Kawasan Tambun
Kalea memarkir Corvette di balik excavator usang.
Ini sebuah bangunan bekas pabrik, dikelilingi pagar tinggi yang hampir menutupi bangunan dua lantai itu. Daerah ini jauh dari jalan utama, tersembunyi dalam kompleks industri yang ditinggalkan sebelum proyeknya selesai. Kerangka-kerangka bangunan menyebar sampai jauh tanpa penerangan. Kegelapannya berbatasan dengan lampu-lampu perkotaan di kejauhan.
Kalea menerangi pagar dengan senter smartwatch. Gemboknya sudah dilepas, dia pun masuk melewati pagar yang berdecit, bersiaga dengan pistolnya. Nampak jejak motor besar di jalan berdebu, sepertinya Zara sudah pergi dengan motornya.
Kalea menyusuri muka gedung hingga mendengar dengung pelan di sampingnya. Dia berhenti, menyinari sekitarnya dengan senter tapi tak ada apapun. Ketika ia mendekat ke sumber suara, terlihat percikan kecil di udara diikuti sebentuk bayangan hampir berbentuk persegi. Bayangannya begitu tipis sampai ia perlu sangat dekat baru bisa melihatnya.
Dia menyentuh bayangan itu. Seketika mimicry veil terbuka, menunjukkan sebuah Ferrari berbadan hitam doff.
Tak percaya, ia memeriksa memeriksa platnya juga. R 4 JS.
"Dia punya Ferrari?" gumam Kalea. "Tidak, aku tidak iri."
Tak ada siapapun di dalam, mesinnya juga mati, tapi layar di atas dasbor menyala. Kalea yang bertumpu ke jendela supir terkejut saat jendela tiba-tiba terbuka.
"Selamat malam, Nona Kalea." Terdengar suara Iris dari dalam. "Kau memicu sensor keamanan. Aku perlu memberitahu Tuan Rajasa ada yang berusaha mengakses kendaraannya."
Kalea tersenyum masam. "Kau tau dia dimana? Biar aku bilang sendiri."
"Lantai dua gedung, Nona, arah jam tiga."
"Makasih, Iris."
Bagian dalam gudang kebanyakan mesin pabrik yang dibiarkan begitu saja. Di lantai dua kotak-kotak kayu berantakan di seluruh ruangan, ada juga potongan mesin dan barang berlabel DEKARSA dari berbagai tahun. Dia pun menyiagakan pistol ke depan seiring mendekati suara familiar itu. Sedang berbincang dengan seseorang, sesekali tertawa.
Di balik rongsokan mesin ada pria tinggi berpostur atletis itu, seperti biasa memakai jas kasual tanpa dikancing. Dia memegang tablet, mempelajari kekosongan di depannya sambil bicara tak jelas. Kalea pun mengerti saat melihat botol kaca itu di tangannya.
"Fa?" sapa Kalea.
Rafa berbalik, wajahnya berkeringat tipis dan kemerahan. Garis hitam kembali terlihat di bawah matanya yang bengkak sedikit. Dia sangat kurang tidur.
Setelah mengerjap, Rafa mendadak marah melihat Kalea di sana. Seakan ia membenci yang ia lihat dan tanpa bicara ia ambil pistol dari saku belakang, menembak berkali-kali sambil mendekat. Kalea sontak merunduk di balik mesin.
"Mirage, sialan, sudah kuperingatkan soal ini! Jangan menirunya!"
"Hah?! Ini aku!" gas Kalea.
Rafa berhenti menembak, berpegangan ke dinding karena pandangannya seakan ambruk. "Kau pasti merindukan Tarhut!"
Mumpung Rafa sedang mengembalikan kesadaran, Kalea mengambil kesempatan menyusup ke sampingnya dari balik mesin. Lalu menerjang sebelum Rafa sempat bergerak dan menendang tangannya, melepaskan pistol dari tangannya.
Meski setengah sadar, Rafa mencekik Kalea dari belakang dengan lengan kokoh itu, menariknya ke pagar pembatas lantai dua. Berusaha mendorongnya melewati pagar.
"Kau mau mencoba terbang?!"
"Rafandy!" gertak Kalea.
Kalea mendorong tubuh ke belakang begitu kuat hingga mereka menabrak mesin pabrik. Rafa mengerang, menghindar saat disikut tanpa mendengar omelan Kalea. Lalu Rafa segera mengambil pistol di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARDA 2 - The Series
Action(BOOK 3 & 4) Kasus demi kasus menuntun Garda pada musuh tak terduga. Sekali lagi Edsel bermain dengan bahaya setelah menculik empat modifen terkuat dari Tarhunt. Bahaya kali ini mungkin saja membahayakan alam semesta juga. Ditambah, Rafa mulai memi...