Chapter 4 : Pengkhianatan Karen

239 17 4
                                    

Kedatanganku di lingkungan apartemen itu langsung disambut oleh pak satpam yang berjaga di posnya. Setelah aku berbicara dengan baik-baik kepada pak satpam itu tentang niatanku memberi kejutan kepada Karen, akhirnya si pak satpam memperbolehkan aku untuk masuk tanpa mengambari Karen terlebih dahulu, karena aku ingin membuat kejutan untuknya.

Setelah memberi salam perpisahan kepada pak satpam itu, aku langsung saja berniat untuk menaiki tangga ke lantai tiga bangunan di sisi timur. Namun, sewaktu berada di persimpangan lantai dua aku secara tidak sengaja menabrak seorang pria sampai menjatuhkan ponsel handphonenya. Pria itu pun mengernyit kesal dan membentakku seolah aku yang salah di sini.

"Yang bener aja kamu! Kalau jalan pake mata! Cih, memangnya orang kaya kamu bisa ganti rugi kalau hapeku rusak?" kata pria itu sambil menganncingi baju kemejanya. Dia terlihat seperti habis melakukan sesuatu yang melelahkan sampai-sampai tubuhnya sangat berkeringat.

Sementara itu, aku hanya bisa meminta maaf atas ketidak hati-hatianku, dan kemudian mengatakan terus terang bahwa aku sedang tidak memiliki uang saat ini. Jika dia memberikanku alamat rumahnya, nanti sewaktu saat aku memiliki uang lebih aku akan datang ke rumahnya untuk menyerahkan uang ganti ruginya.

"Ah, sudahlah! Menyebalkan saja!" Pria itu mengantungi ponselnya dan menyenggol pundakku ketika melewatiku untuk turun ke lantai bawah.

Dalam hati aku bersyukur kalau pria itu tidak serius meminta ganti rugi padaku. Sejenak aku menghela napas lega, lalu setelahnya berjalan kembali menaiki tangga. Sampai tiba di deretan lorong kamar apartemen itu, kulihat kembali kertas yang mencatat tentang nomor tempat tinggal Karen yang ternyata bertuliskan nomor 80Y.

Dengan penuh semangat dan jantung yang berdegub kencang, kurapihkan pakaianku kembali dan mengecek buah jeruk yang masih terbungkus di dalam plastik yang kubawa.

"Iya, Sayang. Nanti aku akan suruh orang untuk transfer!"

Tiba-tiba saja pintu kamar itu terbuka dan seorang pria kira-kira berusia tiga puluhan keluar dari dalam dengan eskpresi senang. Kulihat lagi pakaiannya berantakan dengan kemeja berwarna putih yang hanya terkancing dua dari bawah. Keadaanya benar-benar seperti apa yang terjadi pada pria yang sebelumnya aku tabrak di lantai dua! Mengapa orang-orang ini datang dari dalam ruangan ini? Mungkinkah aku telah salah mengenali kamar?

Pria itu pun berhenti tertawa ketika mendapati kehadiranku yang menghalangi jalannya keluar. Dia pun memaksa melewati pinggir dan menubruk pundakku lagi dan berniat untuk pergi.

"Maaf! Apakah ini benar kamar milik wanita bernama Karen?" Begitu yang aku tanyakan kepada pria yang sudah melangkah melewatiku itu. Sedikit jejak kekhawatiran muncul di benakku.

"Nak, apa kamu pelanggan baru?" Pria itu berbalik arah dan menatapku dengan tajam, kemudian dia menyeringai sebelum melanjutkan, "Kamu terlihat seperti orang miskin yang bahkan tidak mampu membeli mobil, mengapa juga wanita itu mau berhubungan dengan anak sepertimu? Ah, sudahlah aku tidak akan kembali padanya, dia sudah menjadi wanita murahan dan tak berkelas. Tidak sudi aku berbagi tubuhnya dengan pria berstatus miskin sepertimu."

"Tunggu! Maksudmu apa?" Aku gemetar tidak percaya sekaligus kesal mendengarkan perkataan pria itu. Setelah mengatakan hal kejam seperti itu dia benar-benar mengabaikanku dan berjalan menuruni tangga sambil mengenakan jas hitamnya.

Aku terdiam menatapi pintu kamar itu yang tidak tertutup dengan sempurna. Tidak bisa bergerak, kakiku begitu lemas karena tidak berani mengetahui kebenaran yang ada di balik pintu kamar itu. Terdengar samar erangan sahut menyahut datang dari suara seorang pria dan wanita yang terdengar familiar di telingaku. Sepersekian detik aku mengumpulkan keberanian dengan air mata yang perlahan menetes.

Setelahnya, kubuka pintu kamar itu secara diam-diam dan aku berjalan masuk dengan langkah besar. Suara erangan itu pun semakin intens dan mulai kudengar suara lebih dari satu orang pria tengah tertawa dari dalam.

"Sayang, teruskan. Yah, di situ sayang."

Suara hentakan-hentakan dan ceracau mulai semakin keras sampai di telingaku dan itu membuatku semakin kesal dan sakit hati di saat yang bersamaan. Tibalah aku di depan kamar tidurnya, kubanting pintu itu dan langsung kudapati tiga orang pria tengah berdiri tanpa berbusana dan sepasang pria dan wanita tengah bersetubuh di atas ranjang.

Sungguh, aku kehiangan kata-kata ketika melihat wanita yang tengah menunggangi pria di ranjang itu tak lain dan tak bukan adalah Karen, kekasihku yang selama ini kupikir wanita baik-baik. Dia terlihat begitu menikmati naik turun dan melingkari tangannya di leher pria bertubuh atletis dan tampan itu. Benar-benar aku tidak menyangka dan dadaku terasa begitu sesak dan aku tak kuasa menahan air mata turun membasahi pipiku.

"Siapa kamu! Mengapa kamu seenaknya bisa masuk!" Salah seorang pria bertubuh tambun membentakku dengan nada tidak suka. Sementara itu, aku tidak membalasnya alih-alih melihat ekspresi Karen saat berbalik melihat ke arahku. Dia pasti sama terkejutnya ketika melihat kehadiranku yang muncul secara tiba-tiba di apartemennya ini.

Karen pasti sedang menertawakan kebodohanku. Yah, dia pasti menganggapku lelucon selama ini, seorang pria miskin sepertiku selalu menggangunya. Lihat, dia masih bergeming dengan wajah polosnya, sama sekali tidak memberiku penjelasan dari semua ini. Hahaha, bodohnya aku karena masih mengharapkan dia.

"Sayang, apa kamu mengenalnya?" Pria berambut emas yang tengah bersama Karen bertanya dengan tersenyum jijik ke arahku. Kemudian dia mulai melanjutkan aksinya membobol milik Karen tanpa mempedulikan kehadiranku.

"Emm, aku tidak mengenalnya, Sayang." Karen berkata dengan gugup dan tersenyum paksa, kemudian dia kembali melingkari leher pria itu dengan tangannya.

"Hei, apa kamu tidak dengar?" kata pria tambun itu lagi, dia mulai berjalan ke arahku dan sepertinya hendak mengusirku. "Pergi atau aku panggilkan satpam untuk mengusirmu!"

"Maaf, sepertinya aku telah salah kamar." Dengan hati begitu sesak aku mencoba tersenyum kepada pria itu, kemudian aku menunduk sebagai permintaan maaf sebelum akhirnya melangkah pergi sambil terisak kesal.

Hidupku benar-benar telah berakhir, wanita yang mana satu-satunya harapan terakhirku malah berkhianat di belakangku. Kupikir Karen itu wanita yang bisa memahami aku dan bisa menerimaku apa adanya. Selama ini aku telah percaya padanya, berkorban banyak untuknya, dan berharap kelak kita akan bersatu menjadi sebuah keluarga yang bahagia. Namun, semua yang dia berikan selama ini hanya kebahagiaan palsu, semua mimpiku itu seketika runtuh setelah aku mengetahui kebenarannya, dia berselingkuh dengan laki-laki kaya di luaran sana.

Seperti orang linglung, aku berjalan melewati zebra cross dengan tatapan kosong. Rasanya aku ingin cepat-cepat meninggalkan kota ini dan kembali ke tempat tinggalku.

"Mas! Pergi dari sana!"

Terdengar teriakan seorang ibu-ibu daei arah belakangku. Hanya, pada saat itu aku tidak bisa berpikir jernih dan mengabaikan suara-suara panggilan yang mengarah ke padaku.

Langkahku tidak berhenti dan terus berjalan, suara panggilan itu pun semakin keras terdengar. Sebenarnya ada apa? Mengapa semakin banyak yang memanggilku? Aku pun memutuskan untuk menoleh ke arah belakang karena penasaran. Namun, sebelum aku bisa menyadari apa yang terjadi, alangkah terkejutnya aku ketika mendengar bunyi klakson yang amat keras berada di dekatku. Sebuah truk besar tiba-tiba menghantamku dari arah samping, membuatku terpental dan tak sadarkan diri dalam sekejap.

SISTEM KEHENDAK LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang