"Suyin!" Lucius menghela nafas, sesaat ia baru teringat bahwa gadis itu pergi untuk belajar di pusat kota. Setiap kali ia datang ke tanah Yu, Suyin menjadi orang pertama yang ia temui. Yah ... tidak buruk, kali ini ia melihat seorang gadis pemalu---Mingxia. Sudah lama Lucius memperhatikannya, namun gadis yang lebih tua satu tahun darinya itu selalu melarikan diri. Entah memang pemalu atau segan.
"Nona, ayo temani aku ke pantai."
Mingxia tak dapat berkata-kata. Tangan kanannya digenggam erat oleh Lucius, ia sedikit berlari menyeimbangkan langkah pemuda itu. Jantungnya berdebar-debar, inilah alasan mengapa ia selalu menghindari Lucius. Berdetak tak karuan dan gugup seketika.
Mingxia menarik tangannya pelan dari genggaman Lucius.
Pemuda itu menoleh dan tersenyum. Sungguh, sebuah senyuman hangat yang sama kini ditujukan padanya seorang."Kau tidak suka pantai?"
"Aku suka, tapi tidak terlalu."
Lucius tertawa. "Pantas saja kau menatapku seperti itu."
Mingxia menunduk, tersadar dengan apa yang ia lakukan. Memandang teman saudari angkatnya penuh kekaguman, rasanya seperti mimpi. "Maaf," gumamnya.
"Maaf kuterima." Lucius berjongkok, ia mengambil pasir pantai yang telah dibasahi air laut. Mengepalnya sebesar kepalan bayi. "Terima ini!" Lucius melemparkannya ke pakaiannya Mingxia. Ia tertawa, melihat ekspresi kaget gadis itu.
Di umur sebelas tahun, dalam keadaan hilang ingatan. Mingxia diangkat menjadi anggota keluarga Li. Namun, ia merasa tak enak hanya berdiam diri tanpa membalas budi. Sebagai gantinya, ia bertindak sebagai seseorang yang setia bak pelayan. Tidak satupun keluarga Li yang meminta, justru mereka menolak karena telah menganggapnya sebagai bagian keluarga seutuhnya. Tetapi, Mingxia tetap dalam pendiriannya.
Enam tahun mendampingi Suyin, enam tahun pula ia menatap dari kejauhan ketika Lucius datang berkunjung. Pemuda itu menarik dan orang-orang setuju dengan itu.
Ia berteman tanpa memikirkan berdasarkan kasta, begitu menghormati kaum wanita."Aku menyukainya." Hanya hatinya yang menjerit. Ia terlalu takut mengatakannya. Namun, tak salah jika menikmati waktu bersama Lucius walau sehari sekalipun. "Aku menyukaimu."
"Kau lagi-lagi melamun."
Pintu berderik. Cahaya lilin meliuk-meliuk ketika Suyin melintas, hari sudah pagi dan tatapannya tertuju pada seseorang yang masih terlelap di dalam selimut yang menutupi hingga kepala.
Dengan lembut, ia menepuk-nepuk sosok di bawah selimut itu. "Yuan, bangunlah. Sebelum aku menyiram wajahmu dengan salju."
Baiklah, Yuan tidak bergeming sama sekali. Suyin rasa adiknya benar-benar ingin mandi salju pagi ini. Ia duduk di tepi ranjang, mendekatkan wajahnya lalu menarik selimut Yuan hingga sebatas perut.
Seseorang yang Suyin coba bangunkan, akhirnya membuka mata dengan ekspresi kaget. Suyin juga turut kaget, tubuhnya membeku serta hangat terasa di pipi.
KAMU SEDANG MEMBACA
IgnisYu: Jade Of Fire [END]
FantasyHugo Aleksandrov menjadi salah satu pejuang yang diberi dua pilihan. Melawan dengan segala resiko kehancuran ataukah melarikan diri saat orang-orang menderita oleh kejamnya kegelapan. Mereka yang jahat semakin menggila, sedangkan pihak baik merasa t...