Chapter 23 : Pak Gunawan Pasti Bercanda

113 14 0
                                    

Benar-benar sial pagi ini, dia pikir aku butuh uangnya itu? Dasar wanita tidak berperasaan! Lihat saja, aku akan membalas penghinaan ini. Di bawah guyuran shower yang segar ini, aku masih dengan pikiran yang kalut akibat ulah Karen yang pagi ini datang untuk mencari masalah denganku. Yah, setelah beberapa saat setelah aku selesai mandi, segera aku melangkah keluar dan bergegas mengenakan pakaian.

Kring...

Saat itu aku telah selesai memanaskan ikan sarden kalengan dan menyajikannya bersama nasi di atas wadah piring. Baru saja aku hendak menyantapnya, akan tetapi sesaat aku urungkan karena ponselku tiba-tiba berdering. Kuberanjak bangkit dari kursi dan mengambil ponsel yang berada di atas laci itu, di samping ranjang tempat tidurku. Kulihat sebenarnya siapa yang meneleponku, sedikit penasaran karena jarang-jarang juga ada yang menghubungiku. Sampai saat ini mungkin bisa dihitung dengan jari, kedua orangtuaku, teman dekatku dulu, dan si wanita iblis yang tidak ingin kusebutkan namanya lagi.

Setelah aku melihat informasi kontak yang terlihat pada layar, aku mengetahui bahwa orang yang meneleponku itu ternyata adalah Pak Gunawan. Benar saja, aku hampir lupa kalau kemarin aku memberikan alamat apartemenku dan juga nomorku kepada Pak Gunawan, hanya untuk memastikan kami berdua dapat berkomunikasi dengan baik.

"Halo, Pak Gunawan. Meneleponku sepagi ini, apa ada hal penting ingin dibicarakan?" kataku dengan nada penuh ketenangan. Apa yang tidak Pak Gunawan ketahui bahwa sebenarnya aku ini dalam hati sangat gembira karena dia telah meneleponku terlebih dahulu.

"Nak Alan, Bapak telah menemukan lokasi yang pas untuk bisnis yang ingin kita kembangkan. Melihat dari posisi bangunannya yang strategis dan harga belinya yang terjangkau ... kita bisa menghemat banyak anggaran untuk masalah pembelian tempat." Dengan sekali tarikan napas, Pak Gunawan sangat antusias menjelaskan tentang hasil pekerjaannya itu.

"Semalam saya sudah menghubungi pemilik bangunannya untuk membuat janji bertemu hari ini, dan pemiliknya pun telah setuju." Sambil mendengarkan Pak Gunawan berbicara, karena aku sudah saking laparnya, kusantap saja ikan sarden ini bersama nasi. "Mungkinkah Nak Alan sedang sibuk hari ini? Jika tidak, apa berminat untuk ikut bersama saya melihat tempatnya?"

Buru-buru aku menelan dan meminum segelas air putih, kemudian lanjut menjawab pertanyaannya, "Bapak sepertinya lupa, saya ini kan sudah resmi menjadi pengangguran. Saya sama sekali tidak sibuk. Kapan rencananya Pak Gunawan pergi ke tempat itu? Biar saya bisa bersiap terlebih dahulu sebelum pergi ke tempat Bapak."

"Ini sebenarnya ...." Sebelum Pak Gunawan melanjutkan perkataannya, seseorang sepertinya baru saja menekan bel pintu apartemenku, dan suara itu terdengar jelas di telinga. "Maaf, Lan. Sebenarnya saya sudah sampai di depan kamar apartemenmu."

Sontak saja setelah mendengar perkataanya, aku tersedak ketika menelan makanan. Syok membanjiri pikiranku, bagaimana bisa Pak Gunawan ini sudah tiba-tiba di depan kamarku? Apa dia sebenarnya sudah menebak kalau aku akan setuju dengan tawarannya untuk pergi bersama? Mengesampingkan rasa penasaranku itu, segera aku pun beranjak untuk membukakan pintu dan menyambut pria paruh baya itu.

"Pak Gunawan?" Meski aku sudah mendengar perkataan darinya langsung lewat sambungan telepon, aku masih saja terkejut dengan kemunculannya. Dengan canggung aku pun mengajaknya masuk dan langsung mempersilahkan dia untuk duduk di sofa terlebih dahulu sembari menungguku bersiap.

Setelah beberapa saat aku pergi mengganti pakaian agar terlihat lebih rapih, aku pun beranjak untuk menghampiri Pak Gunawan dan hendak memberitahukannya bahwa persiapanku telah selesai. Namun, setibanya di sana aku tiba-tiba melihat sosok pria itu sudah berada di depan tanaman tomat kesayanganku itu. Tangannya sudah bergerak dan hendak memetik salah satu buah itu dari tangkainya. Refleks saja aku berteriak untuk menghentikan aksinya, mengalihkan topik dengan mengajaknya untuk segera bergegas pergi.

"Kamu ini ya ngagetin saja, Lan." Sepertinya Pak Gunawan ini benar-benar terkejut dan juga salah tingkah karena aksinya tertangkap basah olehku. "Oh ya, Lan. Saya ga nyangka kamu ini ternyata suka memelihara tanaman. Saya sebenarnya juga punya tanaman tomat di dalam rumah saya, tapi kok punyamu ini bentuknya bisa sangat bagus ya?"

Lagi-lagi dengan mata yang berbinar, tangan Pak Gunawan hendak menyentuh buah tomat itu. Tentu saja aku buru-buru menghentikannya, "Tunggu, Pak! Jangan menyentuhnya! Itu milik tante saya! Dia akan sangat marah jika mengetahui tanaman tomat miliknya itu disentuh orang luar seperti Bapak!"

"Bukannya kamu ini tinggal sendirian? Kamu sendiri yang mengatakannya kemarin," kata Pak Gunawan dengan pandangan skeptis, akan tetapi buru-buru wajahnya berubah mesum. "Lan, saya sebenarnya masih penasaran dengan uang yang kamu miliki itu. Bukan aku tidak percaya padamu atau bagaimana, aku hanya ingin memastikan sekali lagi. Kamu tidak mendapatkan uang sebanyak itu dari hasil menjadi pria simpanan wanita konglomerat kan?"

"Pak Gunawan ini bicara apa, tidak mungkin aku melakukan hal seperti itu." Dengan canggung aku menjelaskan kepada pria ini, sesekali membuang tawa kecil. "Lebih baik sekarang kita berangkat saja ayo, Pak. Sudah mau jam delapan, tidak baik membuat si pemilik bangunannya menunggu."

"Baiklah, baiklah."

SISTEM KEHENDAK LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang