10. Unnamed Girl

18 4 0
                                    

Hugo yakin, ia sepenuhnya sadar ketika mengikuti langkah James keluar dari kediaman Li. Memasuki jalan yang membelah hutan nan lebat, sosok itu menghilang di balik semak-semak. Bermodalkan cahaya matahari dan ingatan ke mana arah jalan pulang, Hugo berusaha sekuat tenaga sebelum gelap. Lalu tersadar. Berkali-kali ia mencoba, ia hanya berputar-putar di satu tempat.

Hugo tak ingin menaruh kecurigaan nan besar pada sosok pria bernama James tersebut. Ia tidak tahu pasti mengetahui atau merasakan darimana, pria tersebut bukanlah James. Sepanjang perjalanan ia selalu mendesak dan mengatakan kata-kata yang sama.

"Ayo pulang, dia menunggumu." Intonasi sangat kaku, tatapannya kosong dan tidak pernah terlihat berkedip. Ia tak berbahaya, tetapi Hugo selalu siaga.

Tidak ada sesuatu yang bisa ia gunakan untuk menggores batang pohon atau apapun sebagai tanda jalan yang pernah ia tapak. Hugo tidak memiliki satupun senjata, selain tubuhnya. Kemudian samar-samar ia mendengar suara gemuruh air terjun. Mengandalkan pendengaran daripada penglihatan, ia berjalan mengikuti naluri.

Bulir-bulir air membentuk embun halus, diterpa angin dan mendarat beberapa di wajah Hugo. Dedaunan berwarna-warni khas musim gugur berjatuhan, lumut di sekitar air terjun memiliki warna hijau nan menyejukkan pandangan. Tak pernah ia merasakan tempat sesederhana ini, tetapi begitu tenang, bau khas alam menakjubkan dan benar-benar bersih tanpa cela.

Lebih dekat ke air terjun yang tak terlalu tinggi juga tidak deras. Hugo melihat ada gua di balik air yang menutupi bak tirai. Hugo menoleh ke sekitaran, setelah dirasa aman. Ia melangkah ke air dengan kedalaman sebatas lututnya.

Tetesan air menggema, lumut menyelimuti lantai gua. Kristal berwarna biru muda menggantung di langit-langit menyala bak lampu penerangan otomatis. Tak sengaja, Hugo menyenggol salah satu kristal kecil hingga hancur menjadi dua bagian, lalu cahayanya meredup. Ketika Hugo meletakannya di telapak tangan, kedua kepingan itu menyatu dan kembali bersinar.

Hugo tersenyum. Ia simpan benda itu ke dalam saku jubahnya yang basah.

Gua tidak terlalu panjang, cukup lebar serta tak terlihat kelelawar maupun hewan lainnya. Tepat di ujungnya, sebuah peti sepanjang setengah meter masih kokoh, walau ditutupi lumut.

Lumut nan lembab beradu dengan telapak tangan yang tak kalah sejuknya dari sumber air di pegunungan. Hugo menoleh, ia mendengar suara ketukan. Namun, tidak satupun orang di sini, ia usap wajah yang sedikit basah, lalu membuka peti itu.

Ia tahu, dirinya begitu lancang. Namun, ketika sisi penasaran bergejolak, hal berbahaya bagi banyak orang sekalipun ia lakukan.

"Ini dikunci?" Hugo berusaha menggesernya, entah tenaganya terkuras akibat perjalanan, peti itu sulit dibuka serta digeser.
Ia tak melihat adanya lubang kunci. ketukan kembali terdengarn, trtapi Hugo menggabaikannya.

Ia terduduk dengan punggung disandarkan di dinding gua. Ia mengetuk-ngetuk bagian atas peti hingga tak sengaja meraba lubang yang membentuk mirip dengan lencana temuannya.

Tanpa pikir panjang, ia merogoh salah satu saku celana lantas lencana itupun dipasang. Dalam sekejap tubuhnya kehilangan keseimbangan. Gelap, lalu seseorang masuk mengambil alih tanpa izin. "Kau akan baik-baik saja, putraku."

Dalam posisi tengkurap, James dibiarkan tergeletak begitu saja di lantai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam posisi tengkurap, James dibiarkan tergeletak begitu saja di lantai. Satu masalah teratasi sebelum pria itu lepas kendali, memanfaatkan seseorang yang ia bawa, Suyin berhasil membuat James tak sadarkan diri.

Di ruangan yang sedikit berantakkan, satu orang lagi duduk dengan tali melingkar dari leher tersambung tangan hingga perut. Jadi, jika ia mencoba berdiri alhasil ia akan tercekik.

Wajah ditekuk, matanya nan tajam menunjukkan hal bertolak belakang. "Lepaskan sebelum aku mengamuk."

Suaranya terlalu lemah-lembut sekaligus anggun, di tubuh laki-laki seorang gadis tanpa nama berdiam diri.

Jili mulai merasa tak nyaman.
Berjam-jam memikirkan solusi, tidak satupun ide bagus terlintas. Suyin bahkan Yuan yang berisik turut terdiam. Yang mereka hadapi sama sekali tak pernah terlintas, terutama bagi Suyin. Bermain dengan waktu ternyata lebih berbahaya dari sebilah pedang.

"Untuk sementara waktu cukup kita yang mengetahui ini, sebisa mungkin jangan katakan padanya," ucap Suyin dan melirik James sekilas.

Hugo, bukan lagi Hugo. Sebuah jiwa seorang gadis tanpa tubuh merasuki Hugo dan mengambil alih sepenuhnya. Dari banyaknya orang, mengapa harus lelaki itu?

Ketika Suyin kecil, sang ayah pernah berkata, "Salah satu dari kalian mungkin akan terpilih." 

Jelas sekali ketika itu ayahnya mengatakan penuh keyakinan. Namun, sekali lagi. Waktu lalu takdir mempermainkan.

Suyin merasa bersalah Hugo menjadi tempat jiwa sosok tanpa nama itu.
Ada banyak kemalangan yang telah ia lihat pada Hugo, suatu tragedi yang tidak jauh darinya. "Pihak kaisar mengetahui tentang orang Ignis, selain menyamar apa ada saran lain yang lebih bagus?"

"Mudah, berpakaian saja seperti perempuan."

Yuan bangkit dari tempat duduknya. "Aku tidak setuju, itu akan lebih menarik banyak perhatian." Ingin rasanya menyerang dan mengekspresikan kekesalannya kepada sang pemilik suara, tetapi apa daya. Yuan harus bersabar mulai hari ini. Memukulnya sama saja dengan menyakiti Hugo.

Suyin tersenyum tipis. Melihat tingkah sang adik. "Gunakan apa yang kau butuhkan, tapi tolong jangan gunakan tubuhnya untuk...."

"Untuk apa?" tanya Yuan. Namun, Suyin menggantung kata-katanya dan memilih keluar terlebih dahulu.

Sebut saja Hugo. Ia tersenyum sambil menyipitkan mata, lalu menggerakkan jari-jari tangannya. Sekejap ikatan terlepas, Jili tercengang lantas membuang pandang.

"Keturunan Zhang, ternyata inilah reinkarnasi Kaizei."

Jili semakin tercegang, reinkarnasi Kaizei?
Yang benar saja?
Orang itu mengatakannya tanpa beban, seakan-akan bualan semata.
Ia tak mengalami mimpi aneh, maupun memori asing yang telintas dikala sadar maupun tidak.

Seandainya ia reinkarnasi dari kakek buyutnya yang seorang kepala pengawal kaisar, itu lebih baik dari dari Kaize---seorang kepala bajak laut.
Jika ia memang Kaize di masa lampau, tak salah mulai hari ini ia akan rajin memberikan persembahan pada sang langit.

"Leherku serasa ingin patah." Susah payah James berdiri lantas duduk di dekat Jili. "Demi Aeros, di mana tuanku? Aku akan gila jika dia benar-benar kerasukan."

Melihat James panik menambah kadar sakit kepala dadakan yang menyerang Jili. "Terlambat! Siapa yang menyuruhmu tak sadarkan diri?"

"Memangnya aku memintanya?" ucapnya sedikit kesal.

"Itu karena kau nyaris lepas kendali, aku kira tingkahmu sangat berlebihan akhir-akhir ini."

James bungkam. Merasa tersinggung juga tak bisa berkata-kata. Jili tidak dalam keadaan bercanda, kata-kata itu tercetus disela emosinya yang tiba-tiba meningkat. "Berlebihan? Apa kau tengah mencurigaiku?" balasnya tak kalah emosi.

"Apa aku terdengar begitu?" James menatap segelas teh yang mulai dingin. Kecanggungan bercampur rasa bersalah. "Sepertimu, aku menganggapnya sebagai adik. Aku melindunginya bukan sekedar keharusan, tapi juga ada sesuatu yang tak bisa kukatakan kepada siapapun."

Jili tersenyum kecut. Sorot mata nan tajam berubah menjadi tatapan kekecewaan. Mengapa James mengatakan hal yang memperkuat kecurigaannya?

Jili berusaha keras agar tak ada kesalahpahaman yang dapat memperburuk keadaan, tetapi kata-kata itu terngiang-ngiang. "Sesuatu yang tak bisa dikatakan kepada siapapun."

Miris, semoga saja ia tidak bernasib sama dengan Kaize, kepala perompak terkenal yang berakhir tragis di tangan orang orang terdekatnya.

Bersambung
20 september 2020

IgnisYu: Jade Of Fire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang