Yuan berlari tanpa arah, ia tersesat ketika kepanikan benar-benar mengambil alih dirinya. Ia tak lagi berada di kawasan istana melainkan sebuah jalan dengan kesunyian mencekam.
Situasi ini lebih menyeramkan dari apa yang ia bayangkan. Aura aneh mengelitiki tubuh, bibir bahkan tangan bergetar menahan dingin.
Kakinya terus melangkah, lalu menangkap tiga orang tengah berduel. Tidak, tepatnya hanya dua dari mereka. Sedangkan sosok lainnya, terlihat tidak berdaya sambil mencengkram dada.Dari kejauhan, Yuan dapat merasakan rasa sakit hingga turut membuat dada kirinya sesak. Aura kelam menusuk, ia memaksa berjalan ketika sosok itu mengangkat kepala dan mendadak menjadi sesuatu yang buruk dari segala hal menyeramkan ini.
Yuan meraih sebilah pisau di pinggangnya, tanpa memikirkan konsekuensi yang dapat mencelakannya balik. Gadis itu melemparnya ke seorang wanita berpakaian hitam.
"Yuan, jangan mendekat!" Hugo, sosok yang membuat dadanya sesak berteriak dengan wajah penuh sayatan.
Meilin bereaksi dengan menahan Wenxia yang hendak menyerang balik Yuan.
"Kebetulan, aku membutuhkan energi keturunan Jiangwu." Wenxia menghempaskan tubuh Meilin hingga membentur dinding berlumut dengan kerasnya.
Susah payah Hugo berdiri, ia meraih pedangnya yang tergeletak tak jauh dari jangkuan. "Ayolah...."
Yuan mulai ketakutan. Ditambah rasa sesak semakin menyulitkannya bernafas, tetapi ketika tangan Hugo menyentuhnya. Sesak hingga sakit, sedikit demi sedikit reda.
"Kau sudah mendapatkan apa yang kau mau, Wenxia!" ucap Meilin.
Wenxia tertawa sinis. "Oh, Adik Kecilku. Mengapa kau begitu naif?"
Jiwa-jiwa hitam muncul di dinding, membentuk pasukan kegelapan dengan penampilan mengerikan. Dari sepuluh sosok menjadi tak terhitung jumlahnya.
Kilatan petir terlihat, diikuti suara geraman lalu suara guntur terasa menggetarkan tanah yang dipijak.
Hugo berdiri di depan Yuan, mencoba tetap siaga walau tubuhnya benar-benar sakit dan menuntut diobati sesegera mungkin.Yuan berbalik, alhasil punggung bersentuhan dengan punggung Hugo. Ia dalam posisi kuda-kuda, Yuan takut. Namun, tak bisa membiarkan lelaki itu berjuang sendirian. Sebenarnya, posisi mereka sungguh terdesak. Terkepung tanpa celah jalan keluar. Pasukan kegelapan berjalan pelan, mempersempit ruang Hugo dan Yuan dengan pasti.
Di tengah kegelisahan serta ketidaknyamanan akibat perubahan cuaca nan drastis. Bau hangus bercampur busuk tercium, mengaduk-aduk pencernaan.
Wenxia menatap Meilin penuh amarah. "Kubunuh kau saat ini juga!"Ya, dengan sisa kekuatannya yang belum sepenuhnya pulih, Meilin membantai semua pasukan kegelapan Wenxia dalam sekali rapalan mantra. "Silakan, bukan hanya aku ... tapi kau juga harus mati hari ini.
"Aku tak apa, Yuan. Jangan panik, itu bisa membuatmu---"
Satu-satunya prajurit kegelapan muncul tanpa disadari Hugo dan Yuan, sambil mengangkat pedang sehitam yang mengalahkan awan nan muram. Ketika Hugo menoleh, sebilah pedang sudah terhunus dan menembus pundak kirinya.Hugo jatuh di pangkuan Yuan, sorot matanya nan tajam memudar menjadi kekosongan. Sedangkan sang prajurit kegelapan, terkapar entah siapa yang menyerangnya.
Ketika pedang itu dicabut dari tubuh Hugo, darah mengalir deras. Yuan menatap lelaki tersebut sambil menahan tangis. "Tetap bersamaku, Kak. Bertahanlah...."Ia tak tahu harus apa. Yuan tidak sehebat Suyin yang mampu mengobati luka dengan elemen air. Kemampuan gadis itu belum memasuki tingkat penyembuhan.
"Aku hanya ingin tidur sebentar." Hugo menutup mata. Dan berharap ia tak akan tidur untuk selama-lamanya.
Sebongkah permata hitam mengkilat seukuran jari kelingking jatuh dari angkasa di dekat kakinya. Bersamaan dengan itu, pengikut sekte hitam atau para pengkikut kegelapan menyambut pemimpin baru mereka.
Darah-darah segar dari hewan dan manusia dituangkan di mangkuk persembahan, api di tungku meliuk-liuk seiring hembusan angin menguat.
Lalu, ada seorang gadis berusaha membebaskan diri dari jeratan tali. Sayang, semakin ia bergerak tali itu semakin menjeratnya.
Tepat beberapa meter darinya, seorang wanita menyeringai sambil menyiksa lima orang penduduk hingga tewas kemudian menjadi setumpuk persembahan.
Sungguh pemandangan menyedihkan hingga memuakkan, ia hidup di tengah kutukan.Meilin, gadis berumur tujuhbelas tahun yang diasingkan karena sifatnya bertolak belakang dengan mereka. Ketika kekejaman menjadi cara bersenang-senang sekaligus cara bertahan hidup demi mendulang kekuasaan, ia harus rela hidup seorang diri tanpa siapapun.
Kakaknya Wenxia, menjadi refleksi kekejaman. Bahkan langit murka, dan menjatuhkan sebongkah permata itu untuk menolong Meilin menjaga daratan tetap seimbang dengan suatu dimensi.
Takdirnya sudah digariskan berbeda.
Jeratan tali mengendur secara tiba-tiba. Ia tak peduli tatapan haus kekuatan mereka, Meilin berlari sambil menggenggam permata itu.Sungguh, selama ia hidup. Meilin berkali-kali meruntuki betapa hidupnya ini sungguh menyedihkan, memiliki keluarga pembunuh hingga diasingkan. Ah, tak apa ketika ia diasingkan. Hanya saja ia sungguh tidak menyukai identitasnya sebagai anak pembunuh juga pemimpin sekte sesat.
Pundaknya terasa disengat, ia menoleh dengan mata melotot. Meilin terkejut, tak menyangka kekuatan Wenxia meningkat drastis dalam sepekan. Rasa sakit menjalar hingga ke tangan.
"Serahkan permata itu," pinta Wenxia dingin namun terdengar sangat memaksa. "Adik...."
Meilin merasakan tubuhnya terbakar ketika menatap mata sang kakak. Nyaris ia menjatuhkan batu di genggamannya itu.
"Jadi kau memilih mati di tanganku? Baiklah."
Jantung berdebar kuat, kakinya bak ditancapi pasak hingga tak mampu bergerak. Tubuhnya sangat sakit hingga ia harus menggigit bibir agar tidak berteriak.
Matahari tertutupi awan tipis, kini sinarnya berubah menjadi kemerahan. Pertanda gerhana baru saja dimulai. Permata hitam di genggaman bereaksi. Meilin jatuh menghantam tanah nan lembab, sedangkan Wenxia menyeringai, menganggap ia adalah sang pemenang.
Meilin menatap langit sambil menikmat rasa sakit yang memulai menjalar hingga ke ujung jemari.
Pemata di genggamannya menghilang, ia menyeringai. Mencemooh Wenxia yang sempat merasa menang atas keadaan. "Kau bilang semua akan tunduk padamu seorang, tidak semua, Kakak....""Diam kau!" Wenxia tertunduk lemas, kekuatan besar yang sempat ia rasakan melemah. Terisap oleh sesuatu tak kasat mata.
"Kita berada di dalam lingkaran, langit adalah jarum dan aku seuntai benang. Dan kau ... seenggok makhluk hidup yang harus dimusnahkan." Rasa sakit hilang dalam sekejap, tetapi itu bukanlah akhir. Melainkan awal dari segala yang lebih menyakitkan. Kematian.
Wenxia jatuh tak sadarkan diri. Meilin masih menatap langit di sela-sela kesadaran yang mulai menipis. Di tanah lapang tanpa pepeohonan, ia merintih kesakitan di tengah kesunyian. Gerhana matahari telah usai, seketika tubuhnya tersentak.
Ia melihat perempuan berjubah hitam dengan sabit besar menanti.
Tatapan tanpa simpati terukir jelas di wajahnya nan dingin. Helaian rambut berwarna putih keluar dari balik tudung. Ia mendekat tanpa menciptakan suara derap langkah.Ia menunduk dengan sabit besar itu yang masih setia digenggam. Iris matanya lebih kelam dari malam kegelapan manapun.
"Ini memang ajalmu." Ia kembali berdiri, lalu Meilin benar-benar tidak mengetahui apa yang terjadi. Selain satu terlintas dan terucap di dalam hati. "Kematian."
Ketika fenomena tak biasa terjadi, ada berberapa kemungkinan yang akan terjadi. Sesuatu yang baik, malapetaka dan bisa saja keduanya dalam waktu bersamaan.
Saat langit mengalami kekacauan, kehidupan di bumi turut mendapat dampaknya. Lalu, diutuskan beberapa orang yang mendapatkan karunia membasmi kegelapan. Tetapi itu bukanlah perkara mudah, hal tersebut bukan karunia biasa. Melainkan turut menjadi kutukan dalam waktu bersamaan.
Ini adalah sebagian dari awal mula, sebelum malam berdarah disertai kutukan mengikat.
"Tapi kau juga tak akan benar-benar mati."
Meilin, salah satu dari perantara. Pengenggam sementara permata api nan lebih panas dari pembakaran manapun. Sang penengah antara hitam-putih.
Bersambung
13 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
IgnisYu: Jade Of Fire [END]
FantasiHugo Aleksandrov menjadi salah satu pejuang yang diberi dua pilihan. Melawan dengan segala resiko kehancuran ataukah melarikan diri saat orang-orang menderita oleh kejamnya kegelapan. Mereka yang jahat semakin menggila, sedangkan pihak baik merasa t...