Seminggu kemudian
Kalea tidur mengenakan kemeja dan jeans. Kertas bertebaran di sebelahnya. Dia ketiduran sekitar tengah malam saat memeriksa ulang informasi yang ia dan Zidan dapatkan. Tetap saja, tak ada petunjuk soal orangtua mereka.
Tetiba jendela kamarnya bergetar. Kalea perlahan membuka mata, meraba kasur mencari smartwatch. Seketika berdiri akibat pesan bertuliskan RUDAL! dari Zara dua menit lalu. Ada sekitar lima puluh pesan dan panggilan tak terjawab.
"Apa?" sentaknya.
Lalu muncul peringatan incoming unknown balistic in 1 minute. Jantungnya pun bergemuruh sampai kaki lemas.
Kalea masih mengenakan Gravidor, namun kilatnya lemah. Dia pun menggeram. Pasti distrupsi jarak jauh. Itu berarti ia tak akan kuat menangkis rudalnya.
Dia habiskan detik-detik berikutnya untuk berpikir. Hanya punya 50 detik untuk mengeluarkan Garda. Dia melirik. Kamar Arda tepat di sebelah kamarnya. Lewat pintu untuk kesana akan memakan waktu.
"Semoga tak ada yang aneh-aneh di kamar Arda."
Dia menegapkan badan lalu berlari menghantam dinding jati itu hingga ia menerobos. Nampak Arda duduk di sofa dengan kabel pengisi daya terpasang ke punggung leher. Sabina tertidur di pangkuannya.
Kalea mencabut kabelnya, mengguncang Arda sampai sadar. "Kau bisa berteleportasi?"
Tubuhnya mengabur. "Uh, lemah. Satu per—"
"Keluarkan semuanya!"
"Ka, apa yang—"
"Sekarang! Nanti jemput aku."
Meski frutasi, Arda menghilang ditelan semburat biru, membawa Sabina yang mengejang bangun. Gwen menjerit dari kamar seberang dan Jemy jatuh dari kasurnya. Bagus, Arda sudah menjemput mereka. Waktunya 30 detik lagi.
Kalea sprint mendobrak pintu Arda sampai rubuh. Lanjut menembus dinding lapuk kamar Gwen. Terus maju melawan apapun di depannya, meski serpihan kayu mengotori kerudung dan pundaknya nyeri.
Sambil berlari ia menyalakan auto-pilot Dirgantara 1 di garasi atap, menargetnya melacak Chief. Prang! Dia memecah jendela kamar Gwen. Jatuh dari ketinggian, merinding oleh terpaan angin kencang di kulitnya. Lalu menembus atap dengan kakinya dan mendarat berlutut di ubin. Potongan kayu berikut genting berjatuhan di sekitarnya.
18 seconds.
Dia di ruangan gelap dengan rak berisi potongan mesin megapit meja komputer. Dia tarik CPU Zidan dari stop kontak sementara tangan lainnya meraih bingkai foto. Foto Garda dan Rafa sebelum Pertarungan Pancoran. Otaknya tak bisa berpikir, jadi ia raih saja itu.
10 seconds.
"Da!" jeritnya ke comms.
Kalea menghantam dinding. Kayunya lebih tebal, membuat sesuatu bergeser di pundaknya. Dia keluar, melesat di atas puing yang memenuhi pekarangan belakang markas. Nampak benda berujung api itu menukik turun. Zzp! Arda muncul memeluknya dan mereka menghilang di pusaran kilat biru.
Rudal mengenai atap markas yang sudah kosong. Ledakan dahsyatya menggetarkan tanah. Api jingga menghabisi markas, nyalanya seakan membangunkan gelapnya reruntuhan Kota Tua. Potongan dinding dan besi bermentalan, mengenai Dirgantara 1 yang mengudara menembus asap pekat.
Hanya dalam hitungan detik markas menyatu dengan sisa bangunan di sekitarnya. Asap masih meninggi, menghujani kawasan dengan abu.
Di saat bersamaan, Arda dan Kalea terhempas dari semburat cahaya biru ke ubin dingin. Napas Kalea terengah dan nyeri di seluruh badannya baru terasa. Lalu kedua tangan kokoh membantunya berdiri, dia pun terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARDA 2 - The Series
Action(BOOK 3 & 4) Kasus demi kasus menuntun Garda pada musuh tak terduga. Sekali lagi Edsel bermain dengan bahaya setelah menculik empat modifen terkuat dari Tarhunt. Bahaya kali ini mungkin saja membahayakan alam semesta juga. Ditambah, Rafa mulai memi...