Chapter 50 : Sekumpulan Anak Panti Asuhan Yang Terlantar

74 9 0
                                    

Bisnis kuliner yang aku percayakan kepada Pak Gunawan untuk mengelolanya, tak disangka akan berkembang pesat dengan sangat cepat. Terhitung belum tiga bulan sejak bangunan pertama didirikan, sekarang restauran milikku itu sudah memiliki lima cabang yang tersebar di penjuru kota Green Lane ini. Kelimanya sudah menjalankan operasinya dengan baik dan banyak mendapatkan respon positif dari para pengunjung setiap harinya. Permintaan kerjasama pun banyak berdatangan, oleh karenanya hari ini aku akan meresmikan cabang ke enam di distrik delapan.

Distrik delapan terhitung distrik yang maju dibandingkan distrik yang lain di kota ini. Di sana banyak tempat wisata yang terkenal akan keindahannya, membuat banyak turis dari luar kota berdatangan sehingga aliran dana yang masuk pun menjadi sangat cepat bagi pemiliki usaha bisnis.

Seminggu yang lalu tepatnya, tawaran kerja sama itu datang kepadaku. Pak Gunawan sebagai perwakilan bertemu dengan calon pengurus restauran itu dan setelahnya mengabariku bahwa kesepakatan ini benar-benar layak untuk diperhitungkan. Pasalnya dengan mempertimbangkan popularitas dan ciri khas rasa yang dimiliki tempat kami, Pak Gunawan percaya kalau keuntungan yang bisa didapatkan dari hasil penjualan hampir dua kali lipatnya dibanding cabang dari kota lain! Juga, Pak Gunawan telah memeriksa dengan teliti identitas calon pengurus tempat itu dan terbukti tidak ada catatan buruk tentangnya. Oleh karenanya aku pun langsung menyetujui proposal kerja sama itu.

"Sebenarnya dari jauh hari aku sudah berniat meluangkan waktu untuk pergi mengunjungi kedua orang tuaku di kampung, tapi karena ada acara peresmian ini aku jadi menundanya untuk sementara waktu." Aku menatap lurus ke arah jalan di depan sembari mengendarai motor kesayanganku.

Setibanya di persimpangan akhir jalan, tak jauh dari lokasi tempat yang dituju, aku melihat sekitar selusin anak kecil sedang merenung di tepi jalan. Mereka tampak sangat mengkhawatirkan, pakaian yang lusuh, dan wajah penuh kekhawatiran. Yang paling kecil di antara mereka terlihat tengah terisak sambil memegangi bagian perutnya, sementara yang lebih dewasa mencoba menenangkan dirinya.

Kuputuskan saat itu juga menghentikan motorku di dekat mereka.

"Apa yang dilakukan anak kecil seperti kalian di pinggi jalan?" kataku.

"Paman mau apa! Pergilah,  jangan ganggu kami!" Seorang anak laki-laki mengambil langkah maju dan mengubah posisi seakan dia tengah bersiap dengan tinjunya. Mata anak itu menyala, alisnya menukik layaknya orang yang sedang marah. Namun, tubuhnya yang gemetar tidak dapat membohongiku.

"Ilyas, kamu jangan bertindak tidak sopan! Apa kamu ga ingat yang dulu dikatakan bibi pengurus panti? Kamu harus mengormati orang yang lebih tua!" Gadis dengan rambut kepang di sampingnya memprotes sang kawan dengan begitu tegas.

"Kamu memangnya tau apa! Bibi Rum pernah mengatakan untuk tidak mudah percaya dengan sembarang orang! Paman ini terlihat sangat mencurigakan, dia pasti akan berbuat jahat ke pada kita nantinya!"

"Tunggu, aku bukan orang jahat. Sebenarnya aku secara tak sengaja melihat kalian saat mengendarai motor, jadi aku berhenti untuk menanyakan tentang masalah kalian." Aku mengibaskan tangan, menolak tegas pemikiran dari bocah laki-laki itu.

"Paman, tolong bantu kami. Sudah tiga hari ini kami tidak makan dengan sangat layak. Sedikit orang yang mau membantu kondisi kami, tapi makanan dari mereka tidaklah cukup untuk kebutuhan kami."

"Kalian ini sebenarnya dari mana? Mengapa kalian mencari makanan dari bantuan orang lain? Di mana wali kalian? Apa mereka menelantarkan kalian?" kataku.

"Kami adalah anak panti asuhan yang telah diusir oleh pemilik asli bangunan sejak lima hari yang lalu. Tempat itu akan dijual oleh pemilik aslinya, kami dipaksa untuk pergi dengan cara yang mendadak. Bibi Rum, pengasuh kami dari panti meninggal saat kejadian itu, kata dokter bibi meninggal karena serangan jantung. Sekarang kami tidak memiliki siapapun lagi, kami tidak memiliki tempat tinggal."

"Kalian sangat membuatku frustasi, apa kalian sudah mencoba untuk pergi ke panti asuhan yang lain?"

"Kami sudah mencobanya, Paman. Hanya saja mereka menolak kami karena tidak ada lagi tempat untuk kami di sana. Mereka semua mengatakan hal yang sama, aku sangat kesal, mereka pasti sengaja berbohong! Mereka hanya membuat alasan karena tidak bersedia menampung kami." Gadis kecil itu mulai meneteskan air mata.

"Tenanglah, jangan menangis lagi, Adik kecil. Semuanya akan baik-baik saja. Mulai dari sekarang, Paman ini akan merawat kalian semua dan tidak akan membiarkan kalian menderita kelaparan lagi."

"Benarkah? Apa paman mengatakan yang sebenarnya?"

"Tidak, kami baik-baik saja, kami tidak butuh bantuan siapapun!" Ilyas memotong pembicaraanku dengan gadis itu, dia mendengus kesal sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

Aku terkekeh kecil.

"Kamu bisa mengatakan itu untuk dirimu sendiri, Adik kecil. Tapi lihat saudaramu yang lain, mereka terlihat sangat kesulitan. Kondisi mereka sangat buruk. Mereka akan jatuh sakit, kemungkinan terburuknya keselamatan mereka akan terancam jika kamu terus berperilaku buruk seperti ini kepada setiap orang yang berniat membantu kalian," kataku dengan maksud menggodanya. Setelah itu pun aku melihat Ilyas melirik kawannya yang lain dan kemudian memasang wajah ditekuk. Dia terlihat khawatir, meski di luar terlihat tampak sebaliknya. Melihat tingkahnya yang lucu bak seorang anak kecil, aku pun mengusap rambutnya lalu tersenyum kecil kepadanya.

"Apa yang Paman lakukan, lepaskan!" Anak itu mengernyit dan melepaskan tanganku dari rambutnya. Dia lagi-lagi mencoba terlihat garang di hadapanku, hanya saja aku bisa melihat wajahnya yang memerah karena malu. Bagaimanapun juga dia masihlah seorang anak kecil.

"Ilyas, cukup! Berhenti mengatakan hal buruk kepada Paman ini! Kondisi Emma semakin memburuk, yang paling penting sekarang adalah keselamatannya!" Gadis kecil lainnya dalam kelompok itu berteriak ke arah Ilyas. "Paman, tolong jangan dengarkan perkataannya. Ilyas memang bertingkah aneh sejak keluar dari panti, tapi sebenarnya dia adalah anak yang baik."

"Emma, bertahanlah. Kakak Julius sedang pergi untuk mendapatkan makanan, jadi berhentilah menangis," kata Ilyas.

"Kak Ilyas, perut Emma sakit, sakit sekali, kepala Emma sakit, Kak...."

"Kamu dengar sendiri, saudarimu itu sedang kesakitan karena perutnya. Apa kamu masih menolak bantuan dariku? Apa kamu bisa bertanggung jawab jika dia kenapa-kenapa nantinya?" Aku pun beranjak dan berjalan mendekati gadis kecil yang tengah merintih kesakitan seraya meremas bagian perutnya dengan kedua tangannya itu.

Ketika aku tiba di dekatnya, anak itu melemparkan tatapan sayu ke arahku, kemudian dengan suaranya yang tak berdaya memohon pertolongan. Saat itu juga aku merasa tersayat, aku merasa gagal sebagai orang dewasa melihat kondisinya yang sangat memprihatinkan. Mengapa juga orang-orang dari panti asuhan lain tega menolak kehadiran mereka, mengapa mereka membeda-bedakan anak dari tempat lain? Bukankah mereka sama-sama anak yang membutuhkan perlindungan?

"Paman, tolong bantu adik kami, kumohon...." Gadis kecil berkepang itu menarik tanganku dan mengais bantuan padaku.

"Paman ini sudah berjanji akan menolong kalian, termasuk adik kalian. Sekarang, bantu dia berjalan menuju motor Paman, lalu naikan ke atasnya. Paman akan membawa dua dari kalian, sementara sisanya akan menyusul ke arah lokasi yang akan Paman beritahukan. Dengarkan baik-baik ...."

Aku pun mulai mengarahkan mereka semua pada lokasi tempat bangunan usaha baruku itu berada. Sangat yakin mereka tidak akan sulit menemukannya karena jarak dari posisi mereka saat ini dengan lokasi yang dituju, hanya kurang dari dua ratus meter.

"Di sana kalian bisa makan sepuasnya, Paman sendiri yang akan buatkan kalian makanan enak," kataku seraya menyalakan mesin motor kesayanganku. Sebelum aku pergi, sesaat kulihat mata mereka berbinar dan air liur mulai menetes dari wajah masing-masing dari mereka. Sangat melegakan melihat mereka menjadi kembali ceria, seakan-akan beban berat yang selama ini mereka tanggung telah terangkat sepenuhnya.

"Beginilah seharusnya mereka terlihat. Mereka masih terlalu kecil untuk merasakan penderitaan dari ketidakadilan, kehidupan yang keras dan bertahan hidup, aku tidak akan membiarkan mereka tumbuh menjadi anak yang buruk di jalanan."

SISTEM KEHENDAK LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang