14. Someone From The Past

10 4 0
                                    

Berbalur darah sehitam langit malam tanpa taburan gemintang. Cedro berjalan tertatih dengan sebilah belati menancap di dada kiri. Ia tak sanggup sekedar mencabutnya, rasa sakit berkali lipat lebih menyakitkan dari seratus duri mawar hitam. Namun, tidak sesakit ketika melihat kedua orang tuanya berulah keji. Ia menyumpahi perbuatan terkutuk mereka setiap malam, tetapi inilah dirinya. Terjebak di kubangan yang sama. Berjiwa hitam, walau ia berbuat baik tak satupun menyambutnya.

Tubuhnya limbungnya. Kaki tidak lagi mampu menumpu tubuh penuh luka fisik dan batin.

"Kau baik-baik saja, Paman?" tanya seorang pemuda. "Tidak, ini masalah."

Matanya membulat melihat luka di dada Cedro. Tanpa pikir panjang, ia merogoh saku kirinya. Mengeluarkan dua pil terakhir untuk Cedro.

"Lucius!" Seseorang berteriak dari kejauhan, pemuda itu pun bergegas melarikan diri.

Cedro menatap Lucius dari sudut matanya, lalu melirik dua pil yang ditinggalkan di telapak tangan kanan.

"Lucius?" Ia tersenyum juga khawatir. Perasaannya mendadak aneh.

Lucius mengintip dari balik jendela

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lucius mengintip dari balik jendela. Ada ayahnya yang dalam keadaan marah besar di luar. Aksi pemuda yang membuat kegaduhan luar biasa di pasar itu telah ketahuan setelah salah seorang prajurit melaporkannya. Ia sungguh tak tega melihat orang-orang mengemis hanya untuk meminta air, tetapi di sisi lain Lucius juga takut sang ayah semakin membencinya.

"Hei, kau terlihat tegang."

Lucius tersentak, lalu menoleh dan mendapati Suyin baru saja datang setelah latihan berpedang. "Kapan hujan akan turun?"

Suyin tertawa. Sudah kesekian kalinya dalam bulan ini pemuda itu menanyakan hal yang sama. "Jika aku menangis, maka hujan akan turun."

"Aku akan mati."

Suyin merasakan hawa tak nyaman. Ruang bacanya nan luas terasa sangat sesak. Lucius menatapnya penuh kekosongan, iris birunya mendadak mengelam, lalu berubah kemerahan.

"Aku akan mati." Kepalanya tertunduk, Suyin mulai panik. Ia tak pernah melihat Lucius seperti ini, apa pemuda itu sakit?

Suyin ingin menyentuh pundak Lucius, tetapi ketakutan membekukannya.

"Aku tidak ingin mati, lalu meninggalkanmu."

Sungguh, ia tak menyukai kata-kata seperti itu terucap dari mulut Lucius. Seolah setiap hari yang ia lalui bersama-sama bisa menjadi yang terakhir.

"Ta-tapi ... lebih baik kau meninggalkanku. Aku bisa menahan kesedihan itu untukmu." Matanya yang semula merah menghilang. Lucius langsung mengeluhkan kepalanya menjadi sakit, lalu lagi-lagi Suyin meninggalkannya. Kali ini terdengar suara rintik hujan yang menjadi lebat dari waktu ke waktu. "Suyin, menangis...."

Ia keluar, mencari sosok Suyin. Namun, tak terlihat di manapun. Pakaiannya basah, ayahnya muncul dari salah satu bangunan disertai tatapan amarah. Lucius mengabaikan rasa takutnya, hukuman telah ia terima. Suyin menangis karenanya.

IgnisYu: Jade Of Fire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang