The Odds

1.4K 441 118
                                        

Keesokan harinya Rafa menjemput Kalea satu jam lebih awal. Entah kenapa dia mengklakson berkali-kali sampai Kalea mengomel ketika masuk mobil. Keduanya tak sengaja mengenakan baju senada, sewarna langit cerah hari ini.

Ini kebiasaan baru mereka. Pergi piknik setiap Sabtu pagi, jika keduanya tak ada tugas tambahan. Kali ini giliran Rafa yang membawa makanannya, semua ada di jok belakang.

Sepanjang jalan mereka mengobrol, ditemani lagu di radio yang kadang putus-putus. Sesekali ikut bernyanyi meski suara mereka fales. Lalu ketika mobil menyusuri jalan yang diapit perkebunan, Kalea membuka jendela, membiarkan angin mengusap lengan serta mengibarkan selendangnya. Dia menyukai udara di sini, tetap sejuk meski cerah.

Buruknya, terkadang mobil Rafa mogok karena mesinnya sudah tua. Mereka sudah terbiasa. Rafa turun untuk mendorong mobil, dia terengah sambil berisik menyumpah saat mendorong. Sementara Kalea mencoba menyalakan mesin, tak tahan menertawai Rafa.

"Kau lelet banget, biar aku saja yang dorong."

Rafa tertawa kesal. "Diamlah dan nyalakan mobilnya."

Setelah mobil menyala mereka kembali menikmati jalanan Lembang. Tetap dalam atmosfir bahagia meski mobil sempat mogok—dan mungkin akan mogok lagi karena mesin panas. Entah kenapa saat bersama, semuanya seperti baik-baik saja. Semua jadi jenaka.

Mereka duduk di atas kain piknik. Rantang makanan dan botol-botol kaca berisi jus sudah siap. Pepohonan rindang memayungi mereka, menyisakan garis-garis cahaya matahari yang menghangatkan. Pemandangan hari ini adalah kota Bandung dari atas bukit. Terlihat gedung-gedung kecil di kejauhan serta pegunungan yang meliuk memagarinya. Di sini tenang, tak banyak orang dan mereka dinyayikan oleh kicauan burung dari pepohonan.

Setelah selesai makan, Rafa bersandar ke pohon, tak bosan oleh pemandangan kota di depannya. Lalu ia melihat Kalea sedang membaca buku. Itu sangat jarang. Apalagi ini buku kumpulan puisi berjudul Deru Bercampur Debu.

"Aku tak tau kau suka membaca."

"Hanya baru-baru ini," balasnya. "Biasanya aku membaca untuk riset atau misi. Ternyata menyenangkan membaca puisi. Aku juga suka fiksi terjemahan. Wisnu kadang mengirimkannya."

Rafa bangkit dari sandaran. "Kau tak pernah menceritakannya."

"Dia hanya mencoba ramah."

"Selanjutnya apa? Mengirim barongsai?"

"Kenapa merajuk begitu?"

"Aku tidak merajuk." Rafa berpaling.

Kalea menyimpan bukunya, menarik rahang Rafa agar menghadapnya. Rafa berusaha tidak merengut tapi matanya seakan berapi. Kalea tertawa kecil melihatnya, membuat Rafa akhirnya tertawa juga.

"Tak perlu mengkhawatirkan Wisnu."

"Kurasa dia naksir."

"Aku tau," balas Kalea. "Tapi aku terlanjur naksir karyawannya. Itu loh yang jaga gudang Corp, suka marah-marah, jarang sisiran. Dia baik, mau membuat Red Room untukku."

Rafa terkekeh, melempar Kalea dengan kulit kacang. "Jangan sampai kubuatkan beneran."

Kemudian mereka makan makanan penutup. Ada puding dan panekuk favorit Kalea. Cuaca sangat bersahabat hari ini, jadi mereka bersantai lebih lama setelah makan. Rebahan di atas kain, memandang kanopi pepohonan yang melambai lembut oleh angin, menimbulkan suara yang menenangkan.

Obrolan tadi membuat Kalea teringat sesuatu. Dia tak pernah memikirkan ini sebelumnya, tapi sejak terjebak di sini dan hubungannya dengan Rafa berkembang, dia jadi khawatir.

"Fa, kau ingin berkeluarga di sini?"

Rafa menoleh. "Kenapa tiba-tiba begitu?"

"Jawab saja."

GARDA 2 - The SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang