Astray

2.1K 495 162
                                        

Dunia seperti diaduk.

Lalu Kalea terhempas keluar dan jatuh di atas aspal. Gelap dan dingin. Belum sempat memproses, sepasang cahaya bulat menusuk matanya. Tersadar itu truk melaju. Dia pun berguling, merosot ke parit kering di pinggir jalan. Diam di sana sambil menenangkan napas. Sembunyi dari supir truk yang turun memeriksa keadaan.

Ketika truknya pergi, Kalea merangkak keluar parit. Tersadar tidak ada Rafa. Dia berdiri meski pening, memeriksa sekitar tapi hanya ada jalanan gelap. Pemukiman berada di kejauhan dibatasi sawah. Dia memanggil berkali-kali, semakin lama jantungnya semakin berdentum.

Beberapa menit ia mengecek jalan dan sawah yang mengapitnya. Minim penerangan jadi sulit melihat. Rasa takut mulai menguasainya, karena malfungsi Rafa mungkin terlempar ke masa lain. Langkahnya pun hampang karena kurang napas. Dia berpegangan ke tiang lampu. Satu-satunya di sini.

"Tidak. Kau tak boleh tertinggal."

Kemudian ia melihat setitik cahaya di kejauhan. Di ujung sawah dekat pemukiman. Kalea tak melihat jelas tapi ia tetap berlari. Menyusuri jalan setapak yang membelah sawah.

Pria berjas kusut itu melambaikan senter smartwatch di kegelapan. Tidak tau kenapa Kalea hampir menangis melihatnya. Lalu tanpa berpikir ia lompat memeluk Rafa, erat tak memberi ruang untuknya bernapas. Rafa balas memeluknya meski sempat terdorong.

"Hai." Rafa antara senang dan bingung. "Um, kenapa—"

"Kukira kau tersasar di masa lain!"

Kalea bicara terus meski terengah. Rafa memintanya diam karena ia mulai sesak. Akhirnya, Rafa membekapnya sampai diam lalu mengajaknya menarik napas. Mereka pun menghela napas panjang bersama.

"Aku tak percaya nasib kita!" keluh Kalea. "Aku hampir gila karena tadi tak menemukanmu!"

Rafa tersenyum. "Sini peluk lagi kalau begitu."

Kalea mendengus lalu jalan melewatinya yang cengengesan. Keduanya pun mempelajari pemukiman ini. Rumahnya minimalis berdempetan, sebagian gelap, tak terawat dimakan ilalang. Dari model rumah dan kendaraan yang parkir, mereka mungkin di masa kini.

Lalu ia terkejut menemukan rumah kosong yang dengan kubangan merah di terasnya. Adapula truk terguling di depan. Masih berasap dengan tangan berlumur darah keluar dari jendela. Dia membaca nomor platnya, seperti mengenalnya.

"Kita perlu periksa truk itu." Rafa maju tapi ditahan. "Ada apa?"

"Aku kenal daerah ini."

Mereka maju sedikit. Dari balik atap rumah nampak bukit menjulang di kejauhan. Terpasang billboard raksasa bertulisan: Welcome To Batam. Mata Kalea seakan menjerit.

"Oh, tidak. Aku tau di mana ini."

Dia melihat sekitar lalu berlari tanpa melirik truk itu. Menyusri gang sempit, melewati pria yang tewas dengan parang di tubuhnya. Ada satu lagi, merangkak minta tolong karena terluka. Kalea tetap jalan, terengah digeluti rasa takut. Sementara Rafa tak henti bertanya ada apa.

Kalea tak memelan meski Rafa memanggil. Dia seperti kerasukan dan terus berlari. Hingga mereka keluar gang, menghadap gudang kumuh dengan pekarangan ilalang. Kalea memandang dari balik pohon. Matanya tergenang mengingat tempat itu dan yang terjadi di dalamnya.

Rafa memandanginya. "Ka, ada apa?"

Tiba-tiba terdengar jeritan wanita, seperti melawan. Nampak dua pria mengangkat perempuan berjaket hitam dengan rambut sepundak. Dia meronta, menjerit dibalik bekapan sementara dibawa ke dalam gudang.

Seiring teriakan wanita itu mengeras, Kalea memejam menitikkan air mata. Terisak hampir tanpa suara seakan sesuatu menyakitinya. Dia tetap begitu selama beberapa menit.

GARDA 2 - The SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang