Chapter 27 : Latihan Memasak

100 13 0
                                    

Keesokan harinya ketika aku baru saja bangun dari tidur, seseorang dari luar mengetuk pintu apartemenku. Dengan malas aku meregangkan tubuhku hingga menciptakan suara kretek, lalu aku bangkit dan berjalan untuk membukakan pintu. Tak sadar aku menguap seraya menyipitkan mata saat kedua mataku mencoba beradaptasi dengan sinar matahari pagi yang terasa begitu menyilaukan pandanganku.

"Salam Guru!"

Dengan samar kulihat sosok wanita berambut pendek tengah membungkuk di hadapanku seraya menyapaku. Suaranya sedikit familiar di telingaku. Setelah beberapa detik berikutnya saat pengelihatanku telah dipulihkan, barulah aku menyadari bahwa orang yang berada di depanku sekarang ini ternyata Masayu. Dia sudah berpenampilan sangat rapih, mengenakan bawahan jeans dan kaos polos berwarna pink yang sengaja diselipkan ke dalam celananya. Sungguh aku baru ingat kalau hari ini memiliki janji dengan Masayu untuk mengajarinya memasak. Langsung saja aku mempersilahkan dia untuk masuk ke ruang penerimaan tamu.

"Mau minum apa?"

"Air putih saja Guru!" Masayu bangkit dari sofa an sesaat menunduk ketika menjawab pertanyaanku. Entah mengapa aku melihat dia begitu bersemangat pagi ini, apa dia sebegitu senangnya ingin belajar memasak? Aku hanya bisa mengangguk dan berjalan pergi meninggalkannya. Tak butuh waktu lama bagiku untuk membawakan segelas air putih dan menaruhnya di atas meja.

"Tolong, tidak perlu berbicara formal denganku. Umur kita juga sepertinya tidak jauh berbeda," kataku.

"Baik, Guru!"

"Ini, silahkan diminum."

"Terimakasih, Guru!"

"Sudah kubilang ... eng, terserahlah. Buat dirimu sendiri nyaman, panggil aku dengan sesukamu."

Masayu tersenyum, lalu meraih gelas itu dan langsung meneguknya sampai habis. Sontak saja aku membulatkan mata karena terkejut, tapi segera aku menawarkan apakah dia membutuhkan air putih lagi? Akan tetapi dia menggeleng dan menjawab kalau itu tidak diperlukan. Setelah itu aku mengatakan kepada wanita itu untuk menunggu sampai aku selesai mandi dan siap dengan segala hal, baru kemudian kita bisa mulai praktik belajar memasaknya. Masayu pun tidak keberatan dan mengangguk.

Di dalam kamar mandi aku merenung seraya memejamkan mata di bawah derasnya guyuran shower. Seperti biasanya, selagi menyabuni seluruh lekuk tubuhku ini, pikiranku selalu saja melayang ke mana-mana. Kali ini pun aku memikirkan tentang kondisi kedua orang tuaku di desa, apakah mereka baik-baik saja? Aku ingat terakhir kali ayah pernah mengeluh tentang punggungnya yang sering terasa sakit akibat terlalu lelah saat bekerja di pabrik. Sungguh aku mengkhawatirkan keadaan mereka berdua, dan lagi aku tidak yakin Naomi banyak membantu pekerjaan rumah, mengingat sifat adikku satu-satunya itu yang sangat pemalas.

Kuharap tidak terjadi sesuatu hal yang buruk menimpa mereka berdua. Dalam hati aku pun bertekad, setelah aku berhasil dengan usaha yang baruku ini, aku akan membawa keluargaku untuk menikmati hasil dari kerja kerasku ini. Mereka tidak perlu lagi bekerja keras, aku ingin melihat keduanya bahagia dan bersantai di masa tuanya.

Selepas aku mengeringkan rambutku menggunakan handuk, aku berjalan kembali menemui Masayu yang masih duduk di ruang penerimaan tamu.

"Maaf, menunggu lama," kataku seraya mengisyaratkan kepada Masayu agar mengikutiku ke dapur.

Persiapan sebelum memulai masak pun dimulai, kami segera mengenakan apron polos berwarna putih lalu menyiapkan alat-alat yang akan digunakan nanti, semua ada dalam komandoku. Berhubung yang akan kuajarkan kepada Masayu kali ini adalah menu sup yang pernah kucoba buat sebelumnya, jadi sangat mudah memberi arahan padanya.

Kring.

Ketika aku sedang memotong beberapa sayuran yang dibutuhkan, ponselku berdering. Segera aku menginstruksikan kepada Masayu untuk menggantikan pekerjaanku ini. Lagipula hanya memotong sayuran, siapapun pasti bisa melakukannya, bukan?

"Ya Pak Gunawan, ini Alan."

"Oh jadi begitu ...."

Sekitar lima belas menit aku dan Pak Gunawan berbincang lewat sambungan telepon. Semua yang dibicarakan menyangkut tentang perkembangan renovasi tempat dan kerja sama dengan beberapa pihak yang bersedia menyediakan bahan baku utama bisnis restoran kami nantinya.

Pak Gunawan benar-benar sangat menakjubkan! Sungguh aku merasa sangat bersyukur padanya karena dia telah bekerja dengan sangat baik untuk membantuku mendirikan bisnis ini. Berkat kerja kerasnya, semua urusan tentang pengembangan bisnis yang semua tidak aku mengerti itu dapat terselesaikan semudah membalikkan telapak tangan.

Pagi ini dia bahkan telah selesai mendapatkan janji bertemu dengan para calon distributor! Pak Gunawan pun mengingatkan aku bahwa lusa akan ada rapat pertemuan dengan mereka, dan aku harus ikut bergabung karena kehadiranku sangatlah penting. Mengingat posisiku yang merupakan pimpinan dari bisnis ini, kehadiranku benar-benar seperti wajah yang akan mencerminkan jati diri perusahaanku kedepannya.

"Siapa yang telpon, Guru?" kata Masayu seraya memasang ekspresi penasaran di wajahnya.

"Pak Gunawan, pria yang kemarin datang bersamaku." Sambil berjalan mendekat aku pun menjawabnya dengan seadanya. Sebenarnya aku masih kepikiran lusa aku harus tampil bagaimana? Aku bahkan tidak mengerti apapun tentang bisnis, bagaimana jika aku hanya membuat malu nantinya? Memikirkan hal itu membuat konsentrasiku buyar dan tak sadar kalau sebenarnya aku masih harus mengajari Masayu memasak.

Lupakan, aku masih bisa bertanya kepada Pak Gunawan nanti. Mari sekarang aku fokus dengan apa yang terjadi sekarang, aku harua menepati janjiku untuk menjadikan Masayu seorang juru masak yang layak diperhitungkan. Dengan begitu dia bisa bekerja di restoranku nantinya ketika sudah mulai beroperasi. Sejenak aku pun menghela napas berat dan mengerjapkan mata, lalu menaruh ponselku dan kembali fokus untuk melihat sampai sejauh mana pengerjaan kami berdua sebelumnya.

"Tunggu, mengapa kau memotong sayurannya besar-besar seperti ini, Masayu?" kataku seraya memasang wajah pasrah dan kemudian tanpa sadar menepuk jidatku pelan.

"Apa aku baru saja membuat kesalahan?" kata Masayu dengan ekspresi panik di wajah.

Dengan segera aku beranjak mendekat dan tiba di belakang tubuh Masayu. Kuraih kedua tangannya dari belakang dan mulai menggerakkannya untuk memotong sayuran-sayuran itu sampai menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Setelah itu selesai barulah aku melepaskannya.

SISTEM KEHENDAK LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang