Rafa dan Kalea sangat gugup. Ini teritori asing yang dipenuhi pengawal terlatih.
Menurut surat undangan, tamu pameran perlu parkir di belakang rumah Wisnu Rajasa, agar tak menarik perhatian. Mobil mereka pun parkir di balik hutan karet berkabut, semakin membuat gugup. Sepanjang jalan setapak kebun, mata Rafa menangkap belasan penjaga yang sembunyi di balik pepohonan karet. Dia berkali-kali menoleh memastikan mereka tidak diikuti.
Kalea menarik Rafa. "Awas tersandung."
"Sial. Setidaknya ada delapan—"
"Dua belas penjaga. Kau tak lihat yang tiarap di parit tadi. Dan stop menoleh, Fa, mereka curiga."
"Aku tak selihai dirimu."
"Tepat sekali."
Rafa kembali fokus. "Oh ya. Jangan lupa, kau perlu santai malam ini. Lebih baik hindari perkelahian. Kau juga perlu agak... um..."
"Anggun."
"Benar." Dia mengedip. "Tenang, bagaimana pun dirimu aku tetap suka."
"Bicara lagi kutampar."
Tak lama kemudian mereka sampai. Rumahnya dua lantai dengan teras berhias tanaman anggrek. Kayu berkilap serta pilar putih mendominasi eksterior rumahnya. Semua Rajasa nampaknya berselera sama. Ada pula tiang-tiang obor nampak menghangatkan suasana di tengah kabut.
Tanpa banyak menoleh, Kalea sudah mengerti situasi. Pria berjas hitam berjaga di teras serta pintu masuk lainnya. Ada pula yang berdiri di beranda lantai dua memegang teropong. Lalu setidaknya ada satu penjaga di tiap sepuluh meter pagar rumah yang mengelilingi.
Rafa menegang saat Kalea menggaet lengannya. Perubahan bahasa tubuhnya membuat Rafa mengerti, mereka sedang diawasi. Mereka pun pura-pura mengobrol sambil tertawa kecil saat melewati penjaga.
"Kau secantik malam-malam sebelumnya," kata Rafa, mencium punggung tangan Kalea.
"Itu berlebihan," balasnya, tersipu.
Kalea tetap bekerja sama meski tau Rafa curi-curi kesempatan.
Mereka berhasil melewati penjaga di teras. Kalea melepas tangannya tapi Rafa menariknya kembali dan tersenyum penuh kode. Kalea mengerti. Mereka belum aman. Pria bersenapan laras panjang berjaga di ruang tamu, memeriksa surat undangan.
Meski berkeringat dingin, Rafa menyapa penjaga dengan suara khas Rudy. Ajaibnya, para penjaga membungkuk hormat, mempersilahkan masuk.
"Selamat datang kembali, Tuan Rudy, dan..." Pria itu menelan ludah. "Nyonya Rajasa. Sudah lama sekali Tuan tidak kemari. Perlu saya panggilkan Tuan Wisnu?"
"Tidak. Minggirlah."
Mereka berdua masuk dengan aura angkuh seakan ke rumah sendiri. Dagu Kalea diangkat sedikit dan melangkah tenang di balik rok batiknya. Baru begini saja ia sudah capek.
"Kembalikan tanganku," sindir Kalea.
"Kita harus terlihat meyakinkan."
"Hm. Kau menikmati ini ya?"
Rafa menggerling. "Cuma malam ini aku bisa dengar kau dipanggil Nyonya Rajasa. Jadi, ya."
Kalea hendak membalas tapi seseorang menghalangi mereka. Lutut Kalea sempat lemas melihat pria besar dengan brewok ikal itu. Terutama saat menyadari pistol di holster pinggangnya.
"Rudy? Itu dirimu?" kata suara seberat baja. Dia menepuk pundak Rafa. "Tak kusangka kau kemari! Kau sangat berubah. Terakhir bertemu kau masih cebol. Oh, rupanya sekarang kau tak sendiri." Dia mengangguk sekali ke Kalea. "Malam. Saya Gigih Pradeswa. Teman masa kecil Rudy. Kami sering menggoda gadis-gadis di desa sini. Dulu, tentu saja."
![](https://img.wattpad.com/cover/244337752-288-k679394.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GARDA 2 - The Series
Action(BOOK 3 & 4) Kasus demi kasus menuntun Garda pada musuh tak terduga. Sekali lagi Edsel bermain dengan bahaya setelah menculik empat modifen terkuat dari Tarhunt. Bahaya kali ini mungkin saja membahayakan alam semesta juga. Ditambah, Rafa mulai memi...