Chapter 49 : Lingkar Relasi Dan Pertemuan Di Antara Kepala Keluarga

59 7 0
                                    

Setelah aku mendapatkan pengakuan resmi dari sang kepala keluarga Sagala dan menjadi bagian dari mereka, di penghujung acara Paman Owen memberitahukan kepada para tamu untuk mulai memperlakukan aku dengan baik layaknya berhadapan langsung dengannya. Alhasil, banyak yang berlomba-lomba datang menghampiriku untuk berkenalan, tak sedikit pula dari mereka yang menghubungiku untuk membicarakan tentang bisnis.

Tentu saja, aku bukanlah orang yang mudah ditipu. Sebagian dari mereka pasti menempel hanya untuk mencari keuntungan dari relasiku dengan keluarga Sagala. Oleh karenanya tidak semua orang aku layani dengan serius, itu dikarenakan hanya segelintir orang yang benar-benar menurutku tulus dan layak untuk menjadi teman ataupun partner bisnis di masa depan. Sementara untuk sisanya, aku hanya menanggapi mereka semua dengan formalitas belaka.

Terutama wajah-wajah yang tak asing di ingatanku itu.

Tidak peduli seberapa banyak mereka menawarkan hal yang bermanfaat padaku, jika mereka adalah orang yang sebelumnya membicarakan keburukanku di belakang, aku tidak akan pernah sudi! Orang seperti mereka hanyalah sampah publik yang sangat gemar bergosip, aku tidak ingin nantinya mengalami hal yang serupa di kemudian hari.

Oh ya, kembali membicarakan tentang situasi yang terjadi pada saat ini. Beberapa saat yang lalu Paman Owen mulai mengenalkan aku kepada para tamu penting yang sebelumnya datang bersamanya. Saat itu Paman Owen baru menyadari kalau aku dan Kakek Sofian ini sebenarnya sudah saling mengenal satu sama lain, kami pun tertawa bersama karena kebetulan ini.

Masayu yang saat itu keluar dari kerumunan pun menyuarakan protesnya kepadaku, dia merasa seolah-olah telah ditipu dan dibodohi olehku. Dia benar-benar telah salah paham, seperti yang sudah aku duga sejak awal. Masayu berpikir aku datang ke acara pesta ini untuk menemaninya, tapi apa yang sebenarnya adalah aku datang karena telah diundang langsung oleh Paman Owen.

Masayu memerah, dia terlihat kesal dan malu di saat yang bersamaan. Yura sang sahabat pun ikut meledek dan menertawakan Masayu dari samping. Hal itu membuat wanita itu tambah sebal dan terus mengutukku. Saat itu aku mencoba menjelaskan kepadanya, bahwa aku sudah berulang kali memberitahunya, dan itu salahnya sendiri dia tidak mau mendengarkanku.

"Kamu sudah mau pulang, Nak?" Kakek Sofian bertanya kepadaku

"Ya, sudah larut malam dan aku perlu istirahat karena besok adalah hari pembukaan salah satu cabang usahaku."

Sesaat aku melirik ke arah para monster tua ini, mereka saling melirik satu sama lain dengan cara yang tak biasa. Firasatku mengatakan mereka pasti sedang merencanakan sesuatu.

"Kalau begitu Masayu, tolong antar mastermu pulang."

"Aku? Umm, baiklah, Kek." Masayu menghela napas berat dan berjalan pergi keluar dengan tidak bersemangat, seolah-olah energinya telah dihisap oleh seorang vampir.

"Tunggu, Nak. Bolehkah kami datang ke acara peresmian restauranmu itu? Sebelumnya Sofian telah banyak bercerita tentang masakan buatanmu yang sangat enak. Kami penasaran dan ingin mencicipinya." Seorang kakek yang seumuran dengan Kakek Sofian ini berkata dengan mata berbinar. Kalau aku tidak salah, nama kakek ini haruslah Benedictus Siregar, kepala keluarga Siregar yang merupakan satu dari sepuluh keluarga besar di kota Green Line.

Saat ini aku baru sadar, kalau aku baru saja mengobrol santai dengan kepala keluarga besar sepertinya.

"Sejak kalian yang meminta, siapapun tidak akan ada yang berani melarang. Datanglah besok, aku dengan senang hati akan menyambut kalian dengan banyak hidangan nikmat. Segera aku akan mengirimkan lokasinya kepada kalian melalui pesan grup begitu sampai nanti, sampai jumpa." Aku melambaikan tangan kepada para kepala keluarga itu layaknya teman dekat, ketika berjalan pergi mengekori Masayu menuju mobil miliknya yang sudah terparkir di halaman depan.

Dengan ini berakhirlah malam panjang dan melelahkan ini.

Di perjalanan pulang, tidak ada sesuatu yang bisa aku ceritakan, kami hanya sesekali bertanya dan menjawab tentang hubunganku dengan Paman Owen. Oleh karenanya sembari aku menghabiskan waktu di dalam mobil, biarkan aku memperkenalkan terlebih dahulu kepada kalian sisa dari mereka yang belum sempat aku sebutkan.

Pertama, aku harus mengatakan bahwa pria paruh baya berkaca mata itu adalah pemimpin dari keluarga Harahap, aku memangilnya dengan sebutan Paman Sultan. Dia adalah pemilik dari Hotel Permata yang sebelumnya pernah aku kunjungi. Umurnya kurasa belum menyentuh lima puluh? Dia terlihat seumuran dengan Paman Owen. Kesan pertamaku tentang Paman Sultan ini, dia merupakan orang yang pendiam dibandingkan yang lain, pembawaannya yang selalu tenang membuatku sedikit terkesan dan juga dia adalah tipe orang yang realistis.

Beralih di sampingnya seorang nenek berambut putih dan disanggul itu adalah kepala keluarga Lubis, namanya Nenek Anni. Tidak banyak yang aku tahu tentangnya, dia sangat misterius dan tidak banyak berbicara. Nenek ini selalu didampingi oleh kedua cucu kembarnya, aku lupa nama keduanya, yang aku ingat dengan jelas mereka merupakan saudara kembar yang cantik, akan tetapi tatapannya selalu dingin.

Dan yang terakhir, pria tua yang sangat ceria dan suka sekali tertawa itu adalah pemimpin dari keluarga Nasution, satu dari sekian banyak keluarga di negara ini yang memelihara ahli bela diri tenaga eksternal, aku memanggilnya dengan sebutan Kakek Lukman. Berbeda dengan yang lain, kakek yang satu ini cukup menarik perhatianku. Pertama kali aku berkenalan dengannya, aku langsung bisa merasakan bahwa kakek ini memiliki aura kekuatan yang terpancar dari dalam dirinya. Dia seperti binatang buas, seorang ahli bela diri yang sesungguhnya! Entah mengapa mengetahui hal itu membuatku begitu bersemangat, seolah-olah sesuatu dari di dalam diriku terbakar dan bergejolak ketika membayangkan simulasi saat bertukar pukulan dengan kakek tua ini.

Melihat bagaimana cara dia menatapku, ternyata bukan aku saja yang berpikiran demikian, Kakek Lukman ini nampaknya juga menaruh perhatiannya padaku. Di sini aku berpikir mungkin inilah yang dinamakan insting seorang ahli bela diri, ketika bertemu dengan ahli kuat lainnya, mereka akan menjadi begitu bersemangat.

Sekedar informasi tambahan, Kakek Lukman ini sebenarnya sempat menawariku untuk datang dan berlatih menggunakan fasilitas yang sudah disediakan oleh keluarganya. Namun sayangnya, aku dengan tegas langsung menolak tawarannya. Lagipula aku sadar betul bahwa kekuatanku ini sejak awal diperoleh bukan dari hasil kerja kerasku berlatih seperti ahli bela diri lainnya, usaha yang aku lakukan berbeda. Kerja keras dan keringat yang aku keluarkan, semua aku lakukan dengan menyelesaikan misi kebajikan dari sistem itu, lalu mendapatkan poin untuk ditukarkan dengan manfaat yang sudah disediakan. Kekuatan ini, sejatinya aku mendapatkannya secara instan layaknya seorang pemain yang curang dalam permainan.

Sejak awal aku menyadari bahwa aku melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan oleh orang lain, jadi aku tidak yakin kalau aku bisa berkembang hanya jika berlatih di tempat keluarga kakek itu. Satu hal yang pasti, sampai saat ini aku hanya bisa mengandalkan sistem itu yang muncul sejak aku terbangun dari kematian.

SISTEM KEHENDAK LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang