menutupi furnitur. Nampak megah berkat furnitur kayu mengkilap serta lampu-lampu kristal.
"Kau yakin kita bisa menumpang?" tanya Kalea.
"Tentu. Vila ini kosong jika Gramps tak berkunjung." Rafa memeriksa sekitar. "Dibersihkan beberapa hari sekali, selalu siap jika ada Rajasa atau kolegga yang perlu tempat berlindung."
Dia meraba bagian dalam perapian dan nyengir saat menggapai sesuatu. Sebuah revolver dengan lima peluru. Dia pun mengantonginya.
Sementara Rafa sibuk mencari senjata lain, Kalea ke lantai dua. Merinding karena tangga kayu berdecit di setiap langkah. Dia melewati lorong dengan lukisan pemandangan memenuhi dindingnya. Nampaknya keluarga Rajasa memang pecinta lukisan pemandangan
Sampailah ia di ruang santai. Dia pun membuka tirai beludru itu. Seketika disambut pemandangan hijau, meluas sampai jauh dan berakhir di pegunungan yang meliuk di bawah langit. Dia melamun cukup lama di sana. Pemandangan-pemandangan di sini membuatnya lupa sedang terjebak di masa lalu.
"Sudah kangen kaptenmu?" pancing Rafa.
"Mungkin."
"Tapi di sini tak begitu buruk."

KAMU SEDANG MEMBACA
GARDA 2 - The Series
Action(BOOK 3 & 4) Kasus demi kasus menuntun Garda pada musuh tak terduga. Sekali lagi Edsel bermain dengan bahaya setelah menculik empat modifen terkuat dari Tarhunt. Bahaya kali ini mungkin saja membahayakan alam semesta juga. Ditambah, Rafa mulai memi...