Chapter 38 : Memikmati Acara Reuni

51 7 0
                                    

Hotel Permata memang layak menyandang sebagai hotel terbaik tingkat satu di kota ini. Melihat bagaimana pelayanan para pegawainya, aku yakin seorang manager yang bertanggung jawab atas tempat ini adalah orang yang hebat. Aku ingat ungkapan salah seorang yang hidup pada jaman dahulu, yang mengatakan bahwa cerminan seorang atasan dapat terlihat dari sikap bawahannya.

Saat itu aku bersama Denis diantarkan oleh seorang pelayan berkumis tebal, menaiki lift menuju lantai tiga, dan kemudian sampailah di depan pintu besar sebuah ruangan yang bertuliskan ruangan menengah satu di atasnya. Sontak aku yang penasaran segera bertanya kepada paman berkumis itu tentang makna dibalik label ruangan tersebut.

"Tuan, hotel kami tidak hanya menyediakan kamar kepada para tamunya, akan tetapi juga menyewakan ruangan tertentu untuk sebuah acara ataupun pesta. Masing-masing kamar dan ruangan yang ada di hotel kami dikelompokkan berdasarkan tiga tingkatan, adapun tingkatannya yaitu biasa, menengah, atas. Setiap tingkatan dibagi menjadi tingkatannya lagi, dari satu sampai tiga. Tujuan dari adanya tingkatan ini untuk memberikan kemudahan kepada para tamu untuk memilih sesuai kebutuhannya. Tentu, semakin tinggi tingkatannya akan mempengaruhi kualitasnya."

"Aku mengerti garis besarnya," kataku sembari berpikir dalam hati.

"Kalau begitu bukankah berarti ruangan menengah satu ini termasuk yang terbaik? Kira-kira berapa harga untuk menyewanya? Apa itu sampai menghabiskan jutaan uang untuk sekali menggunakannya?" Denis memasang wajah lembek dan tiba-tiba terlihat begitu tak percaya diri.

"Silahkan Tuan menikmati acaranya, saya pamit undur diri."

"Terimakasih, Paman." Sambil memasang wajah ramah, aku pun menyeret Denis masuk ke dalam ruangan.

Pintu terbuka dan suara alunan musik langsung terdengar keras, membuatku dan Denis sesaat menutup telinga karena kaget. Tak berselang lama, suasana tiba-tiba menjadi hening dan semua orang yang memenuhi ruangan itu berbalik menatap ke arah kami berdua. Suara musik perlahan meredup, seseorang bergerak cepat dan sudah berada di belakangku dan menutup satu-satunya pintu akses keluar. Pria botak itu jelas melakukannya dengan sengaja, dia bahkan secara terang-terangan menyunggingkan senyuman licik.

"Siapa pria tampan yang baru saja datang itu? Aku tidak pernah ingat ada yang seperti dia di sekolah dulu."

"Sama, aku juga tidak ingat."

"Betapa manisnya dia."

"Eh, pria di sampingnya bukankah si pesuruh? Kenapa orang itu bergaul dengan kotoran rendahan seperti dia? Sangat disayangkan, dia menginjak lumpur yang tidak seharusnya dilakukan oleh orang berkelas."

Mendengar bisikan-bisikan di sekitar, membuatku menghela napas perlahan. Mari kita lihat trik busuk apa lagi yang akan mereka rencanakan untukku. Sampai saatnya tiba, aku akan tetap sabar menerima semua hinaan yang keluar dari mulut sampah kalian.

"Cih, untuk apa memiliki wajah yang tampan? Lihat saja pakaian yang dikenakannya, tidak ada sama sekali yang aku kenali. Mungkin dia berkunjung ke pasar dan membelinya sebelum datang ke acara ini," kata salah seorang pria dengan setelan blazer hitam seraya tertawa kepada teman di sekitarnya.

Mereka ini memang sesuatu, membicarakan keburukanku tepat di depan wajahku.

"Mohon perhatiannya, saya selaku kordinator pembuat acara reunian ini mengucapkan terimakasih kepada semuanya karena telah berkenan hadir pada acara ini. Semoga dengan berkumpulnya kita dapat mempererat tali pertemanan dan memperbaiki hubungan baik di masa depan." Suara ini datang dari arah depan. Terdengar jelas ini adalah suaranya yang aku kenali! Tidak salah lagi, dia adalah Miguel, kekasih Jesica yang sering mengerjai aku saat sepulang sekolah. Sampai sini aku sudah dapat menebak siapa dalang dibalik rencana busuk pada acara reuni ini.

"Silahkan kepada teman-teman untuk menikmati hidangan yang sudah dipersiapkan."

Setelah sambutan singkat itu aku mengajak Denis untuk berjalan ke sudut yang lebih sepi, kemudian mencoba berbagai hidangan yang telah tersedia di atas meja. Terlihat Denis melepas kecemasannya ketika bertemu dengan makanan-makanan enak, dia dengan lahap menyantapnya tanpa mempedulikan banyak pasang mata yang menontonnya.

"Siapa yang mengirimkan undangan kepada orang udik seperti dia?"

"Dia memakan semua hidangan itu dengan sangat rakus."

Menurut kebanyakan dari mereka hal yang dilakukan Denis saat ini begitu menjijikan untuk dilihat, akan tetapi aku justru merasakan sebaliknya. Melihat dia menelan satu demi satu makanan membuat hatiku tertawa bahagia. Sangat baik si gendut ini mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Semua makanan di sini sangatlah enak, aku tidak mengerti mengapa mereka memakannya secara perlahan, apa mereka tidak takut kehabisan? Temanku, kau harus mencobanya juga, oke? Kalau tidak nanti kau akan menyesalinya," kata Denis dengan mulut yang terisi penuh.

"Makanlah sepuasnya, dan jika ini masih kurang kau bisa mengambilnya dari meja lain. Kurasa tidak ada yang keberatan. Nampaknya mereka sedang diet ekstra, jadi makanan manis ini tidak akan mereka sentuh."

"Baiklah jika kau memaksa, aku akan melahap semuanya dan tidak akan menyisahkan satupun untukmu, jangan menyesal!" Denis menaikan salah satu alisnya seraya tersenyum meledek, kemudian bergegas menuju meja lain dan memborong semua makanan yang tersedia di atasnya. Tiga sosok wanita yang sebelumnya tengah berada di dekat meja itu pun memilih pergi dengan adanya Denis di sana.

Yah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari orang seperti Denis. Meskipun bencana gempa sekalipun terjadi, aku sangat yakin dia tidak akan meninggalkan makanan-makanan itu sendirian, dia akan baik-baik saja.

SISTEM KEHENDAK LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang