Lapangan Halim
Tenda sutra di sisi landasan memayungi tamu dari terik Jakarta. Satu persatu jet militer milik negara-negara Asia unjuk diri, meluncur di landasan lalu melesat ke langit membuat semua bertepuk tangan.
Kalea dan Gwen dikawal menuju tenda. Kalea berkali-kali membenarkan kemejanya—abu muda diteruskan trousers dan ankle boots. Tidak serapih para wanita anggun dari Pia Ardhya Garini—persatuan istri TNI AU. Ditambah, kerudungnya agak kusut berkat aksi di bank tadi, jadi langkahnya memelan oleh mati gaya.
Gwen berbisik. "Perampok bersenapan tak membuatmu takut, tapi kau tegang melihat ibu-ibu bersasak."
"Ssh. Aku kurang rapih. Kau juga."
"Toh aku akan dibuat Ivan berantakan juga."
Kalea tercekat. "Gwen!"
Pameran hari ini lebih eksklusif dan dihadiri para petinggi keamanan. Termasuk Irjen Marini yang sedang mengobrol dengan penerbang dari Brunei. Dia menghampiri Kalea dan Gwen ketika memasuki tenda. Wangi seragamnya segar meski udara gerah.
"Aku mendapat kabar soal Bank Sentosa. Sampaikan terima kasihku untuk semua Garda ya."
"Dengan senang hati, Tan."
"Oh ya, kusarankan melihat dari luar tenda. Panas tapi lebih jelas. Pilot Indonesia akan terbang sebentar lagi dengan FR-18." Dia memeluk Kalea dan Gwen. "Aku duluan ya."
"Semua baik-baik saja?"
Marini tersenyum, menampakkan garis lelah di bawah matanya. "Negeri ini tak pernah baik-baik saja, Nak."
Kalea dan Gwen berdiri di sisi tenda melawan silau. Terpana pada sepasang jet keperakan berbendera Indonesia yang melesat di langit. Itu jet favorit Kalea. Keduanya terbang menuju satu sama lain lalu bermanuver ke atas. Jantung Kalea berderu selama aksi dan baru tenang saat jet sudah mendarat.
Kebanggaan berkelip di mata Kalea saat Bagas melangkah kemari. Seragam hijau gelap membalut tubuh kokoh dan tingginya, ditambah ia membawa helm pilot. Wajah seriusnya diterpa cahaya, menegaskan indah kulit kecoklatannya. Kalea pun mengerjap sebelum berpikir kejauhan.
Bagas tersenyum dan melambai. Kalea berusaha tetap tegap meski kaki lemas dan balas melambai. Sementara Ivan terkejut saat Gwen melambai padanya. Gwen sengaja merahasiakan kedatangannya untuk kejutan.
"Gwen? Kau datang." Ivan membuka kacamata hitamnya. Hendak memeluk Gwen, tapi Bagas menoleh padanya, seketika ia mengurungkan niat.
"Nona." Bagas mengangguk sekali pada Kalea.
"Capt."
"Kau tak mungkin nyata."
"Hm?"
"Tetap terlihat memukau meski baru saja menyelamatkan Jakarta dari perampok." Dia menatap Kalea. "Aku harus menatapmu lebih lama guna memastikan kau sungguhan."
"Hentikan itu," lawan Kalea, merona.
Dengan tangannya Bagas memayungi kening Kalea agar ia tidak silau oleh cahaya matahari. Kalea pun menurunkan tangan Bagas ke pundaknya, merangkulnya. Gerakan baru yang ia pelajari setelah memiliki kekasih sungguhan.
Keduanya tak henti berdiskusi tentang jet yang beraksi. Pengetahuan keduanya hampir sama dan itu membuat Kalea tertantang. Dia mengeluarkan semua pengetahuannya. Setelah pameran selesai, mereka beramah tamah dengan tamu lainnya sembari makan siang. Rahang Kalea sampai pegal terlalu banyak bicara dan tersenyum.
Setelah acara ditutup, Bagas dan Kalea tetap di tenda sampai semua pergi. Gwen bersama Ivan tadi sangat bersemangat pergi, entah mau kemana.
"Dan aku hampir ditembak dari belakang ketika melepaskan sandera." Kalea masih bercerita. "Untunglah, Jemy menangkisnya."
![](https://img.wattpad.com/cover/244337752-288-k679394.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GARDA 2 - The Series
Action(BOOK 3 & 4) Kasus demi kasus menuntun Garda pada musuh tak terduga. Sekali lagi Edsel bermain dengan bahaya setelah menculik empat modifen terkuat dari Tarhunt. Bahaya kali ini mungkin saja membahayakan alam semesta juga. Ditambah, Rafa mulai memi...