24. Daughter of Jiangwu

9 3 0
                                    

Prajurit Yu turut berterbaran di ibu kota, pernak-pernik simbol keberuntungan mewarnai bangunan demi bangunan. Cuaca bisa dikatakan bersahabat walau sempat mendung.

Dua orang lelaki membaur di tengah-tengah rombongan penduduk, sesekali menepi akibat ulah orang-orang yang terlalu semangat hingga saling dorong satu sama lain. Kemudian, keduanya terpisah.

Hugo menatap kereta kuda yang ditumpangi Suyin dan Yuan mulai menjauh. Sedangkan ia terperangkap di antara puluhan orang yang bersorak. Ketika ia berbalik, seorang wanita bertudung putih berjalan menuju jalan kecil yang diapit oleh dua rumah. Melirik ke arah jalan yang dituju masih dipadati penduduk serta sosok Jili tak kunjung ia temukan, Hugo berpikir mencari jalan lain. Tentu, ia tidak lagi merasa asing setiap menyusuri tempat demi tempat walau seorang diri. Namun perasaan aneh kini lagi-lagi mengusik.

Jalan yang hendak ia lalui teramat sunyi. Semakin ia berjalan ke depan, sorakan penduduk bak dilempar hembusan angin. Rasa sepi mencekam lebih mendominasi.
Hugo menggengam erat gagang pedangnya, terdengar suara langkah dari arah belakang diikuti tubuhnya menjadi kaku.

Hugo tak mampu menoleh maupun sekedar menggerakkan kedua kakinya. Sebelah tangannya terasa dicengkram, sensasi panas merasuk hingga ke kulit.

Tawa terdengar, sentuhan lembut namun menyakitkan mendarat di kedua pundaknya. Hugo terus berusaha bergerak, tetapi tak kunjung bisa.

"Aku suka melihatmu kesulitan, itu menyenangkan. Tapi ... sayang sekali aku tak bisa membunuhmu saat ini."

Hugo merasakan pendengarannya menuli seiring sensasi panas di tangan menjalar hingga ke pundak. Tubuhnya kembali diambil alih oleh sang gadis tanpa tubuh. "Jangan terlalu percaya diri, Wenxia."

Wanita bertudung putih---Wenxia berdecak. Ia buka tudung yang menutupinya kepalanya sejak tadi dengan tatapan permusuhan nan lekat. "Perhatikan kata-katamu, atau kau ingin bernasib sama dengan tubuhmu dulu, Meilin."

Ya, sosok yang dikenal sebagai gadis tanpa nama dan tubuh itu bernama Meilin. Menggunakan tubuh Hugo, ia tak kalah sengit menatap Wenxia.

Desiran angin menjadi pisau, meninggalkan sayatan kecil dipakaian Hugo. Pedang ditarik dari sarungnya, duel antara dua orang tersebut terjadi. Hantaman kedua benda tajam disertakan kekuatan magis menciptakan retakan halus di tanah.

Pertarungan berjalan sengit, tetapi keduanya terlihat seimbang. Setidaknya untuk saat ini. Meilin tahu, sosok Wenxia bukanlah tandingan jika tetap menggunakan tubuh Hugo. Ia berusaha mencari celah untuk melarikan diri. Namun, sang empunya tubuh menahannya.

Terjadi gejolak menyakitkan. Perlawan dari dua kekuatan mengoyak lengan baju Hugo, tato lidah api berwarna merah merayap di kedua tangan itu disertai simbol asing bertinta hitam bermuncul di leher.

Meilin terlempar keluar. Lalu gadis itu tersadar. "Aku kembali, Bagaimana bisa?"

Api kebiruan menyala di kedua tangan Hugo, iris birunya berubah semerah darah. "Aku harus menahannya."

Dua sisi bertabrakan, satu sisi memaksanya untuk mengeluarkan kekuatan yang siap meledak, sedangkan sisi lainnya menuntut Hugo tetap menahan. Melihat situasi, Hugo memihak sisi kedua. Ia tidak ingin mengambil resiko.

Di tengah keterkejutannya, Meilin bangkit dan memanfaatkan situasi untuk kembali menyerang Wenxia.

"Tidak sia-sia bertahun-tahun aku menantikan semua ini," ucap Wenxia disela menangkis ayunan pedang Meilin. "Kuucapkan selamat atas tubuhmu, Adik Kecil." Ia menyeringai.

Pihak Ignis diam dengan ekspresi datar, sedangkan pasukan Yu terlihat lebih santai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pihak Ignis diam dengan ekspresi datar, sedangkan pasukan Yu terlihat lebih santai. Halaman istana utama kekaisaran telah dipadati kedua pasukan. Kursi-kursi berbahan kayu terbaik berjejeran di sepanjang depan istana. Penjabat penting sudah terlihat berdatangan sembari menunggu pimpinan kedua kubu tiba.

Berbeda dengan Yuan yang langsung bergabung dengan teman-teman satu sekolahnya. Suyin menatap dari sudut yang tak dipadati para wanita bangsawan. Bukan karena canggung, apalagi merasa tidak pantas.
Justru ketika perempuan-perempuan itu melihat sang pemimpin muda keluarga Li, mereka akan iri. Kecantikan, keanggunan hingga karismanya sulit digapai.

Beberapa yang menyadari kehadirannya, berbisik-bisik dari kejauhan. Menggunjingkan apa alasan kehadiran Suyin di sini.

Lalu semua mendadak hening, ketika sang kaisar muncul bersamaan dengan pimpinan pihak Ignis yang seorang wanita. Semua serentak menunduk hormat untuk beberapa saat, lalu acara dimulai sesuai instruksi yang sudah ditetapkan.

"Hentikan upacara itu ... itu hanya akan mengundang kekuatan kegelapan. Budak mereka ada di sekelilingmu, Suyin. Berhati-hatilah...." Suara perpaduan lembut dan tegas serta yang sangat ia rindukan membelai indera pendengaran. Suyin mematung dengan tangan kiri menggengam erat gagang pedang. Matanya terpejam, sesaat ia merasa melihat cahaya lalu menyusut dihisap kegelapan.

Teriakan, dentingan pedang, lesatan anak panah dan api. Aura kegelapan pekat disertai teriakan memekakkan.
Suyin tersentak, nyawanya seperti baru saja kembali ke tubuh. Ia lihat, upacara setengah rampung, tersisa di bagian menyalakan tujuh obor yang berjejeran. "Tunggu!"

Kini perhatian terpusat pada wanita itu. Tanpa peduli pandangan mereka, Suyin masuk ke tengah-tengah lapangan diapit langsung oleh kedua pasukan Yu dan Ignis. "Apa kalian menyadari sesuatu, tentang musim dingin yang terlalu cepat berlalu ini?"

"Karena kegelapan akan menguasai daratan ini!" Seorang prajurit Yu berteriak histeris, kulitnya berubah bak mayat hidup. Urat di wajahnya menonjol dengan bola mata berubah menghitam.

"Dia kembali," gumam Ratu  Lena Amias.

Suasana yang semula tentram berubah dalam sekejam. Kaisar dan petinggi kerajaan diarahkan mencari perlindungan, menyisakan Lena Amias. Ia tak bisa menyalahkan sang kaisar meninggalkan rakyatnya yang tengah mati-matian menahan prajurit yang terpengaruh kegelapan. Justru ia iba, karena sang kaisar tidak mengetahui kenyataan.

Jili menyingkir dari sisi sepasukan Ignis. Tubuhnya serasa dipanggang, kekuatan pasukan Bluster sungguh tak bisa dianggap remeh. Ia berdiri di dekat Suyin yang berjaga di sebuah obor terakhir yang belum dinyalakan.

"Apa kita harus membunuh orang-orang ini, Nona?" Jili menatap ragu beberapa prajurit Yu yang menggila. Bola mata hitam itu sungguh asing sekaligus mengerikan.

"Jiwa mereka telah dimakan kegelapan, membunuhnya adalah pilihan terbaik," ucap Lena Amias lantas memerintahkan pasukannya. Lalu, turut membantu, membasmi puluhan pasukan Yu yang telah sepenuhnya diambil alih jiwa kegelapan.

Sayang, mereka terlalu fokus terhadap satu titik. Di antara pilar-pilar bangunan, sosok pria membidikkan panah berapinya.
Melihat sedikit celah di antara Suyin dan Jili, panah dilepaskan. Seketika menyalakan obor terakhir.

Gumpulan awan hitam bak benih yang ditebar secara rata dan cepat. Menutupi matahari, suasana berubah suram juga mencekam. Semenit berlalu, salju berjatuhan.
Dingin tak biasa menusuk tengkuk, mayat musuh bergelimpangan ketika Suyin melepaskan mantra pembunuh dalam satu serangan.

"Aku akan mengurus ini, kau bantu Ratu Lena Amias di sudut lain." Suyin mengatur nafasnya yang tersengal. "Dan tolong jaga Adikku," ucapnya memohon.

Jili ingin menolak, melihat kondisi Suyin yang agak kelelahan. Tetapi
kalimat tolakkan hanya sebatas di dalam hati. Ia pun langsung bergegas memenuhinya sambil berharap semua ini lekas berakhir.

Suyin melirik mayat-mayat yang perlahan-lahan berubah menjadi abu hitam pekat. Pakaiannya kini dipenuhi darah bercampur abu tersebut, bau amis menambah kadar betapa buruknya hari ini. Lalu, tenguknya semakin terasa dingin. Bukan karena situasi, melainkan sebilah pedang menyentuh kulitnya.

"Katakan di mana dia?" bentak seorang pria yang sama sekali tak membuat Suyin terkejut.

Dirasa tenaganya pulih, Suyin menyerang dengan kekuatan airnya.
"Bukan urusanmu dia ada di mana."

Tanpa sempat mengelak, Cedro terhempas beberapa meter. Bahkan pedangnya ikut terlempar.
Pria itu menyeka darah di sudut bibir, sekejap matanya berubah hitam begitu pula dengan kuku tangannya. Wajahnya sangat pucat, diikuti urat-urat menonjol yang membentuk garis kehitaman "Aku akan membunuhnya perlahan-lahan, Putri Jiangwu!"


Bersambung

12 November 2020

IgnisYu: Jade Of Fire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang