Dini hari itu Rafa mengunci pintu kamarnya.
Dia duduk di tepi kasur, masih mengenakan jas hitam kasual. Jet ayahnya sudah mendarat dan ia melihat dengan matanya sendiri. Ayahnya terbaring, terlihat keras seperti biasa tapi matanya terpejam. Setelah menghubungi keluarga besarnya dan mengurus pemakaman besok, ia menyendiri. Selain pemakaman, besok adalah hari ia menerima jabatan resmi chariman of Rajasa Corp. Rapatnya akan dihadiri perwakilan semua kolega Corp.
Tentu ia siap memimpin Corp, namun, ia tidak mau. Makanya ia menyendiri agar tenang dan tak menembak siapapun yang menyebalkan.
Dia mengejang oleh ketukan di jendela. Awalnya, ia biarkan, tapi semakin keras. Dia pun membuka tirai hendak bersumpah serapah tapi malah tercekat.
"Ka?"
Wanita itu berdiri di balik pintu kaca. Matanya seakan menyala di tengah temaram, memberi pancaran tersendiri tentang kehadirannya. Membuat Rafa termenung saking kagetnya. Semua pikiran, tekanan, hinaan yang ingin ia keluarkan, musnah hanya dengan melihatnya. Bagian belakang kerudung hitam Kalea berkibar sedikit oleh angin. Di luar angin sedang kencang dan Rafa geram membayangkan jika ia kemari dengan jet.
Masih termenung, Rafa membuka pintu lalu menariknya. Tak berniat kasar tapi kepanikan menguasainya, Kalea hampir jatuh karena tak seimbang. Lalu segera ia kunci pintu dan tutup tirai.
"Kau gila?! Semua penjaga bisa melihat jetmu!" Napas Rafa memburu. "Kenapa kemari? Sudah kubilang di pesan itu tak perlu kemari!"
Kalea tak membalas. Dia menatap Rafa sejenak sebelum meraihnya ke dalam pelukan. Dia merasakan Rafa gemetar lalu mengusap punggung di bawah tengkuknya.
"Tak apa, Fa."
Kelembutan di suara Kalea membuat Rafa menunduk ke pundaknya dan menangis. Tanpa suara tapi ia memeluk erat, terasa kepedihan dan kemarahan di sana. Keduanya tak bicara selama beberapa menit. Kalea membiarkannya menangis.
Tak disangka jaguar muda menangis di pundaknya, tapi ia melihat Rafa lebih dari yang lelaki itu tunjukkan, jadi ia paham perasaannya. Rafa sampai terisak dan tidak bicara. Sepertinya bukan hanya kepergian ayahnya yang ia tangisi.
"Maaf, Ka."
"Tak apa, kau perlu bersedih."
"Bukan itu. Ingusku mengenai kerudungmu."
Kalea tertawa sekali. "Aku akan pura-pura tak tau."
"Bagaimana caranya kau kemari?"
"Um, tak perlu mengkhawatirkannya."
"Kalea," tekan Rafa.
Dia melepas pelukan. Dengan mata bengkak serta wajah kemerahan, ia nampak rapuh. Dia berusaha terlihat marah tapi Kalea malah ingin memeluknya lagi.
"Janji jangan membunuhku."
"Sial. Apa yang kau perbuat?!"
"Zara memberi koordinat tempat ini dan Arda menteleportasikanku."
"Apa?! Sialan kalian. Kau tau—"
"Fa, aku sudah lama tak melihatmu. Bisakah kita teriak-teriaknya lain kali saja?"
Meski kesal, Rafa setuju. Entah kapan lagi mereka bisa bertemu seperti ini, tenteram tanpa ada baku tembak atau geng alien. Rafa pun tersenyum, mengiyakan.
"Kau berkerut," canda Rafa. "Pacaran membuat pusing ya."
"Berkacalah! Kau pasti tak sisiran berminggu-minggu."
"Kau bahagia dengannya?"
"Jangan membahasku. Aku kemari mau melihat keadaanmu. Besok kau menjadi salah satu leader terkaya di dunia. Pasti semakin arogan, sok cakep, genit."
KAMU SEDANG MEMBACA
GARDA 2 - The Series
Action(BOOK 3 & 4) Kasus demi kasus menuntun Garda pada musuh tak terduga. Sekali lagi Edsel bermain dengan bahaya setelah menculik empat modifen terkuat dari Tarhunt. Bahaya kali ini mungkin saja membahayakan alam semesta juga. Ditambah, Rafa mulai memi...