38. Last of Last

5 3 0
                                    

Lautan berombak tenang, burung-burung berbulu indah beterbangan ke sana dan kemari.
Hal-hal ajaib bertaburan dari semak-semak yang bercahaya ketika terkena hembusan semilir angin.

Seorang pria bermata teduh menoleh, seulas senyum terukir indah. Pakaiannya begitu sederhana, kameja putih dan celana bahan hitam. Duduk di pasir pantai putih mempesona.

"Kemarilah," ajaknya pada Hugo yang tertegun.

Menatap lautan, merasakan setiap embusan hingga sensasi bersemtuhan langsung dengan pasir selembut sutra. Sesaat terbuai oleh segala ketenangan alam mimpi ini.
"Apa yang harus kuambil?"

"Tentu, pengorbanan," tegas pria itu. Senyumnya tak luntur, seakan-akan tengah mengejek situasi Hugo yang begitu mendesak. "Seperti yang kulakukan dulu," lirihnya kemudian.

Ia seorang pria nan misterius, tetapi tidak asing, meski Hugo tak mengetahui nama dan siapa dirinya.
Ada banyak teka-teki tersirat di pandangan pria itu. Sesuatu yang hendak dibagi, tetapi tertahan oleh sesuatu kekuatan kuat tidak biasa.

"Berkorban juga pilihan, begitupun dengan menyerah, bukan?"

"Itu karena kau belum menghadapi keadaan yang sebenarnya, pilihan akan menuntut jika kau benar-benar merasakannya." Pria itu menghilang dalam sekejap.

Sentakkan keras menghantam punggung hingga berdenyut nyeri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sentakkan keras menghantam punggung hingga berdenyut nyeri. Muntahan darah mengotori rerumputan yang mengering bak diterpa musim panas berkepanjangan.

Wenxia menghancurkan kalung yang ternyata palsu. Kilatan petir membelah awan kemerahan, ia lirik seorang wanita yang begitu mengenaskan. Namun, itu tak lagi menarik setelah perkiraannya keliru.

Merapalkan mantra pembunuh pada mereka yang dirasa sungguh tak berguna. Lalu tersenyum miring. Suatu pemandangan na tragis di mata orang biasa, dua orang lelaki beradu sengit di tengah gempuran petir.

"Bunuh dia, Cedro," hasutnya melalui telepati.

Kemudian lesatan cahaya kebiruan mendekat. Menghantam salah seorang dari mereka hingga terpental cukup jauh, sambaran petir turut terarah pada Cedro. Sedangkan Jili melemah, sekedar menggenggam pedang tak lagi sanggup ia lakukan.
Pria itu kini berada di titik ambang batas, kekuatannya hancur dari dalam hingga menggerogoti setiap aliran darah.

"Ternyata ... aku berakhir seperti Kaizei," batinnya teringat. Darah sungguh membasahi wajah, beberapa kulit di bagian tubuhnya terkoyak parah. Lalu seebilah panah masih setia menancap di dada. Bertabur racun yang turut menambah rasa sakit setiap hembusan nafas tipis. Mendadak tuli seiring dentuman petir yang menggetarkan jiwa.
Tubuh mati rasa, ia dalam kekosongan.

"Apa ini akan berakhir?" Yuan menangis, ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk sekedar menahan Jili lebih lama lagi. Mereka terpojok dalam luka dan pengkhianatan.

Gadis itu mencoba kuat dari segala hal tepat di depan mata. Namun, hanya dapat menyaksikan tanpa mampu mengobati sedikit luka Jili. Sungguh, kemampuannya turut terhisap oleh satu sumber asing dari atas puncak tertinggi gunung batu yang tertutupi hujan petir nan menyeramkan.

IgnisYu: Jade Of Fire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang