Chapter 42 : Sebuah Kebetulan

54 6 0
                                    

Ini adalah kardus terakhir yang aku angkut dari luar menuju kamar baruku. Sengaja barang-barang ini aku sendiri yang mengangkutnya karena berisikan barang-barang pribadi milikku dan tidak seorang pun dari luar boleh mengetahuinya. Jangan salah paham, ini bukan berarti aku menyembunyikan sesuatu semacam barang terlarang ataupun kumpulan kaset dewasa, tapi kardus yang satu ini berisikan pohon tomat ajaib yang selama ini aku rahasiakan keberadaanya dari publik. Meskipun kurir yang dikirimkan Paman Owen adalah orang-orang kepercayaannya, tapi itu masihlah orang luar bagiku, tidak ada yang menjamin mereka tidak akan tergiur jika tanpa sengaja mengetahui rahasia di dalamnya.

Mengenai tata tata letak penempatannya aku sengaja mengaturnya di atas meja dekat pintu kaca balkon, di mana pohon tomat itu bisa mendapatkan sinar matahari yang cukup. Setelahnya aku lanjut mengeluarkan seluruh pakaianku dari dalam koper dan menatanya rapih ke dalam sebuah lemari besar. Sekedar informasi, uniknya letak lemari ini berada di sebuah ruangan khusus yang hanya bisa diakses melalui kamarku saja. Di ruangan itu juga tersedia sebuah kotak penyimpanan kaca di tengah yang ditujukan untuk meletakkan aksesoris seperti jam tangan, cincin, ataupun barang-barang perhiasan lainnya.

"Barang-barang ini masih di sini, apa Paman Owen lupa menyuruh seseorang untuk memindahkannya?" Sambil melihat-lihat koleksi aksesoris di dalam kotak penyimpanan itu, aku memikirkan tentang apa yang harus kulakukan. Setelah menimbang-nimbang aku pun memutuskan untuk memberitahu Paman Owen langsung ketika bertemu nanti malam pada saat acara perayaan ulangtahun anaknya.

Setelah merasa semuanya sudah beres, aku memutuskan untuk berkeliling seluruh bagian terpencil dari tempat tinggal baruku ini. Bagian dalamnya begitu sangat luas dengan interiornya yang klasik, sementara halaman luarnya memberikan kesan pedesaan di mana terdapat banyak pohon dan tanaman hias di sisi pinggir halaman bagian depan, terdapat pula lingkaran jalan memutar yang di tengahnya berdiri sebuah kolam dan air mancur yang menyembur. Di sisi lain hamparan rumput hijau dapat ditemukan sepanjang mata memandang di daerah bagian belakang villa.

"Aku ga paham, lahan seluas ini mengapa bisa berada di bagian belakang villa? Apa sebelumnya Paman Owen berencana membuat sesuatu di tempat ini?" Ketika melihat-lihat bagian belakang villa, aku duduk sejenak di sebuah kursi panjang dan menikmati waktu luang ini. Namun, seseorang nampaknya tidak akan membiarkanku beristirahat, nada dering ponselku mulai berdering.

"Masayu, ada apa?"

"Guru, aku sudah menunggu di depan apartemenmu dari tadi. Mengapa kamu tidak membukakan pintu untukku masuk? Apa kamu tidak ingin bertemu denganku lagi?" kata Masayu dari seberang.

"Aku lupa mengabarkan, sebenarnya aku baru saja pindah."

"Tiba-tiba sekali?"

"Ya, ceritanya panjang, nanti akan kukirimkan alamatnya lewat pesan."

"Kalau begitu kamu harus menunggu, jangan ke mana-mana! Sekarang juga aku akan pergi menemuimu karena ada sesuatu hal yang ingin kubicarakan, penting!"

"Tunggu, jangan matikan dulu. Mengapa tidak memberitahuku sekarang saja? Apa itu mengharuskanmu untuk repot-repot menemuiku?" kataku.

"Harus bertemu langsung pokoknya, sudah dulu ya." Setelah itu Masayu memutuskan untuk mengakhiri sambungan.

Sebenarnya hal penting apa sampai membuat anak ini begitu bersemangat? Setelah mendengar nada suaranya aku jelas bisa mengetahui dia sedang berbahagia, tapi apa hubungannya denganku? Semakin memikirkan semakin aku penasaran dan memilih berpindah tempat, lalu berjalan-jalan di sekitar halaman depan villa.

Berhubung lokasi villa ini tidak begitu jauh dari apartemenku sebelumnya, sekitar lima belas menit sebuah mobil sudah tiba di depan gerbang villa. Mobil itu berhenti dan menunggu beberapa saat sebelum Mas Raihan membukakannya. Oh ya, lupa mengenalkan. Mas Raihan itu satpam penjaga villaku, dia sudah bekerja selama dua tahun saat tempat ini masih miliknya Paman Owen.

Sebenarnya aku awalnya ingin memberitahukan bahwa aku tidak membutuhkan seorang pelayan, penjaga, ataupun satpam untuk mengurusiku karena aku merasa privasiku akan terganggu. Namun, setelah berbincang sedikit saat pertama kali tiba di villa ini, aku mendengar banyak kisah dari mereka dan berakhir tidak tega untuk memberhentikan mereka.

Terutama Mas Raihan ini, dia seorang pria lajang berusia dua puluh lima tahun, hanya terpaut empat tahun lebih tua dariku. Dia memiliki banyak tanggungan di keluarganya, sebagai satu-satunya tulang punggung keluarga, dan masih memerlukan biaya tambahan untuk menyekolahkan adik-adiknya. Terlebih Mas Raihan ini terlihat ramah dan juga sopan, aku tidak tega jika harus memecatnya.

Mobil berwarna silver itu sekejap sudah terparkir tanpa aku sadari, sosok yang tak asing keluar dari dalam dan perlahan berjalan menuju ke arahku. Masayu tersenyum seraya mengoceh tentang berpindahnya tempat tinggalku yang sangat mendadak ini.

"Loh, siapa kamu? Di mana Guruku sekarang?"

"Maksudmu?"

"Iya, guruku baru saja pindah ke villa ini, namanya Alan."

"Iya ini aku."

"Eh?" Masayu terperanjat dan membelalakkan matanya dengan lebar. Dia menatapku seolah-olah berhadapan dengan hantu! Dia terus memelototi aku dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Apa kamu bercanda? Guruku itu orangnya kurus, pendek, kulitnya tidak terlalu bagus, dan dia seharusnya tidak setampan ini!"

"Mungkinkah?" kata Masayu seraya menutup mulutnya dengan kedua tangannya, realitas muncul dari ekspresi wajahnya.

"Kamu memang sesuatu, membicarakan semua keburukan itu di depan orangnya langsung. Ya, ya, kamu tidak salah sebenarnya karena itu semua adalah fakta. Sekarang, suasana hatiku sedang tidak baik, kalau kau datang hanya untuk berbicara omong kosong, lebih baik kamu pergi." Aku menghela napas seraya berbalik dan hendak pergi meninggalkannya.

"Tunggu, melihat bagaimana kamu memperlakukanku dengan sangat dingin, sepertinya kamu memanglah guruku." Masayu berlari dan mengambil jarak beberapa langkah di depanku, bermaksud memblokir jalanku untuk masuk. "Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu sakit hati dan aku mengaku salah karena sudah mengejekmu."

"Lagipula, aku tidak berhak mengurusi masalah pribadimu. Juga, setelah dipikir-pikir tidak ada yang salah dengan usahamu itu. Di jaman modern ini memperbaiki diri melalui jalur operasi adalah sesuatu hal yang wajar dilakukan oleh banyak orang hehehe..."

"Terserah kau saja."

Aku kesal bukan main, tapi di sisi lain aku tidak berdaya karena tidak bisa mengatakan hal sejujurnya kepadanya. Lebih buruk lagi jika aku mengatakan kepadanya hal konyol seperti menelan sebuah pil peningkat tubuh, Masayu pasti akan mengira aku orang aneh ataupun sudah tidak waras.

"Ngomong-ngomong Guru, bagaimana ceritanya kamu bisa pindah ke villa mewah seperti ini? Kamu tidak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan tindak kriminal kan? Atau jangan-jangan kau menjual beberapa oragan tubuhmu? Ah, tidak, tidak, jika dipikir-pikir semua itu belumlah cukup untuk membeli villa sebesar ini!"

"Berhentilah mengoceh yang tidak jelas, ceritanya panjang dan beberapa bagian tidak boleh kuberitahukan kepada orang lain. Sederhananya, aku telah menyelamatkan hidup seorang milyader dan sebagai hadiahnya aku mendapatkan villa ini."

"Seorang milyader? Seharusnya hanya beberapa orang yang layak disebut milyader di kota Green Line ini. Beberapa kali aku ikut bersama kakek mengunjungi beberapa di antara mereka, mungkinkah orang itu salah satu orang yang aku kenal?"

"Mana kutahu." Dengan malas aku memutar bola mataku seraya melipat tanganku di depan dada. "Sekarang, kesampingkan tentang masalah villa ini. Mari langsung pada intinya saja, hal penting apa yang ingin kamu bicarakan denganku?"

"Baiklah, baiklah, aku akan mengatakannya. Kedatanganku kali ini bermaksud mengajakmu pergi untuk menghadiri acara perayaan ulang tahun temanku. Apa kau bersedia, Guru?"

"Maaf, aku tidak bisa menemanimu karena aku sudah memiliki janji dengan seseorang. Sama sepertimu aku mendapat undangan untuk menghadiri suatu acara milik kenalanku malam nanti."

"Sangat disayangkan, padahal aku dan kakek sudah berharap banyak bisa mengajakmu pergi ke pesta bareng. Kalau begitu, mau bagaimana lagi? Aku juga tidak mungkin memaksamu untuk membatalkan janji dengan kenalanmu itu."

"Sampaikan salamku pada Kakek Sofian. Sebagai gantinya, lain waktu aku pasti akan mengunjunginya."

"Yah, akan kusampaikan." Masayu tersenyum kecil dan memberi salam padaku sebelum kembali mengendarai mobilnya dan pergi meninggalkan halaman villa.

SISTEM KEHENDAK LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang