Legacy

1.6K 485 55
                                    

Rajasa Mainbase

Senin 10:00

Air dingin mengalir melewati kepala Rafa. Sudah beberapa menit ia melamun di bawah shower.

Kedua tangannya bertumpu ke dinding, ditatapnya air yang berjatuhan dari pundak ke lantai. Masih tersisa warna merah di airnya. Bukan darahnya, seperti biasa. Dia pun mengusap wajah, mencari pembenaran dari setiap pukulan yang ia berikan untuk menginterogasi lawannya. Dia menikmatinya, di situlah masalahnya. Ketika mereka memohon-mohon ampun, dia senang melihat itu karena membuatnya merasa kuat dan mampu memiliki apapun.

Di saat sebenarnya, ia tak bisa memiliki apapun.

Ingatan lain menabraknya. Dia terpejam mengingat saat wanita itu terjatuh dari ketinggian. Wanita itu hampir saja menghisap seluruh Jakarta, tapi saat memeluknya, Rafa tak peduli apa yang sudah terjadi. Dia pun mengusap pundaknya, tersenyum meski air dingin menyetrum wajah.

Tiba-tiba pintu diketuk keras. Rafa menoleh sinis pada suara tinggi Suzy di luar sana. Sejak Suzy sering masuk saat Rafa mandi, ia mengunci pintunya. Bukannya Rafa keberatan atau apa, tapi, ia sedang ingin mandi tenang.

"Hun! Kenapa dikunci?"

Rafa melambaikan tangan di layar dan shower mati. Bergumam, "Sudah jelas kenapa."

Dia segera memakai baju, menyisir asal rambutnya dan bercermin. Bekas-bekas luka tergambar di pipinya. Kulit porselennya lebih menyala berkat air dingin. Garis di bawah matanya mulai terlihat, berkat rangkaian perjalanan bisnis delapan bulan terakhir. Dengan keadaan ayahnya yang memburuk, lebih banyak lagi pekerjaan jatuh padanya.

Gadis blasteran Korea itu kecewa ketika Rafa keluar sudah berpakaian. Dia merapihkan kerah kemeja Rafa lalu memakaikan jasnya. Tak henti bicara soal rapat siang ini.

"Aku harus ke gudang mesiu di Malang. Bisa wakilkan aku di rapat itu?"

Suzy menggeleng. "Biar Dom yang mengurusnya. Kau harus hadir, My Jaguar. Harus membiasakan diri hadir di semua pertemuan seperti ayahmu. Keadaannya tak akan membaik dan sebentar lagi kau—"

"Siapa yang membolehkanmu bicara begitu?" Tekanan di suaranya membuat Suzy terkejut.

"Bukannya itu yang kau mau? Semakin cepat ia pergi, semakin cepat kau menjadi pemimpin Corp."

"Kau tak tau yang aku mau."

"Sayang..."

Dia berpaling, merapihkan jas kasualnya sambil melangkah duluan. Meninggalkan Suzy yang terpaku di dalam kamar. Jika bukan karena urusan bisnis, wanita itu sudah Rafa usir dari mainbase. Dia menuruni tangga kayu dan bertemu Dom yang baru menggunduli rambutnya lagi. Dom pun mengikutinya.

"Masalah rumah tangga lagi?" ledek Dom.

"Lebih baik mati daripada menikahinya. Dia selalu masuk saat aku mandi. Apa-apaan?!"

"Aku tak butuh info itu, tapi, oke."

"Tak cukupkah dia bikin kasurku sempit setiap malam?! Dan menendangku."

"Mungkin ia kesal karena kau sering mengigaukan wanita lain. Dia menceritakannya padaku. Apa sih yang terjadi di mimpimu sampai bisa mengigau?"

Rafa menahan tawa tanpa menjawab. Dia tak percaya sering mengigaukan nama Kalea meski Suzy memberitahunya.

"Ada kabar dari Seoul?"

Dia kecewa karena Dom menggeleng. Menurutnya tidak adil ia tak dikabari apapun mengenai ayahnya, karena ia khawatir setiap hari. Sementara ayahnya melacak setiap geraknya. Dan sialnya, melacak gerak Kalea juga. Rafa semakin enggan cari masalah setelah tau ada tim sniper memegang lokasi Kalea 24/7 berkat sinyal Gravidor.

GARDA 2 - The SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang